Sebelumya gue mau ngucapin permintaan maaf buat kalian
semua.
Gak pernah ada pemikiran buat PHP'in kalian :(
Bener-bener gak ada kuota buat share tulisan gaje gue.
Sorry :(
Next, gue mau ngucapin selamat buat MARIO, yang udah
bisa nyiptain lagu sendiri. Walaupun baru single, gue selalu menanti single
kalian yang lain, kalau bisa ALBUM. Amiin :)
PART 10
Mario
sedang sibuk dengan makananya. Pria ini sekarang sedang bersama Alyssa di
apartement’nya. Setelah meyakinkan wanita itu akan kesetiannya, akhirnya Alyssa
luluh juga dengan kalimat-kalimatnya. Pria ini berhasil membawa wanita itu ke
apartement’nya.
Dia
menatap kembali ke makanan Alyssa dan menatap wanita itu bergantian. Ada yang
aneh dengan mata wanita itu, tampak kosong. Mungkin Alyssa memang sedang banyak
pikiran. Batin Mario.
“Ehem.” Mario mengernyit karena tidak mendapati
tanggapan dari wanita itu.
Pria
itu menyentuh lengan Alyssa yang masih berada di atas meja dan mengusapnya
pelan. Alyssa langsung terbangun dari lamunannya. Dia menatap Mario sebentar
kemudian memakan kembali makananya yang sudah tampak dingin.
“Kenapa ??” Tanyanya dengan tangan kirinya yang masih
mengusap lengan Alyssa.
“Enggak. Cuma kepikiran sesuatu aja.”
“Kapan loe bisa berbagi masalah loe sama gue Lys.”
“Gue gak kenapa-kenapa Mario.”
Mario menghela nafas
pasrah. Dia menyerah untuk membuat wanitanya mau jujur dan berbagi masalahnya
dengan dirinya.
“Wanita yang kemarin sama gue namanya Zahra Lys. Dia
mantan gue.” Ucap Mario mencoba menjelaskan kepada wanita itu.
“Loe udah menjelaskannya kemarin.” Jawab Alyssa
singkat.
“Gue dulu pernah pacaran sama dia selama 2 tahun. Dan
kita putus, saat gue harus ke Italia buat melanjutkan study gue. Dia gak mau
LDR, makanya gue putusin dia. Tapi dia juga waktu itu gak mau putus sama gue.
Yang artinya, dia gak mengijinkan gue buat ke Italia.” Mario menjelaskan
kembali, tidak perduli kalau Alyssa mau mendengarkannya atau tidak.
“Sebenernya Italia bukan sasaran gue buat dijadiin
tempat gue meneruskan study gue. Tapi ini perintah Papa. Dan saat Zahra bilang
dia gak mengijinkan gue buat ke Italia, gue langsung mengiyakan. Karena waktu
itu perasaan gue juga masih besar buat dia. Dan Papa marah besar sama gue.”
Lanjutnya.
“Tapi setelah itu, gue patuh juga sama Papa. Gue mau,
waktu papa menginginkan gue buat ke Italia lagi. Karena Papa mengeluarkan
ancaman yang gak bisa gue toleransi lagi. Zahra dan keluarganya akan menderita
kalau gue gak mau nurutin perintah Papa Lys. Itu yang bikin gue terpaksa putus
sama dia.”
“Dan saat gue di Italia, gue udah lost contact sama
dia. Karena Handphone gue jatuh entah dimana membuat semua yang berhubungan
dengan Zahra hilang. Dan gue bener-bener memulai hidup baru gue disana. Menjadi
Mario yang seperti sekarang.”
Mario
menatap mata Alyssa yang tidak memberikan komentar apapun saat dia bercerita
tadi. Wanita itu masih diam dengan tangan yang bergerak aktif memainkan sendok
di atas makananya. Membuat makanan itu sudah tidak berbentuk lagi dan tidak
pantas untuk dimakan.
“Loe marah sama gue ??”
Alyssa
menghela nafas kemudian mengalihkan pandanganya dan sekarang menatap mata Mario
dalam. “Enggak, justru gue bangga sama loe, loe udah mau jujur sama gue tentang
masa lalu loe. Loe membuat gue percaya sama loe.”
Mario tersenyum kemudian mencium bibir wanita itu
pelan.
“Gara-gara loe hidup terlalu lama di Italia, loe jadi
pervert seperti sekarang.” Lanjut Alyssa datar seraya menatap makanannya lagi.
“Gimana lagi. Loe tahu kan Italia itu kayak gimana.
Disana, gak ada pakaian tertutup. Apalagi daerah deket kampus gue. Gue gak
pernah bosen tinggal disana.” Ucap Mario menyahuti perkataan Alyssa seraya
menggoda wanita itu.
Alyssa
hanya menatap sinis pria itu membuat Mario tertawa lepas. Dengan pasti, dia
mendekat kearah Alyssa kemudian mengangkat tubuh wanita itu ke atas pangkuannya
membuat Alyssa reflek memukul lengan pria itu.
“Karena makanan loe udah gak layak dimakan, gimana
kalau kita berdua makan makanan gue bareng. Biar romantis Lys.”
“Ck, apanya yang romantis. Minggir, gue gak nafsu
makan Mario.”
“Kan makan’nya sama gue. Bukannya kalau sama gue,
nafsu loe selalu tinggi ya.” Goda Mario yang membuat kepalanya mendapat sasaran
dari tangan jail wanitanya.
Mario
hanya terkekeh kemudian menyuapi Alyssa dengan makananya. Dan wanita itu sudah
mau menerima suapan darinya. Mereka makan bersama dengan candaan kecil yang
menengahi acara makan bersama mereka.
Mario
menatap wajah wanita itu dengan seksama saat Alyssa masih sibuk dengan
handphone’nya. Wanita itu berada di atas pangkuannya –yang sekarang sudah
berubah menjadi menyamping- dan mereka masih berada di meja makan. Mario
tersenyum kecil saat menatap wajah wanitanya. Cantik. Dia sangat menyukai bentuk
wajah wanitanya. Entah mengapa tidak pernah bosan untuk dilihat kapanpun dan
dimanapun.
“Ck, gak usah ngeliatin gue gitu banget Mario.” Tegur
Alyssa kesal. Masih tidak perduli dan masih sibuk dengan handphone’nya.
Mario terkekeh kecil. “Enggak, gue seneng aja kalau
lagi ngeliatin wajah loe.”
“Alasan apa lagi sekarang ??” Tanya Alyssa masih tanpa
menatap Mario.
“Enggak ada. Dan efek gue ngeliatin loe terus, gue
jadi pengin bawa loe ke kamar dan kita berbaring bersama di atas kasur. Dengan
posisi loe yang dibawah gue dan gue yang ......Aw.”
Alyssa
dengan sadisnya mencubit lengan Mario. Tidak perduli dengan ringisan dan
teriakan pria itu yang menyuruhnya berhenti. Gila. Pria ini memang sudah gila.
Bisa-bisanya mengungkapkan apa yang diinginkannya –yang seharusnya tidak di
ucapkan- secara bebas seperti itu.
“Lepasin Alyssa. Ini beneran sakit.” Ringis Mario
seraya berusaha menyingkirkan tangan wanita itu dari lengannya.
“Siapa yang nyuruh loe buat mengungkapkan keinginan
pervert loe secara bebas seperti itu Mario.” Desis Alyssa.
“Iya iya maaf. Lepasin dulu tangan loe sayang.”
Dengan
perasaan kesalnya, dia melepaskan jarinya dari lengan pria itu karena tidak
tega melihat ringisan pemuda itu yang sepertinya memang sedang menahan sakit.
Dia melirik sekilas ke lengan pemuda itu yang sepertinya memerah di bagian
cubitan dia tadi. Tapi dia tidak perduli.
“Loe tega banget sama gue Lys.” Ucapnya manja seraya
mengusap usap lengannya.
“Bodo.” Ucap Alyssa seraya bangun dari pangkuan
laki-laki itu. Kemudian beranjak untuk menata kembali meja makan dengan membawa
piring bekas mereka makan dan membawanya ke dapur.
“Alyssa.” Teriak Mario tetapi tidak didengarkan oleh
wanita itu. Saat dia ingin menyusul wanita itu, getaran handphone menghentikan
niatnya. Dia melirik sekilas, ponsel Alyssa.
Mario
mengernyit melihat ada yang aneh disana, tulisan ‘Bunda’ yang hadir di layar
handphone wanitanya. Dengan ragu, dia mengambil handphone wanita itu dan
menatap nama si pemanggil dengan bingung. Hanya menatapnya tanpa berniat untuk
menjawab panggilan tersebut.
Sesaat
kemudian getaranya benar-benar berhenti. Mario masih menatap nanar layar
handphone Alyssa. Bunda ?? Maksudnya apa ?? Alyssa bilang kepadanya jika dia
sudah tidak mempunyai orangtua, tetapi mengapa sekarang ada nama Bunda yang melakukan
panggilan dengan wanita itu ??
Mario
menundukkan wajahnya, merasakan kepalanya berputar karena terlalu rumit dengan
semua kejadian ini. Dia mengangkat kembali wajahnya saat dirasakan handphone
Alyssa yang masih berada dalam genggamanya bergetar kembali.
Dengan nama pemanggil yang masih sama dengan
sebelumnya.
Apa yang harus ia lakukan ?? Mengangkatnya atau
membiarkannya ??
Karena
dia ingin tahu apa yang terjadi, Mario menekan tombol hijau kemudian
mendekatkannya ke telinga.
“Ify, kamu bener-bener anak kurang ajar.
Berani-beraninya kamu gak ngangkat telepon saya tadi, habis darimana hem ??
Kamu jangan main main sama saya Ify.”
Mario
hanya diam mendengarkan apa yang diucapkan oleh si pemanggil. Tetapi sesaat
setelah mendengarkan kalimat itu, dia mengepalkan tangan kirinya yang tidak
memegang handphone. Berani sekali dia membentak wanitanya. Tetapi sesaat dia
juga tersadar jika si pemanggil dengan nama ‘Bunda’ di layar juga menyebut
Alyssa dengan Ify. Siapa Ify ??
“Saya sudah mendengar penjelasan dari Bos kamu. Keluar
?? Apa yang ada dalam pikiran kamu ?? Darimana kamu dapet uang kalau kamu
keluar Ify ??”
Mario
hanya mengurut pelipisnya yang terasa menjadi sangat pegal disana. Kepalanya
berputar membuatnya pusing. Sebenarnya si pemanggil salah sambung atau
bagaimana ?? Sudah jelas jika si pemilik handphone bernama Alyssa. Mengapa
sedari tadi dia menyebut nama Ify disana ?? Lalu Bos ?? Apa maksudnya ?? Batin
Mario menyuarakan banyak pertanyaan yang membuatnya pusing sendiri.
“Malam ini, kamu harus mengirim uang kepada saya.
Harus. Dan saya tidak menolak penolakan kamu. Atau 1 nyawa menghilang.”
Desisan
terakhir disertai dengan panggilan yang ditutup oleh si pemanggil di seberang
sana. Mario meletakkan handphone’nya lemas di atas meja. Jadi apa maksudnya ini
semua ?? Mario benar-benar butuh penjelasan sekarang. Tetapi bagaimana dia
menanyakannya kepada Alyssa ??
“Mario.”
Mario
mengangkat wajahnya mendengar sapaan lembut yang selalu hadir dalam hidupnya
akhir akhir ini. Dia menatap wajah Alyssa yang nampak terkejut melihat
handphone milik wanita itu sedang berada dalam genggamannya. Dia merasakan
Alyssa yang merebut handphone’nya secara kasar dari tangannya. Tetapi Mario
masih belum mau merespon semuanya. Dia masih terlalu bingung.
“Apa yang loe lakuin sama handphone gue Mario. Jawab.”
Teriak Alyssa, wanita ini merasa marah karena laki-laki dihadapannya merebut
privacy’nya.
Mario
tersadar kemudian menundukkan wajahnya. Memikirkan bagaimana cara dia
mengungkapkan kepada Alyssa. Dan Alyssa menatap Mario dengan mata indahnya yang
sudah nampak berkaca kaca. Dengan cepat, dia mengutak atik handphone’nya. Dan
matanya membelalak melihat 1 panggilan yang dijawab beberapa menit yang lalu.
Dia menatap Mario dengan mata berkaca-kaca. Kemudian dengan cepat dia keluar
menuju ke ruang depan dimana tasnya berada disana dan bersiap pulang.
Mario
yang tersadar segera berlari kemudian menahan wanita itu dan memeluknya secara
paksa. Dia bisa mendengar tangisan wanitanya walaupun wajah Alyssa terendam
didadanya. Dia hanya bisa mengusap usap punggung dan rambut wanita itu untuk
menenangkannya. Semua ini terlalu cepat. Dia tidak bisa berpikir secara
rasional sekarang. Yang ada di pikirannya, dia harus menenangkan wanita itu.
karena pasti, Alyssa sedang dalam masa kalutnya sekarang.
Setelah
tangisan wanitanya berhenti, Mario melepaskannya kemudian menjajarkan tinggi
mereka sehingga wajah keduanya sekarang benar-benar berhadapan. Tangannya
terangkat mengusap air mata yang masih membekas di wajah cantik Alyssa.
“Gue mohon tetap disini. Gue tahu loe belum bisa
cerita sama gue tentang semuanya. Gue akan nunggu saat loe siap buat cerita
Lys.”
Alyssa
menggelengkan kepalanya dengan mata yang berkaca kaca lagi. Dia menghapus kasar
air matanya yang berhasil menetes kemudian menatap Mario tajam. Dia sedang
tidak ingin bersama siapa-siapa sekarang.
“Gue mau pulang.” Ucap Alyssa yang membuat Mario
mendesah kecewa.
Dia
hanya mengangguk dan bersiap untuk mengambil kunci mobilnya tetapi tangannya
ditahan oleh Alyssa.
“Gue pulang sendiri.”
“Enggak, gue akan anterin loe pulang selamat sampai
rumah.”
“Mario, please.” Ujar Alyssa lemah, menatapnya dengan
penuh permohonan.
Mario
mendesah keras kemudian mengusap wajahnya kasar. Dia menatap wajah Alyssa
kembali yang sekarang sedang menundukkan wajahnya.
“Loe harus janji sama gue loe akan baik-baik aja.
Telepon gue selalu. Dan harus minta bantuan gue kalau loe butuh bantuan.”
Alyssa
tidak merespon ucapannya. Mario mengangkat dagu wanita itu kemudian mendekatnya
wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir wanita itu. Dengan mata tertutup,
berusaha meresapi semua yang baru saja terjadi. Alyssa meneteskan air matanya
kembali saat dirasakan laki-laki itu menciumnya dalam keadaan mata yang
tertutup. Kemudian, dia ikut menutup matanya.
Mereka
masih berada di posisi seperti itu. Hingga Mario benar-benar mendekatkan
wajahnya lebih dekat lagi dan mencium wanita itu dengan lebih berani. Pria itu
melumat bibir Alyssa dan memperdalam ciumannya. Perlahan, tangan Alyssa
terangkat kemudian mengalungkannya di leher Mario. Ikut meresapi ciuman pria
itu yang baginya adalah penyemangat hidupnya.
*********
Gabriel berjalan
dengan pelan seraya melirik kanan kirinya memasuki gedung besar yang sudah sah
menjadi miliknya. Dia mengernyit karena tidak menemukan salah satu objek yang
sedari tadi dicarinya. Merasa aneh, pria itu menggeleng gelengkan kepalanya
pelan kemudian meneruskan langkahnya menuju lift untuk sampai di ruangannya di
lantaii atas.
“Selamat pagi Pak Gabriel.” Sapa salah seorang
karyawati.
“Pagi.” Jawab Gabriel datar seraya berjalan menuju
kearah lift dan memasukinya.
Gabriel
menekan tombol 4, kemudian lift berjalan pelan. Pria itu menghembuskan nafasnya
frustasi saat pintu lift sudah terbuka. Buat apa dia kemari ?? Ah, dia bisa
menggunakan jabatannya untuk alasannya nanti.
“Selamat pagi Pak Gabriel. Mohon maaf sebelumnya,
tetapi ada apa Bapak kemari ??” Tanya seorang bagian recepcionist disana.
Memang, di kantor Gabriel, setiap lantai pasti ada bagian recepcionist’nya.
Jadi, tidak jarang tamu yang tidak berkepentingan harus merasakan yang namanya
ditolak oleh bagian itu.
“Hanya ingin melihat lihat secara langsung saja.”
“Baik Pak, silahkan.” Karyawati itu mengekor di
belakang direkturnya itu. Dia hanya mengikuti semua perintah atasanya itu,
karena jika dia menolak barang sekali saja, sudah pasti pekerjaannya sekarang
akan menghilang begitu saja.
“Semuanya lancar ?? Gak ada kendala apapun ??”
“Lancar Pak. Dan tidak ada kendala apapun. Semuanya
baik-baik saja.” Jawab Karyawati itu sopan. Tidak biasanya atasanya ini ingin
mengetahui secara langsung kinerja karyawannya.
Gabriel
memberhentikan langkahnya. Dia menatap 1 objek yang sedari tadi dicarinya tanpa
sadar. Ashilla. Wanita itu sedang duduk di bangkunya dengan wajah tidak
semangat. Memang, wanita itu sedang bekerja sekarang. Tetapi dilihat dari wajahnya,
itu sudah membuktikan bahwa wanita itu sedang tidak dalam mood yang baik.
“Ehem. Mohon perhatiannya. Pak Gabriel sedang ingin
memeriksa kinerja kita semua secara langsung. Mohon bantuannya.”
Sesaat
setelah suara karyawati itu, seluruh karyawan yang berada disana mengalihkan
pandangan mereka pada Gabriel yang masih berdiri di dekat dengan ruangan
mereka. Dengan kompak mereka membungkukan badanya tanda hormat. Gabriel terus
melihat kearah Shilla yang sama sekali tidak melihat kearahnya.
“Silahkan bekerja kembali.” Perintah Gabriel dengan
datar.
Mereka
mengangguk kemudian meneruskan pekerjaan mereka. Termasuk Shilla. Wanita itu
masih tidak ingin melihat kearah atasanya. Gabriel berjalan memutar dari meja
satu ke meja yang lain. Mengamati, tetapi pikirannya hanya bisa fokus pada
wanita yang berada di seberang sana. Dan setelah berada di hadapan meja Shilla,
Gabriel berhenti.
“Kamu tidak bisa untuk lebih menghormati saya ??”
Desis Gabriel.
Shilla mengangkat kepalanya menatap atasanya itu.
“Mohon maaf Pak, tetapi apa salah saya ??”
“Kamu mengabaikan saya Ashilla. Tidak seharusnya sikap
seorang karyawan seperti itu kepada atasanya.”
“Maafkan saya pak.”
Gabriel
masih menatap wanita di hadapannya yang sekarang sudah menundukkan wajahnya
kembali. Dia bisa melihat kedua tangan perempuan itu meremas satu sama lain.
“Kamu dapat jatah lembur hari ini sebagai hukuman
kamu.”
Gabriel
langsung berjalan meninggalkan ruangan itu. Dia kembali berjalan menuju lift
untuk menuju ke ruangannya sendiri. Tangannya terkepal erat dan matanya
terpejam. Entah dia sadar atau tidak apa yang sudah ia lakukan pada Ashilla.
Sedangkan
Ashilla hanya menyembunyikan wajahnya pada lipatan kedua tangannya yang ia
taruh diatas meja kerja. Merasa malas jika harus berurusan selalu dengan atasanya
itu. Dia sudah merasa lelah dengan semuanya. Tetapi dia belum bisa berhenti
bekerja sekarang. Ada sesuatu hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.
Setelah itu, dia akan keluar dari nerakanya menurutnya.
**********
Alyssa
sedang duduk di atas meja makan di dalam tempat kos’nya yang selama ini ia
tinggali. Dan mungkin malam ini menjadi malam terakhir dia bermalam disana.
Karena mulai besok, Alyssa akan mencari apartement kecil saja untuk menjadi
tempat tinggalnya selanjutnya. Banyak alasan mengapa Alyssa akan pindah tempat
tinggal. Dan ini sudah menjadi keputusanya.
Alyssa menghembuskan
nafasnya secara frustasi. Dia baru menyadari satu hal sekarang. Mengenai
masalah Damanik Company. Entah bagaimana jika Gabriel atau pegawainya yang lain
mengetahui mengenai saham mereka yang sudah berada di tangan bosnya di markas.
Alyssa benar-benar melupakan hal itu.
Dan
mengenai hal ini, dia harus secepatnya keluar dari perusahaan itu. Jika bisa
mulai besok dia harus sudah memberikan surat pengunduran dirinya ke perusahaan
itu.
Bukan
hanya masalah Gabriel, masalah Rio juga salah satu alasanya. Mengenai panggilan
dari Bunda yang dijawab oleh Mario. Pasti laki-laki itu berpikiran yang
tidak-tidak mengenai dirinya. Tetapi memang benar, dia sedang tidak bisa untuk
menjelaskan semua itu kepada Mario. Belum bisa. Setidaknya tidak untuk saat
ini.
Jika
bukan karena seseorang yang sangat berharga untuknya yang masih berada di
tangan seseorang yang ia sebut Bunda itu, pasti Alyssa sudah tidak pernah
perduli dengan Ayah dan Bundanya itu. Tetapi seseorang yang berharga itu yang
membuatnya tidak bisa lepas dari cengkraman mereka.
Dia
ingin bisa menikmati hidup. Dia ingin bahagia bersama dengan orang yang
menyayanginya. Kapan Tuhan akan mendengar permohonanku ini ?? Gue Cuma ingin
bahagia di umur gue yang sudah hampir memasuki kepala tiga. Ingin menikah,
mempunyai anak dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Kapan hal
itu akan terjadi dalam kehidupannya ??
Alyssa
kembali dari lamunanya saat dirasanya ada getaran dari handphone’nya yang ia
letakkan di atas meja makan. Wanita cantik ini hanya meliriknya sekilas.
Kemudian menghela nafasnya kembali secara frustasi. Terpampang jelas nama Mario
disana. Dan Alyssa tidak berniat untuk menjawab panggilan tersebut.
Setelah
getarannya berhenti, Alyssa mengambil handphone’nya kemudian mengetik pesan
singkat untuk seseorang. Selanjutnya Alyssa langsung bersiap untuk pergi ke
suatu tempat yang baginya sangat menyenangkan untuk dirinya tempati. Karena
disana, Alyssa merasa tidak sendirian. Siapapun tidak akan ada yang bisa
berhentiin keinginan wanita cantik ini. Untuk Mario sekalipun. Karena Alyssa
akan pergi ke Melody’s Club.
*********
Gabriel
menyandarkan tubuhnya yang terasa sangat pegal karena melakukan pekerjaan
seharian ini yang tidak ada habisnya. Dia melirik jam tangannya sekilas
kemudian menghela nafas karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Seraya
membereskan pekerjaannya untuk dikerjakan lebih lanjut di apartement’nya nanti,
dia jadi teringat dengan wanita itu. Shilla. Seharian ini, wanita itu
benar-benar tidak ada dalam penglihatannya. Benar-benar menhilang dalam
penglihatannya.
Tetapi
mengingat hukuman yang ia berikan untuk wanita itu tentang waktu lemburnya. Dia
mempunyai kesempatan untuk kesana. Entah mengapa, Gabriel ingin melihat wanita
itu walaupun hanya sekilas.
Saat
di lift, Gabriel memikirkan 1 hal, entah mengapa dia menjadi merasa bersalah
kepada Shilla. Wanita itu sudah sering mendapat perlakuan yang tidak baik
darinya. Padahal, Shilla tidak pernah berbuat kesalahan fatal kepada dirinya
maupun pada pekerjaannya.
Gabriel
berhenti tepat di depan ruangan yang didalamnya beberapa ruangan milik
karyawannya. Matanya terfokus pada Shilla, satu-satunya orang yang berada
disana. Masih berkutat pada pekerjaannya tanpa memperdulikan waktu yang sudah
menunjukkan pukul 9 malam.
Gabriel
berjalan mendekat tanpa menimbulkan suara apapun. Setelah hampir dekat,
laki-laki ini bisa melihat dengan jelas wajah pucat wanita itu. Sangat pucat,
bibirnya juga kelihatan kering. Apa wanita itu sedang sakit ??
“Shilla.” Panggilnya dengan suara otoriternya seperti
biasa.
Shilla mendongak kemudian menundukkan wajahnya tanda
hormat kepada atasanya itu. “Selamat malam pak Gabriel.”
“Pekerjaannya belum selesai ??” Tanya Gabriel,
suaranya lebih lembut dari sebelumnya karena tidak tega juga melihat wajah
pucat wanita itu.
“Belum pak. Tapi saya janji akan meneruskan pekerjaan
saya hingga selesai sebelum pulang.”
“Beresin pekerjaan kamu. Kamu bisa melanjutkannya
besok pagi.”
Shilla
menatap Gabriel dengan pandangan tidak percaya. Tetapi kemudian dia langsung tersadar
dan menggumam “Baik pak, terima kasih”. Bisa dilihatnya Gabriel yang berjalan
menjauh dari ruangannya. Shilla bergegas merapikan pekerjaannya kembali untuk
dikerjakan keesokan harinya.
Dia
merasa tidak enak badan saat ini. Padahal tadi pagi dia merasa baik-baik saja.
Mungkin karena dia belum makan malam. Jadi tidak mempunyai tenaga untuk
melakukan apapun. Mungkin setelah ini, dia akan mencari makan terlebih dahulu
sebelum pulang ke rumahnya.
“Pak Gabriel.” Gumam Shilla saat sudah berjalan keluar
dan melihat Gabriel sedang duduk di salah satu sofa ruang tamu disana.
“Selama itukah hanya membereskan pekerjaan, Shilla ??”
Desis Gabriel.
“Maafkan saya Pak. Saya benar-benar tidak tahu jika
pak Gabriel sedang menunggu di luar. Bapak mengapa menunggu disini ?? Menunggu
siapa pak ??”
“Pura-pura bego lagi. Loe lah. Gila aja gue biarin
karyawati gue sendirian saat semua orang udah gak ada disini.”
Shilla
hanya diam. Gabriel mendesah kasar kemudian berjalan terlebih dahulu ke dalam
lift. Shilla masih berdiam diri di tempat semula membuat Gabriel gemas sendiri.
Dengan cepat dia kembali dan menarik tangan Shilla untuk masuk ke dalam lift
yang sama dengannya.
“Lain kali kalau kerja itu dipercepat Shilla.
Perusahaan ini tidak membutuhkan karyawan yang tidak bisa mengerjakan sesuatu
dengan cepat. Mengerti.”
“Mengerti Pak.”
Setelah
itu mereka diam, Shilla tidak berniat untuk membuka percakapan. Sedari tadi dia
hanya menundukkan wajahnya. Sedangkan Gabriel berkali-kali melirik wanita itu.
sepertinya memang benar, ada yang tidak beres dengan Shilla. Wajahnya
benar-benar pucat.
“Loe udah makan ??”
“Sudah pak.”
“Makan apa ?? Pagi ?? Gue nanya loe udah makan malem
apa belum ?? Bukan pagi atau siang.” Sentak Gabriel membuat Shilla berjengit
karena kaget.
“Maaf pak. Saya belum makan malam. Mungkin setelah ini
saya akan mencari makan malamnya.” Jawab Shilla lirih. Tubuhnya benar-benar
tidak bisa diajak bekerjasama. Dia hanya ingin istirahat saja, tidak ingin
membuat keributan dengan siapapun.
Gabriel
menarik tangan Shilla kembali setelah pintu lift terbuka. Dia terus menyeret
wanita itu kemudian mendudukan wanita itu di kursi di samping kemudi mobilnya.
“Pak, saya bisa pulang sendiri.”
Gabriel
hanya memberikan tatapan tajamnya kepada wanita itu yang membuat Shilla tidak
bisa berkutik. Mereka langsung membelah jalanan ibu kota dengan aksi saling
diam mereka. Entah mengapa Gabriel ingin melihat Shilla makan malam dan sampai
di rumah dengan selamat.
“Sebentar.”
Shilla
hanya melihat apa yang dilakukan oleh direkturnya itu. Gabriel memasuki sebuah
restaurant terkenal di ibu kota itu. Sudah lama Shilla ingin mencicipi makanan
disana, tetapi melihat daftar harganya yang tidak bisa di toleransi akhirnya
dia memilih untuk memakan makanan biasanya.
“Nih. Makan.” Ucap Gabriel datar seraya menaruh
bungkusan di atas paha Shilla. Shilla hanya menatap bingung dengan bungkusan
itu.
“Maksudnya pak ??”
“Itu buat loe, gue gak mau ada berita tentang
karyawati Damanik’s Company masuk rumah sakit gara-gara kelaparan. Gak elite
banget.”
“Terima kasih Pak.”
Gabriel
tidak perduli dengan ucapan wanita itu. Dia juga tidak mengerti mengapa dia
melakukan hal ini kepada Shilla. Menurutnya, ini bukan dia banget. Tetapi entah
mengapa, dia ingin melihat wanita itu baik-baik saja. Setidaknya, saat
bersamanya fisik wanita itu baik-baik saja. Walaupun hati atau organ dalamnya
merasakan sakit karena perlakuannya.
Membicarakan
masalah pekerjaan, dia jadi teringat dengan Mario dan Alyssa. Gabriel baru
mendapatkan kabar bahwa 2 orang itu sudah menjadi pasangan. Dalam artian, Mario
yang dicap dirinya sebagai musuh sudah menjadikan Alyssa sebagai kekasihnya.
Gabriel merasa bodoh, karena baru menyadari hal itu.
Dia
akan melakukan sesuatu dulu keesokan harinya. Hubungan Mario dan Alyssa pasti
berhubungan dengan kembalinya Alyssa ke perusahaannya. Dalam artian negatif.
Karena tidak mungkin jika mereka terlibat dalam pasangan kekasih, tetapi Ify
lebih memilih bekerja dengannya daripada kekasihnya sendiri. Ini pasti ada yang
tidak beres. Dan Gabriel akan menyelidikinnya esok hari.
Tekadnya
sudah bulat. Dia akan melibatkan wanita yang sekarang sedang duduk di
sampingnya dalam mobilnya. Untuk melancarkan rencananya, dia tidak akan
melakukan persekongkolan dengan Ashilla. Dia hanya ingin melibatkan wanita itu
saja. Tanpa Shilla tahu bahwa dia sudah dilibatkan.
Gabriel
memang merasa kejam dengan pemikirannya itu. Tetapi itu juga dia lakukan untuk
keberhasilan perusahaannya. Dia sangat mencintai pekerjaannya sekarang. Maka
dari itu, dia tidak ingin perusahaanya kenapa-kenapa. Ada satu saja karyawannya
yang melakukan pengkhianatan kepada perusahaannya, maka habislah dia.
Jika
itu Alyssa sekalipun, dia tidak akan mentolerir. Intinya, dia lebih mencintai
pekerjaannya daripada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Jika memang
dugaannya terbukti. Dia tidak akan segan-segan untuk membuat perhitungan yang
lebih kejam kepada si pelaku. Entah siapapun itu.
“Maafin gue Shill.” Gumam Gabriel sangat lirih seraya
menatap wanita itu yang sedang menatap ke luar jendela.
*********
Alhamdulilllah clear juga :D
Guys, gue minta maaf sekali lagi. bener bener gak ada
niat buat PHP'in kalian.
Maapin gue yak.
Jaringannya disini bener-bener lagi susah. Gak ada
kuota internet lagi. Ngenes -_-
Haha. yaudah, like and comment gue tunggu ;)
see you next time ;)