Apa kabar teman ?? ^_^
Setelah menghilang, gue nyediain oneshoot lagi buat kalian semua.
Simple sih, cuma moment RIFY aja, gue kangen sama moment mereka soalnya :D
Selingan aja guys, biar kalian gak lupa sama gue, haha.
HAPPY READING :*
UNTITLE
Seorang perempuan berlari dengan
kecepatan sedang membuat rambutnya yang di kuncir bergerak kesana kemari.
Senyum bahagia terlihat jelas karena kedua sudut bibirnya tertarik bersamaan.
Setelah sampai di tempat tujuan, dia memberhentikan laju larinya di belakang
seorang laki – laki yang entah sedang melakukan apa.
Ify – nama perempuan itu tersenyum
senang saat melihat apa yang sedang dikerjakan oleh laki – laki itu saat
dirinya mencoba mengintip dari atas bahu kanan laki – laki itu.
“Ehem.”
Laki – laki itu sontak membalikkan
tubuhnya saat dirasanya ada seseorang di belakangnya. Dia tersenyum saat
melihat orang yang mengganggunya berdiri tepat di belakangnya, perempuan cantik
lengkap senyum manisnya.'
“Kok disini ??
Ngapain ?? Bukannya kamu ada kelas hari ini ??”
Ify menghela nafas kesal kemudian
berjalan ke samping laki – laki itu, sontak laki – laki itu langsung menggeser
tubuhnya agar Ify bisa duduk di sebelahnya.
“Aku di hukum
lagi Rio.”
Laki – laki yang di sapa Rio itu
hanya mengernyitkan keningnya bingung. Dia masih menatap perempuan, masih tetap
menunggu kalimat yang sepertinya akan keluar lagi dari mulut Ify sebagai alasan
hukuman untuknya kali ini.
“Kali ini Angel
yang nyari masalah. Bukan aku. Aku gak ngerti kenapa dia sampai segitu bencinya
sama aku Cuma gara – gara aku pacaran sama kamu. Emangnya di dunia ini enggak
ada cowo lain lagi apa. Orang kamu udah punya aku, masih di kejar kejar aja
sama dia.”
Rio terdiam menatap perempuannya. Dia masih mengamati
wajah yang entah mengapa selalu cantik setiap ia pandang. Wajah yang sudah
beberapa hari ini jauh darinya karena perbedaan jadwal kuliah mereka setiap
harinya, juga kesibukkan keduanya yang selalu bertentangan jadwal.
“Kok diem ?? Kamu
suka sama Angel ??”
“Kapan aku pernah
bilang kalimat itu ?? Enggak usah nyari masalah Ify.” Ucap Rio seraya kembali
mengerjakan tugas di laptopnya. Sama sekali tidak memperdulikan Ify yang
sekarang sudah mendengus sebal karena ulahnya.
“Emangnya kamu
seneng di kejar kejar sama dia ??” Ucap Ify sebal.
“Sekarang aku
tanya, kamu cemburu ??”
Ify hanya menatap datar Rio yang
sekarang juga sedang menatapnya. Kemudian Ify memajukan bibirnya tanda kesal
seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Setelah gak
ketemu sekian lama, Cuma seperti ini kejutannya.”
“Kamu sendiri
yang enggak pernah punya waktu buat aku.”
“Kamu yang enggak
punya waktu buat aku. Kamu selalu lebih mementingkan jabatan kamu di kampus
daripada bantuin pacarnya buat tugas. Kamu lebih mementingkan jabatan kamu
daripada nemenin pacarnya yang lagi sendirian di rumah. Kamu yang ...”
“Terus disini aku
yang salah ??”
“Iya. Coba kalau
kamu lebih perhatian sama aku, aku gak akan sekesel ini sama kamu. Kamu itu
selalu duain aku dan menomor satukan jabatan kamu di kampus. Kamu selalu gitu.”
Ucap Ify dengan mata yang mulai berair. Hanya dengan sekali kedipan, pasti air
matanya akan lolos dengan sendirinya. Tapi sepertinya perempuan itu masih
menahannya, dia tidak ingin terlihat lemah.
“Terus mau kamu
apa ??”
Runtuh sudah kekuatan satu satunya yang dimiliki Ify. Air
matanya sudah lolos dari kedua matanya. Dia menatap Rio dengan pandangan
terluka. Dia mengepalkan kedua tangannya di sisi sisi tubuhnya. Berusaha agar
tidak berteriak di depan Rio untuk menghentikan ke acuhan laki – laki itu.
Dia hanya butuh diperhatikan, dia hanya butuh Rio
disisinya. Bukan hanya sekedar komunikasi jarak jauh yang sering mereka lakukan
akhir – akhir karena kesibukan mereka. Dia hanya butuh laki – laki itu. Hanya
Rio. Tapi mengapa laki – laki itu tidak pernah peka dengan perasaannya ??
“Jangan salahin
aku kalau aku lebih deket sama cowo lain dibandingkan sama kamu.” Teriak Ify
kemudian perempuan itu berlari sekuat tenaga menjauh dari tempat Rio seraya
mengusap kasar air matanya yang bertambah deras keluar dari matanya.
Sedangkan Rio hanya menatap punggung
kecil Ify yang semakin jauh diliat dari jarak pandangnya dengan perasaan
berkecamuk. Dia tidak tega melihat perempuan itu yang menangis seperti tadi.
Dia hanya tidak suka dengan sikap kekanak kanakkan Ify.
‘Jangan salahin aku kalau
aku lebih deket sama cowo lain dibandingkan sama kamu’. Rio teringat kalimat terakhir perempuan itu sebelum
perempuan itu pergi dengan air matanya tadi. Rio menundukkan wajahnya frustasi.
Dia harus bagaimana ?? Dia hanya tidak ingin Ify terus terusan bergantung
padanya. Dia hanya tidak ingin Ify terus terusan manja kepadanya.
Dia hanya ingin perempuan itu menjadi dewasa untuk masa
depannya juga. Belum tentu dia yang akan menjadi suami perempuan itu kelak.
Jadi dia tidak ingin membuat Ify salah dalam bersikap.
Jujur, dia sangat menyayangi Ify.
Dia sangat mencintai perempuan itu. Dan karena itulah dia tidak ingin Ify salah
dalam bersikap. Dia ingin Ify mandiri dan menjadi dewasa. Tapi mengapa sangat
sulit untuk mengubah perempuan itu ??
***********
Ify duduk terdiam di kelas
terakhirnya. Hari sudah semakin sore tapi perempuan itu tidak berniat
sedikitpun untuk berlalu darisana. Setelah ini, tidak ada mata kuliah lagi,
tapi entah mengapa dia sangat malas untuk pulang kerumah.
Perempuan itu tidak bisa melupakan pertengkaran
terhebatnya dengan Rio tadi. Mereka memang sering bertengkar, tetapi tidak
pernah sampai seperti ini. Yang membuat Ify tidak bisa fokus melakukan apapun
adalah karena laki – laki itu tidak mengejarnya untuk meminta maaf.
Ify menenggelamkan wajahnya di
lipatan tangannya di atas meja. Perempuan itu sangat tidak bisa mengerti apa
kemauan kekasihnya itu. Jujur saja, Ify sangat menyayangi dan mencintai laki –
laki itu. Tapi jika seperti ini terus, ucapan terakhirnya untuk Rio tadi
sebelum dia meninggalkan laki – laki itu bisa saja terjadi.
“Fy.”
Ify langsung mendongakan wajahnya
berharap orang yang tadi memanggilnya adalah orang yang sedari tadi
ditunggunya. Ify mendongak seraya tersenyum lebar tetapi hanya beberapa saat,
dia kembali memudarkan senyumnya. Dan kemudian tersenyum penuh paksa seraya
melihat kearah laki – laki di hadapannya sekarang.
“Kak Ray.”
“Kamu belum
pulang ??”
Ify menggeleng.
“Belum mau pulang kak. Kakak habis darimana ??”
“Habis ada urusan
sama dosen. Tadi aku lewat sini terus liat kamu sendirian di dalam kelas. Mau
pulang bareng sama aku Fy ??”
Ify menundukkan wajahnya sebentar
untuk berpikir, kemudian mendongakkan wajahnya dan mengangguk seraya tersenyum
lebar. Dia berdiri dari duduknya dan menggamit telapak tangan laki – laki itu
yang terulur kepadanya.
‘Biar dia tahu
rasanya cemburu tuh kek gimana, emangnya dia aja yang punya fans apa. Aku juga
punya.’ Batin Ify seraya tersenyum senang.
Mereka berjalan melewati koridor
demi koridor setiap fakultas. Banyak orang yang melihat mereka dengan tatapan
iri. Apalagi para perempuan. Ray adalah Gubernur kampusnya. Mana ada orang yang
tidak mengenal laki – laki itu. Apalagi Ray mempunyai wajah yang tampan dan
tubuh tinggi atletis. Menambal nilai plus untuk laki – laki itu.
Ify mengalihkan pandanganya kemudian
menemukan laki – laki yang masih berstatus sebagai kekasihnya sedang melihat
kearahnya. Ify tersenyum bangga karena bisa membuat laki – laki itu cemburu
dengan kedekatannya dengan kakak tingkatnya ini. Ify masih tersenyum seraya mengeratkan
pegangan tangan mereka dan berjalan tanpa menoleh ke laki – laki itu lagi.
‘Aku yakin,
sebentar lagi kamu pasti minta maaf sama aku. Mohon sama aku supaya aku gak
boleh deket deket sama cowo lain lagi selain kamu.’ Batin Ify bangga.
Sedangkan Rio hanya bisa tersenyum
tipis melihat adegan itu. Dia menekan dadanya dengan kuat untuk meredakan rasa
sakitnya kemudian sibuk kembali dengan tugasnya menempelkan kertas kertas pada
mading. Berusaha untuk melupakan peristiwa yang membuat hatinya sakit.
***********
Rio terdiam dengan pandangan kosong
kearah jendela. Pandangannya hanya lurus tapi dengan pikiran yang kosong. Entah
apa yang sudah terjadi dalam hidupnya. Dia tidak mengerti dengan semuanya.
“Rio, kamu harus
mau menandatangani kertas ini Biar ayahmu bisa bebas. Kalau kamu Cuma berdiam
diri disitu, tidak akan menyelesaikan masalah.”
Rio membalikkan badannya kemudian
menghadap ke wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Wanita yang sudah
merawatnya sedari kecil, wanita yang selalu menjaganya. Dan semua itu sekarang
hanya sia – sia, hanya dalam khayalan Rio saja. Tidak mungkin terjadi. Karena
wanita di hadapannya ini bukanlah ibu kandungnya yang dulu dikenalnya, Ibu
kandungnya yang dulu sudah mati, sekarang hanya ada wanita berhati jahat di hadapannya.
“Saya tidak
mengerti mengapa anda melakukan ini kepada saya.”
“Itu salah kamu
Rio. Kamu yang tidak memilih ibu dari awal, kamu lebih memilih tinggal bersama
ayahmu di rumah ini. Dan ayahmu yang bodoh itu sudah menyerahkan seluruh
hartanya untuk ibu dengan barang bukti ini. Termasuk rumah ini dan barang
barang di dalamnya. Ibu masih memberi kamu kesempatan kali ini, kamu mau tetap
tinggal dengan ayahmu di rumah kecil itu atau tinggal sama ibu dengan kemewahan
yang selalu kamu dapet setiap harinya.”
“Sampai kapanpun,
Rio akan tetap tinggal bersama ayah daripada tinggal dengan wanita berhati
iblis seperti anda.”
Dengan gerakan cepat, Rio merebut
stopmap yang berada di tangan wanita itu kemudian membukanya dengan tergesa dan
langsung menandatanganinya. Kemudian kembali menyerahkan dengan kasar ke tangan
wanita itu lagi. Rio menatap Ibunya sebentar sebelum berujar.
“Sampai kapanpun
Rio akan tetap menganggap ibu sebagai ibu Rio. Tapi sampai kapanpun, Rio tidak
akan menganggap ibu sebagai satu satunya orang yang wajib Rio hormati. Karena
ibu enggak pantas dihormati.”
Rio berjalan keluar kamar dengan
tergesa gesa. Dia menuruni tangga rumahnya dengan perasaan yang berkecamuk. Dia
masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan untuk mengantarkannya ke tempat
ayahnya.
Rio mengusap wajahnya kasar, mengapa
hidupnya menjadi seperti ini ?? Mengapa dia bisa mengalami peristiwa seperti
ini ??
Dering ponselnya mengganggu
konsentrasi laki – laki itu. Dia mengambil ponselnya di saku belakangnya
kemudian tercengang melihat nama seseorang yang meneleponnya. Dengan berat
hati, Rio menekan tombol hijau kemudian mendekatkan ke telinga kananya.
“Halo.”
*************
Ify berjalan kesana kemari di
kamarnya. Tangan kirinya ia letakkan di pinggang kirinya dan tangan kananya
memegang ponselnya yang sedari tadi hanya diputar putar saja di tangannya. Dia
mendengus kesal melihat tidak ada tanda tanda adanya panggilan dari kekasihnya.
“Setelah apa yang
gue perlihatkan tadi, dia sama sekali gak peka. Rio, aku kesel banget sama
kamu. Kenapa kamu belum telepon juga sih.”
“Oh, sepertinya
kamu mau main main sama aku. Jangan salahin aku kalau aku nantinya bertambah
deket sama kak Ray. Jangan salahin aku kalau aku gak punya rasa lagi sama kamu,
jangan salahin aku kalau aku sampe jatuh cinta sama kak Ray.”
Dengan kesal, Ify membanting
ponselnya di atas kasur. Kemudian perempuan itu mengacak acak rambutnya
frustasi. Dengan gerakan cepat, dia mengambil ponselnya dan menekan tombol 2
yang langsung melakukan panggilan dengan laki – laki itu yang sedari tadi ada
dalam pikirannya.
“Halo.”
Ify terdiam mendengar suara laki –
laki itu. Suaranya sangat berbeda dari biasanya. Tidak biasanya suara Rio
rendah seperti ini. Apa terjadi sesuatu dengan lelaki itu. Ah, ify langsung
menepis pikiran itu. Yang sekarang harus dilakukannya adalah memarahi pemuda
itu habis habisan.
“Udah lupa sama
aku sekarang ??”
Ify bisa mendengar helaan nafas
panjang dari laki – laki itu. Perempuan itu mengernyitkan dahinya bingung.
Tidak biasanya Rio diam seperti ini. Biasanya laki – laki itu langsung
mengomelinya karena menjawab telepon tanpa memberi salam terlebih dahulu.
“Maksud kamu apa
tadi di kampus ?? Mau bikin rumor baru ??” Ucap Rio skiptis.
“Kalimat aku gak
main main kan ?? Terus kenapa kamu masih santai aja ?? Minta maaf kek, apa kek,
biar aku ngerasa seneng. Tapi malah diem aja. Gilirin di telepon, bukannya aku
yang marah malah kamu yang marah.”
“Kamu jangan
bikin aku tambah pusing Fy. Rumor aku sama Angel aja belum kelar. Kamu tambahin
sama Ray ada apa. Kamu tahu, berita kita putus beneran udah tersebar ke seluruh
penjuru kampus tahu nggak.”
“Kamu sendiri
yang salah.”
“Kamu kapan
dewasanya sih Fy ?? Udah kuliah kamu, bukan anak SMA lagi. Masa masalah begitu
aja di perpanjang. Pake balas dendam ada apa lagi. Kamu sebenernya mau apa
sih.”
“Aku mau kamu.
Bukan sekedar sms atau telepon dari kamu.” Ify menghela nafasnya pelan. “Aku
bersabar banget nunggu kamu peka. Tapi susah kalau gak dibilangin. Disaat aku
sendirian, kamu menghilang, disaat aku butuh semangat kamu, kamu malah pura –
pura gak inget aku. Kamu bisa rasain jadi aku kan.”
“Bukan Cuma aku
yang gak peka. Kamu juga. Kapan kamu bisa ngertiin posisi aku di kampus. Kapan
kamu tahu masalah aku. Kamu gak pernah tahu itu kan, lebih tepatnya gak mau
tahu.”
“Sekarang aku
tunggu kamu dirumah. 1 jam dari sekarang. Kalau kamu gak dateng, kita putus.”
KLIK.
Ify langsung melempar ponselnya ke
atas kasur. Air matanya langsung tumpah begitu saja. Tubuhnya ia banting di
atas tempat tidurnya. Telungkup. Wajahnya ia sembunyikan di atas bantal hello
kity’nya.
*********
Ify terbangun dari tidurnya. Matanya
mengerjap berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya terang dari kamarnya.
Perempuan ini ketiduran setelah menumpahkan semua air matanya. Ify berusaha
untuk duduk, tapi tiba – tiba matanya berkunang kunang. Dengan sekuat tenaga,
dia mengatur bantal di kepala ranjang untuk dijadikan sandaran olehnya.
“Panas.”
Ify mengerucutkan bibirnya kesal.
Selalu seperti ini. Setelah menangis, pasti di saat bangun sakit. Walaupun Cuma
demam, tetap saja rasanya tidak enak.
“Gue ketiduran
berapa lama ?? Rio beneran gak dateng kesini ?? Dia beneran mau putus sama gue
??”
“Bibiiiiiiii.”
Teriak Ify masih dalam posisi bersandar pada ranjang.
“Bibi. Kekamar
Ify sebentar.” Teriaknya lagi.
“Berisik Ify.
Sejak kapan kamu gak sopan sama orang tua.”
Ify mengernyitkan dahinya.
Sepertinya tadi dia mendengar suara Rio. Tapi dia ada dimana ?? Gak mungkin dia
disini kan ??
“Otak gue kek’nya
gak beres nih gara – gara Rio. Apa karena gue terlalu cinta sama dia, nyampe
suaranya aja kek deket banget sama gue.” Gumam Ify.
“Ehem.”
Ify benar benar tidak percaya. Dia
langsung mengalihkan tatapannya ke penjuru kamar. Dan matanya terbelalak begitu
melihat orang yang sedari tadi ada di pikirannya sedang duduk di atas sofa di
pojok kamarnya dengan tatapan tajamnya. Ify langsung membuang muka saat
teringat dengan ancamanya.
“Kamu gak nanya
aku disini sejak kapan ??”
“Enggak penting.
Paling juga baru dateng.” Jawab Ify yang masih menjaga gengsinya.
Ify bisa merasakan kalau sekarang Rio
sedang berjalan mendekat kearahnya. Dia masih mempertahankan harga dirinya.
Enak aja kalau sampe memaafkan Rio begitu aja. Biarin aja sekarang Rio yang
mohon - mohon minta maaf. Batin Ify.
“Kalau kamu gak
mau ngeliat aku. Aku beneran pulang.”
“Yaudah pulang
aja sana.” Ujar Ify ketus. Kedua tangannya dilipat depan dadanya.
“Oke. Dengan
senang hati.”
Ify mengerucutkan bibirnya sebal.
Dia benar - benar melihat Rio yang sedang berjalan keluar kamarnya tanpa
menengok kembali kearahnya.
“Jadi kamu
beneran mau kita putus ??” Tanya Ify cepat. Laki – laki itu berhenti melangkah
dan membalikkan tubuhnya menghadap kearah Ify. Kedua tangannya masuk ke dalam
saku celananya. Cool. Kalau tidak ingat mereka sedang marahan, pasti Ify
langsung berlari menghambur ke pelukan laki – laki itu.
“Keras kepala.
Udah tiduran. Lagi sakit masih aja nyebelin.”
“Siapa yang sakit
?? Kamu kali yang sakit. Otak kamu yang kegeser. Gara – gara pacaran sama buku
terus makanya otaknya geser.”
Rio berjalan mendekat dan duduk di
tepi tempat tidur Ify. Dia memaksa perempuan itu supaya mau tiduran kembali.
Tapi dasar Ify’nya yang tidak mau kalah, makanya dia masih bertahan di posisi
yang sama.
“Denger, aku
dateng 10 menit setelah kamu matiin teleponnya sepihak. Bukannya di tungguin,
malah kamunya tidur. Bisa bayangin kan aku disini berapa lama.”
“Enggak percaya.”
“Kalau kamu gak
percaya, itu artinya kamu yang mau putus sama aku. Yaudah sih enggak apa – apa
kalau mau putus. Yang mau jadi pacar aku juga banyak di luar sana.”
“Berani ??”
Rio hanya tertawa pelan seraya
mengacak acak rambut panjang Ify. Perempuan itu masih mengerucutkan bibirnya
sebal membuat Rio memajukan wajahnya dan mencium tepat di bibir Ify sekilas dan
berlanjut ke kening Ify.
“Udah sini
tiduran. Biar aku kompres kening kamu supaya panasnya turun.”
“Enggak.”
Rio menatap tajam kearah Ify. Tapi perempuan itu masih
dalam posisi yang sama, sama sekali tidak merespon ucapan Rio. Dengan senang
hati, Rio bangkit dari posisi duduknya di ranjang Ify. Dia berdiri tepat di
depan perempuannya dengan kedua tangan yang kembali tenggelam di saku
celananya.
Rio mengangguk
angguk. “Tadi Angel ngajak ketemuan deh kayaknya. Aku pergi dulu ya Fy, semoga
cepet sembuh.”
Dan tanpa perasaan Rio membalikkan tubuhnya berniat
keluar dari kamar Ify. Dia menghitung mundur dari angka 3. Rio mulai menghitung
dan benar saja, dia berhenti berjalan karena merasakan pelukan hangat yang ia
yakini berasal dari Ify.
“Gak boleh kemana
mana. Aku gak ngijinin kamu buat ketemuan sama Angel.”
Rio membalikkan tubuhnya seraya
terkekeh pelan, kemudian menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.
“And then ??”
“Iya iya, aku
minta maaf. Sifat aku kekanak kanakkan. Aku salah. Maafin aku.”
“Janji gak akan
ngelakuin hal yang sama lagi ??”
Perempuan itu hanya mengangguk
anggukan kepalanya dalam dekapan Rio. Rio tersenyum senang. Seenggaknya dia
bisa melupakan masalah orang tuanya sebentar. Tidak masalah jika ibunya berniat
untuk meninggalkannya. Yang terpenting, perempuan di dalam dekapannya saat ini
tidak akan melakukan hal yang sama.
***********