Shilla sekarang sedang berdiri di depan rumah minimalis milik Rio yang sangat
mewah dan megah. Sudah sejak tadi, dia menunggu si pemilik rumah tapi tidak ada
satupun yang membukanya. Gadis ini mendengus kasar. Dia paling tidak suka
menunggu. Dan itu juga merupakan satu – satunya sesuatu yang ia benci.
Gadis itu perlahan mengambil handphone’nya dan berusaha untuk menghubungi
pemilik rumah. Pikiran pertama langsung tertuju pada tuan muda Haling. Dan dia
mendengus kasar seraya menatap handphone’nya marah.
“Ck,
kemana sih nih orang. Nyebelin banget. Awas aja loe kalau ketemu. Gue ceburin
ke laut sekalian.” Gumam Shilla kesal. Dia terus mengumpat umpat Rio seraya
kembali menelepon seseorang.
“Hallo.”
Gadis ini tersenyum begitu suara di seberang sana terdengar. Seenggaknya semua
orang gak bikin dia BT di pagi hari yang sangat cerah ini kan ??
“Ray.
Thanks banget loe udah ngangkat telepon gue.”
“Ini
kak Shilla ??”
“Iya
ini gue. Sekarang gue lagi di depan rumah loe Ray. Pada kemana sih. Kok sepi
banget nih rumah. Sama sekali gak ada yang bukain pintu.” Cerocos Shilla karena
sebal sedari tadi hanya berdiri di depan pintu.
“Santai
kak ngomongnya. Gue lagi sama orang tua gue di rumah nenek sama kakek gue.
Mumpung libur jadi gue liburan deh disini.”
“Kakak
loe ??” Tanya Shilla heran.
“Oh
kak Rio. Dia lagi disibukkin sama acara puncaknya OSIS katanya. Dan yang gue
tahu, selama gue sama orang tua gue disini, kak Rio nginep di rumah kak Alvin.”
“Pembantu
loe ?? Sopir ?? Penjaga rumah ??” Tanya Shilla beruntun.
“Mereka
di liburin. Yah, masa gue liburan mereka gak liburan kak. Mereka kan juga punya
keluarga yang mesti di urusin.”
“Ck,
sok dramatis banget sih loe.” Ucap Shilla kesal.
“Bukannya
loe yang sok dramatis kak. Loe nyari kak Rio sampe nunggu di depan rumah
bermenit menit dan telepon gue sama yang lainnya kayak gak punya kerjaan.”
“Ck,
sok tahu. Ya udah, gue tutup teleponya. Thanks buat infonya.”
“Sama
sama kakak ipar. Haha. Bye.”
“RAY.”
Teriak Shilla gemas. Tapi sayangnya telepon udah di tutup. Jadi Shilla hanya
bisa mengumpat handphone’nya.
Shilla kembali melirik ke kanan dan kiri, siapa tahu aja tuan muda Haling itu
yang sudah membuatnya menunggu berada disana. Tapi ternyata nihil. Shilla
berbalik dan memutuskan untuk menyusul ke rumah Alvin.
Entah mengapa, semenjak kejadian lamaran Rio yang entah serius atau tidak, dia
tidak pernah bertemu dengannya lagi. Dan pemuda itu juga tidak pernah menghubunginya
lagi. Membuat Shilla bingung. Pasalnya, teleponya juga sama sekali tidak ada
yang tidak di acuhkan oleh pemuda itu. Semuanya diacuhkan.
Shilla tahu, kemarin dia salah karena sudah membuat pemuda itu berpikiran yang
tidak – tidak tentangnya. Dan bisa saja pemuda itu berpikir bahwa dirinya
menolak lamaran pemuda itu karena pertanyaannya yang memusingkan.
Sudah dua hari Shilla merasa bersalah dan juga rindu. Bukan dia menolak. Dia
juga mencintai pemuda itu dari dasar hatinya yang paling dalam. Tapi Shilla
hanya butuh waktu untuk menjawab pertanyaan pemuda itu. Tapi sepertinya pemuda
itu salah menerima sikapnya. Membuat Shilla amat sangat merasa bersalah.
Dan hari ini, dia memutuskan untuk bertemu dengan Rio. Dan dia harus bertemu
dengan pemuda itu untuk menjelaskan semuanya. Supaya tidak ada kesalahpahaman
diantara mereka kembali. Shilla tidak bisa jauh dari pemuda itu. Karena dia
menyayangi Rio, bahkan mencintai pemuda tampan itu.
************
Rio duduk diam di sebuah bangku yang ada di lapangan outdoor sekolahnya dengan
tatapan kosong yang mengarah ke depan. Lengan kaos birunya yang terlipat
membuat pemuda ini tampak semakin keren. Wajahnya penuh keringat dan tangannya
sibuk meremas remas kaleng minumanya dengan emosi.
Ingatanya kembali ke kejadian beberapa hari yang lalu. Dia benar – benar tidak
menyangka, aksi lamarannya – yang sudah susah payah dia tunjukkan ke gadis itu
– hanya di anggap lelucon oleh Shilla. Bahkan setelah gadis itu menolaknya, dia
masih bisa berpelukan dengan pemuda lain yang sudah jelas menyukainya.
Rio menghembuskan nafasnya kasar kemudian melempar kaleng minumanya ke tempat
sampah yang tidak jauh darinya dengan gamang. Kemudian merebahkan tubuhnya di
bangku itu. kedua tangannya menyangga kepalanya, dan lagi lagi tatapannya hanya
menatap lurus tanpa ekspresi.
“Emang
yah, kalo orang lagi patah hati tuh bisa bikin akal gila.”
Rio tidak perduli dengan perkataan sahabatnya – Cakka. Dia hanya ingin
menenangkan diri untuk mengusir keresahan hatinya. Tidak ada satu orang pun
yang bisa mengerti perasaannya sekarang.
“Yo,
loe jangan kaya gini terus dong, loe pikir kalo loe diem kaya gini, Shilla
bakalan ada di depan loe apa.”
“Gue
lagi gak mikirin dia.” Sangkalnya penuh emosi.
“Gak
mikirin ?? Bocah TK aja tau loe lagi mikirin cewe itu. Di jidat loe ada nama
Shilla tertulis gede tuh.” Ucap Cakka seraya duduk di sebelah kiri Rio yang
masih tiduran tanpa pergerakan apapun.
“Loe
gak tau perasaan gue.”
“Dari
awal gue tau bro, loe terlalu memaksakan kehendak loe mungkin. Kalo Shilla
jodoh loe, dia akan kembali. Kalo bukan yaudah, Shilla bukan takdir loe.”
Rio bangun dari tidurannya kemudian menatap Cakka tajam. Dia sedang tidak ingin
ribut dengan sahabatnya karena masalah yang sama setiap harinya, tapi
sepertinya siapapun sedang minat sekali menganggunya disaat dia ingin sendiri.
“Itu
semua bukan urusan loe.” Ucap Rio. Dan tanpa berperasaan, dia langsung pergi
tanpa pamit kepada sahabatnya itu.
Cakka hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya. Dia
tersenyum menyadari bahwa takdirnya sudah menjadi miliknya. Tidak seperti Rio
yang suka berputar seperti dipermainkan.
Tapi setelah ini dia harus melakukan sesuatu untuk menolong sahabatnya. Dia
tidak mungkin membiarkan Rio terus menerus seperti ini hanya karena seorang
gadis. Padahal dulu, sahabatnya itu tidak suka membahas masalah ini.
Cakka menatap ponselnya yang mengalunkan lagu favoritnya – favorite girl milik
justin bieber dengan mengangkat alisnya tinggi. Nama Alvin muncul di layar
membuatnya bingung.
“Halo
bro.”
“
....”
“Barusan
dia pergi. Tapi gue gak tau kemana. Bro, loe suruh Shilla tunggu di situ
bentar. Habis ini gue ke rumah loe, ada yang mau gue omongin sama tuh cewe.”
“....”
“Ok,
gue cabut sekarang.” Cakka memutuskan panggilanya begitu saja tanpa memberikan
Alvin kesempatan untuk membalas ucapannya.
“Mungkin
ini bukan sesuatu yang berlebihan untuk bisa membantu loe bro, tapi gue Cuma
pengin loe bangkit dari keterpurukan loe. Bukan Rio namanya kalo selalu kaya
gini Cuma gara – gara seorang Shilla.”
**********
Shilla duduk diam seraya memperhatikan Alvin yang sedang asyik dengan gadgetnya
seraya tertawa tawa. Gadis itu beberapa kali mendengus kesal karena merasa di
anak tirikan.
“Sampai
kapan loe senyum senyum begitu. Gue kesini buat ketemu kak Rio, bukan buat liat
loe yang seperti orang gila kak Alvin.” Sungut Shilla.
“Makanya,
kalau hati udah memilih, jangan melirik hati yang lain. Jadi nyesel sendiri kan
sekarang.” Sindir Alvin tanpa menatap Shilla.
“Gue
gak ngerti maksud loe.”
“Sebentar
lagi temen gue dateng, jadi mendingan loe diem. Paham.”
Shilla lagi lagi hanya mencibir tanpa suara, bagaimana bisa Sivia memilih
berpacaran dengan seorang cowo seperti Alvin. Yang nyebelin abis plus gak punya
ekspresi. Mendingan dia yang milih Rio. Seenggaknya cowo itu manis banget kalau
lagi sama Shilla.
“Nah
ini nih cewe yang udah membuat sahabat gue menggalau terus akhir akhir ini.”
Shilla mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Diliatnya Cakka yang
sedang berjalan kearahnya. Shilla mengernyitkan keningnya bingung, dia kan
minta Rio yang dateng, kenapa jadi cowo narsis ini sih yang dateng.
“Mana
kak Rio ??”
Cakka tidak menjawabnya, dia malah duduk di sebelah Alvin seraya menyenderkan
kepalanya di kepala sofa.
“Kak
Cakka.”
“Gue
dateng kesini mau ngasih pertanyaan buat loe. Jawab dengan jujur. Apa loe suka
sama Rio ??”
Shilla
mengangguk dengan malas. Sahabat Rio ini benar – benar selalu membuatnya
emosi. Pertanyaan apa itu ?? Sudah jelas – jelas dia tahu yang sebenarnya.
“Loe
cinta sama dia ??”
“Kak
Cakka please. Pertanyaan macam apa itu. Jelas jelas gue suka sama kak Rio
bahkan udah mencapai tahap cinta. Buat apa loe tanyain lagi.”
“Sekarang
gue tanya sama loe. Misalkan Rio berduaan sama cewe, loe bakalan marah ?? Apa
yang akan loe lakuin sama cewe itu ??”
“Jelas
aja gue marah. Bisa aja gue membuat tuh cewe menyingkir lebih dulu sebelum
dapet gertakan dari gue.”
“Terus,
kalau Rio sampai marahin loe dan lebih memilih buat ngebelain cewe itu, apa
yang akan loe lakuin ??”
“To
the point kak Cakka.” Jawab Shilla emosi. Lama – lama dia jadi kesel sendiri.
“Loe
udah membuat sahabat gue menderita berkali – kali. Loe gak pernah ngertiin
perasaan dia Shill. Loe pikir, dengan loe berdekatan terus sama Debo, Rio gak
masalah ?? Loe pikir Rio bakalan terima alasan loe yang selalu mengatakan kalau
loe sama Debo hanya acting ?? Sandiwara ??” Ucap Cakka tanpa ekspresi.
“Gue
juga ngerasain hal yang sama. Dulu gue emang membantu loe buat bisa nyadarin
perasaan Rio sama loe dengan membawa nama Debo. Tapi sekarang, Rio udah tahu
Shill kalau kalian bersandiwara. Tapi kenapa loe tetep deket sama Debo bahkan
di depan mata kepala Rio sendiri.” Lanjut Alvin emosi.
“Kalau
loe emang gak serius sama Rio, mendingan kalian gak usah hidup bareng. Mending
kalian tetep menjadi aku kamu. Dan jangan pernah maksain hubungan kalian
menjadi kita. Gue juga gak setuju sama hubungan kalian kalau loe terus
menyakiti Rio.” Ucap Cakka santai.
“Gue
gak nyangka, pikiran kalian sedangkal itu. Buat apa juga gue deket deket sama
kak Debo dengan perasaan, sementara perasaan gue aja semuanya buat kak Rio.
Kalian pikir perasaan gue sedangkal itu apa. Gue itu udah cinta sama dia
sebelum dia menyadari perasaannya ke gue kak. Apa loe pikir, itu sebuah
permainan ??”
“Sekarang
kasih tahu gue, dimana kak Rio ??”
“Apa
loe bisa jamin, kalau gue kasih tahu dimana Rio, loe gak bakalan ngelakuin hal
yang merugikan sahabat gue itu ??” Tanya Alvin.
“Iya
gue janji.”
Alvin memandang Cakka, pemuda itu menganggukkan kepalanya membuat Alvin
menganggukan kepalanya juga. Kemudian Alvin menjelaskan dimana keberadaan Rio.
Shilla langsung berpamitan dan berlari keluar dari rumah Alvin. Dia harus cepat
cepat bertemu dengan pemuda itu jika hubungannya dengan pemuda itu ingin baik –
baik saja.
**********
Shilla masuk ke dalam sebuah club malam dengan perasaan was – was. Dia tidak
pernah masuk ke tempat beginian. Baru sekarang, dan itu semua demi laki – laki
yang sangat ia cintai sedang berada di dalam sana menurut informasi yang ia
dapat dari kedua sahabat pemuda itu.
Shilla berkali – kali menolak permintaan cowo tidak bermoral di dalam sana
dengan tegas. Dia bukan wanita malam, jadi Shilla merasa direndahkan disini.
Dia berlari dan langsung menuju ke sebuah bar kecil yang ada di sana. Tampak di
depan matanya, semua bartender sedang sibuk mengurusi semua pelangganya. Shilla
dengan sabar menunggu salah satu dari mereka menyelesaikan pekerjaannya.
“Mau
pesan apa nona ??”
Shilla mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Diliatnya seorang pemuda yang
ia yakini bartender disana dari pakaiannya.
“Enggak,
gue disini Cuma mau nanya, loe tahu dimana Mario ??”
“Mario
?? Siapa dia ??”
“Kalau
Rio, loe tahu ?? Cowo yang suka dateng kesini sama sahabatnya. Ada Cakka, Alvin
juga Gabriel. Loe tahu ??”
“Ooh,
loe nyariin bos toh. Dia ada di atas. Loe naik tangga aja habis itu belok
kanan.”
Shilla menganggukkan kepalanya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia langsung
berlari kearah tangga dan mengikuti perintah bartender itu untuk belok kanan
setelah sampai di lantai atas.
Shilla mengedarkan pandangannya dan matanya membelalak melihat seseorang yang
ia yakini adalah pemuda yang ia cari sedang berduaan dengan dua cewe di samping
kiri dan kananya.
Shilla mengepalkan tangannya dengan emosi. Wajahnya memerah karena menahan
emosi yang begitu menggebu – gebu. Jelas saja dia emosi, lihatlah. Pemuda yang
ia cintai habis – habisan malah sedang berduaan dengan dua cewe yang Shilla
akui sangat cantik dan juga sexy.
Dengan perasaan marah, Shilla menghampiri mereka dan langsung menarik tangan
kedua cewe itu untuk berjauhan dengan pemuda itu – Rio.
“Ini
apa – apaan sih.”
“Loe
berdua dengerin gue, cowo yang kalian peluk itu adalah pacar gue. Gue berhak
marah karena kalian seenaknya aja peluk peluk cowo orang.” Bentak Shilla emosi.
“Rio
aja gak marah, loe yang marah.”
“Sekarang
kalian pergi dari sini, atau gue panggilin satpam plus gue aduin loe berdua ke
bos kalian supaya kalian dipecat, mau ??” Ancam Shilla seraya menatap tajam
kedua cewe itu.
Shilla menatap pakaian dua gadis di hadapannya. Semua cowo sama aja, lihat cewe
sexy aja matanya langsung berbinar. Nyebelin. Sungutnya dalam hati.
Gimana Shilla gak marah, kedua gadis di hadapannya sekarang seperti tidak
memakai baju. Hanya memakai tanktop ketat dan hotpants yang amat sangat pendek.
Ck, Rio benar – benar minta di beri pelajaran.
“Cabut
Fa, ada cewe gila nyasar disini.” Ucap salah satu dari mereka seraya tersenyum
sinis kearah Shilla. Kemudian kedua gadis itu pergi menjauh.
Shilla tidak memperdulikan kedua gadis itu lagi, dia beralih menatap pemuda
yang sedang tidak sadarkan diri di hadapannya sekarang. Mata Shilla tidak
sengaja menangkap banyak minuman beralkohol di meja kecil disana. Shilla baru
tahu, kalau hal ini yang dilakukan pemuda itu jika sedang ada masalah.
“Loe
buat gue kecewa kak. Loe bisa curhat sama sahabat – sahabat loe kalau loe lagi
punya masalah, kenapa mesti kesini sih.”
Shilla menggenggam tangan kanan Rio dengan erat. Pemuda itu masih menutup
matanya. Tangan kanan Shilla digunakan untuk mengelus pipi pemuda itu.
“Gue
gak pernah rela loe disentuh sama cewe – cewe itu. Dan gue jamin, ini yang
terakhir kali loe dateng kesini.”
“Loe
tahu kak, gue cinta banget sama loe. Sama sekali gak pernah ada niat buat gue
beralih dari loe. Masalah kak Debo ?? Gue gak pernah suka sama dia. Gue sukanya
Cuma sama loe. Kenapa loe gak peka banget sih.”
“Untung
aja tadi gue masih bisa sabar. Kalau enggak, cewe – cewe tadi bisa hancur di
tangan gue. Loe nyebelin. Loe mau aja disentuh sama cewe murahan seperti
mereka. Loe gak mikirin perasaan gue.”
“Janji
sama gue kak, kalau ini adalah yang terakhir kali loe dateng kesini. Karena gue
janji, gue bakalan ada di saat loe punya masalah.”
Shilla terus menerus berbicara berharap Rio bisa mendengarnya walaupun pemuda
itu sedang tidak membuka matanya. Dan berakhir dengan gadis itu menyenderkan
kepalanya di dada bidang milik Rio.
“I
love you kak Rio.”
***********
Rio mengerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan retina matanya menerima
cahaya yang ada di ruangan tersebut. Setelah berhasil terbuka semua, dia
menatap sekeliling ruangan yang terasa asing baginya. Rio menatap alas yang ia
gunakan untuk tidur tadi, sebuah kasur.
Pemuda ini menggeleng gelengkan kepalanya yang terasa pusing. Dia baru sadar
sekarang, tadi malam Rio sudah meminum minuman alkohol berkadar tinggi itu
sebagai pelampiasan dari semua masalahnya dengan Shilla. Tapi mengapa sekarang
ia berada di sini ?? Siapa yang membawanya ??
“Pagi
kak Rio.”
Rio yang mendengar suara sapaan penuh ceria itu segera mencari sumbernya. Dan
mata Rio melebar sempurna melihat seorang gadis yang sangat ia kenali sedang
berdiri di ambang pintu lengkap dengan seragam sekolahnya.
“Kok
loe disini ??” Tanya Rio bingung.
Shilla mendengus. Dia tidak memperdulikan pernyataan Mario, Shilla justru
mendekat kearah pemuda itu dan melemparkan sepasang baju yang sama dengannya ke
atas kasur.
“Pakai,
Shilla tunggu kak Rio dimeja makan. 10 menit itu udah maksimal loh. Awas aja
kalau sampai lebih.” Cerocos Shilla kemudian berbalik lagi menuju ke pintu
kemudian menghilang dibaliknya.
Rio hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Shilla yang seperti
anak kecil. Tunggu, mengapa Shilla berada di sini ?? Ini rumah siapa ?? Rumah
Shilla ?? Tapi ...
“Itu
urusan nanti Rio. Sekarang loe harus pergi ke sekolah dulu.”
Dengan gerakan cepat, Rio berlari ke sebuah ruangan yang ia yakini adalah kamar
mandi. Mendinginkan seluruh tubuhnya sepertinya akan membuatnya menjadi lebih
baik. Setidaknya, Shilla sekarang sedang berada di sampingnya. Sebentar lagi,
dia akan meluruskan semuanya. Ya, semuanya. Termasuk perasaannya.
***********
“Ini
yang siapin loe semua Shill ??” Tanya Rio tidak percaya melihat banyak makanan
yang ada di atas meja makan.
Pemuda ini baru sampai di meja makan dan langsung mendapati sesuatu yang
mengejutkan. Rio sudah menggunakan seragam sekolahnya lengkap. Dan setelah dia
sampai di meja makan, dia mendapati Shilla yang sedang duduk di sana dengan
bertopang dagu seraya memperhatikannya.
“Emang
ada orang selain kita disini ??” Jawab Shilla santai.
Rio berjalan mendekat kemudian mengangkat tangannya dan dengan sadisnya dia
mendorong kening gadis itu dengan jari telunjuknya.
“Kak
Rio.” Teriak Shilla seraya merapikan poninya yang berantakan karena ulah tangan
jail pemuda yang sudah duduk di hadapannya sekarang.
“Loe
gak masukkin racun ke dalam sini kan ??”
“Banyak.
Sekali makan langsung tinggal bayangannya.” Jawab Shilla kesal.
“Berdoa
aja supaya gue tetep sehat. Karena gue gak perduli. Yang penting gue laper
sekarang.” Jawab Rio sekenanya kemudian mengambil makanan makanan yang sudah
tersedia di atas meja makan. Sayang kan kalau tidak di makan.
Shilla hanya mendengus sebal. Dia jadi tidak berselera lagi sekarang. pemuda
ini benar – benar selalu merusak suasana. Shilla kan sudah membuatkan sarapan
pagi ini dengan menu yang lebih dari kata luar biasa. Bisa – bisanya pemuda itu
menghancurkan ini semua dengan seenaknya.
“Loe
gak makan ??” Tanya Rio yang melihat Shilla tidak menyentuh makanan sama sekali.
“Gak
mood.”
“Bagus
deh. Berarti semua makanan ini buat gue.” Jawab Rio santai, kemudian pemuda itu
asyik lagi melanjutkannya sarapannya.
Shilla benar – benar telah mencapai tingkat kemarahannya yang paling tinggi.
Dia mengambil sendok yang berada di atas piringnya kemudian tanpa perasaan
melemparkan kearah Rio. Dan bingo, tepat sasaran. Mengenai kepala pemuda itu
yang mengharuskannya berhenti menyuap makanan itu ke mulutnya.
“Loe
ngajakkin gue perang ??” Ucap Rio marah.
“Iya.
Kenapa ? Gak suka ?? Loe nyebelin banget tahu gak. Mana ada orang senyebelin
loe.” Teriak Shilla karena emosi.
Rio memundurkan kursinya kemudian berjalan mendekat kearah Shilla. Gadis itu
menjadi takut melihat ekspresi pemuda itu yang sepertinya benar – benar marah.
Tapi tidak semudah itu, Shilla malah menunjukkan wajah menantangnya kearah Rio.
Rio tersenyum sinis kemudian menundukkan wajahnya hingga wajah dia hanya berada
beberapa centi di depan wajah Shilla.
“Yakin
sama ekspresi yang loe tunjukkan ini ??”
Shilla menelan salivanya yang entah mengapa menjadi sangat sulit masuk ke
tenggorokannya. Wajah Rio yang hanya berjarak amat sangat dekat dengan wajahnya
membuat wajahnya memanas. Shilla hanya bisa meremas rok seragam sekolahnya
dengan kencang untuk melampiaskan kegugupannya sekarang.
“Jawab
nona Ashilla.” Goda Rio. Tangan pemuda itu sudah bertengger di pipi kiri gadis
itu. Shilla masih belum bisa mengeluarkan suara normalnya.
“Kak,
ki ... kita u ... udah terlambat kak.”
“Terus
??”
Shilla memutar otaknya agar bisa terbebas sekarang. Jika seperti ini terus, dia
akan mati ditempat karena kerja jantungnya jauh lebih cepat dari biasanya. Oh,
someone, help me please. Teriak Shilla dalam hati.
Rio mengutuk seseorang yang mengganggu kegiatannya dengan Shilla sekarang.
Getaran di saku celananya amat sangat menganggunya. Dengan sangat terpaksa dia
menjauh dari Shilla kemudian melihat siapa yang menghubunginnya. Sedangkan
Shilla sudah bersorak sorak kesenangan di dalam hatinya. Dia senang. Tentu saja.
“Ada
apaan ??” Tanya Rio malas. Orang yang ternyata menghubunginnya ternyata
sahabatnya sendiri, Gabriel.
“Lama
banget sih loe. Di sekolah kita udah ramai banget karena kehadiran beberapa
anak SMA Mahakarya. Loe tahu maksud gue kan ?? Debo dan gengnya lagi ada
disini.”
Ucapan penuh keburu buruan dari seorang Gabriel membuat kening Rio berkerut.
Tidak biasanya seorang Gabriel terlihat panik seperti ini. Debo dan gengnya
datang ke sekolahnya ?? Terus apa masalahnya ??
“Apa
yang bikin loe ribut sih Yel ??”
“Bukan
gue yang ribut. Tapi Debo dan gengnya. Gue gak ngerti mereka tujuannya apa.
Tapi yang jelas mereka bikin keributan disini. Yo, loe problem solving kita
sekarang. Jadi mending loe dateng ke sekolah secepatnya. Atau kita semua akan
berakhir di ruang kepala sekolah.”
************
Please, tinggalkan jejak kalian :))