LINK SEBELUMNYA => http://indahnuramalia6.blogspot.com/2014/04/benci-jadi-cinta-part-11-yoshill_5459.html
HAPPY READING ALL !!!
BENCI JADI CINTA
PART 12
As the time goes by, I miss you so much.
I want to make you feel, that I love you until the day I die.
And I promise, that I won’t make you cry.
Because, I will make you smile forever and ever.
***********
Seorang gadis
sedang berada di sebuah halte sekarang. Kepalanya sibuk menatap hujan yang
turun membasahi bumi dengan hebatnya. Disertai dengan angin kencang yang
membuat siapa saja menggigil hanya dalam waktu beberapa saat.
Shilla – gadis
yang berada di halte sekarang – menggosok gosokkan kedua tangannya. Berusaha
untuk menghangatkan tubuhnya saat ini. Entah mengapa cuaca sedang tidak
bersahabat dengannya.
Hari ini hari
minggu, dan seperti sekolah pada umumnya, sekolah gadis ini juga libur. Jadi,
shilla bisa bersantai sedikit dengan membebaskan otaknya dari pelajaran
pelajaran yang membuat otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya.
“Nih hujan kapan selesainya yah. Gak mungkin gue terjebak di
tempat ini terus. Mana handphone ketinggalan lagi.” Gerutu Shilla seraya duduk
di sebuah bangku yang sudah tersedia disana.
Shilla merutuki
dirinya saat keluar dari rumah tadi. Sang mama sudah memperingatkan untuk
membawa sebuah payung, tapi Shilla tetap saja tidak mau membawanya dikarenakan
payungnya akan membuatnya repot. Dan sekarang Shilla menjadi tahu, jika
perkataan orang tua itu tidak ada yang salah.
Beberapa saat
kemudian, sebuah mobil berhenti di depan halte. Shilla langsung membelalakan
matanya begitu melihatnya. Dilihatnya ke kiri dan kanan. Gawat !! tidak ada
siapapun disini. Apa orang yang berada di dalam mobil itu berniat untuk
menculiknya ?? Atau berniat mengganggu Shilla ?? atau jangan jangan …
Shilla
menggelangkan kepalanya berusaha untuk membuang semua pikiran negatifnya.
Sebelum pemikiran negatifnya terjadi, gadis ini harus lebih dulu melakukan
sesuatu. Dan dengan secepat kilat, Shilla berlari menembus hujan yang masih
turun dengan derasnya.
Sedangkan seorang
pemuda di dalam mobil hanya membelalakan matanya, melihat seorang gadis yang
berlari menembus hujan dengan pakian yang tidak bisa melindungi tubuh gadis itu
dari hawa dingin yang menyerang kulit gadis itu yang terbuka. Dengan gerakan cepat,
pemuda ini langsung turun dan berlari mengejar gadis itu.
“SHILLA.” Teriaknya sangat keras. Tapi sayangnya suara hujan tidak
bisa tertandingi oleh suaranya. Dan benar saja, gadis itu terus berlari
menghindarinya.
“Shilla berhenti. Ini Gue.” Lanjutnya dengan mempercepat langkah
untuk berlari.
HAP.
Dengan gerakan
cepat, pemuda itu langsung memeluk Shilla dengan eratnya supaya gadis itu
berhenti berlari. Dengan paksa. Pemuda itu membawa Shilla menuju ke tempat yang
bisa melindungi tubuh mereka berdua yang sudah basah kuyup.
“Hey. Ini gue Debo.” Ucap pemuda itu yang ternyata Debo. Shilla
yang sedari tadi memberontak akhirnya diam begitu mendengar seseorang yang ia
kenali.
Shilla menatap
pemuda itu dengan tatapan sebal kemudian memukul tubuh pemuda itu dengan
membabi buta. Debo sampai susah untuk menghentikan aksi gadis itu yang bisa
saja membuat tubuhnya membiru akibat kekerasan yang dibuat Shilla.
“Ini semua gara gara loe. Gue jadi basah kan.” Ucap Shilla kesal.
“Kok gara – gara gue ?? Jelas lah ini semua salah loe, gara gara
loe, baju gue jadi basah banget kaya gini.” Protes Debo seraya mengibas
ngibaskan rambutnya yang basah. Shilla juga berusaha mengeringkan bajunya.
“Sorry deh kak. Kita berdua sama sama salah.”
“lagian ngapain loe lari sih. Kaya ngelihat hantu aja.”
“Bukan hantu, tapi penculik. Gue kirain loe penculik bayaran.
Terus ntar korbannya di jual ke luar negeri. Ish ngeri.” Gidik Shilla membuat
pemuda itu gemas. Dengan pelan, diacak acaknya rambut Shilla yang basah.
“Masih dingin Shill ??” Tanya Debo sambil terkekeh pelan.
“Iyalah. Loe fikir ini angin apa ?? Gak ada yang bisa melawat
angin hujan tahu. Dinginnya hujan itu bisa bikin orang masuk rumah sakit.”
“Lebay.”
Shilla hanya
tersenyum tipis. Kemudian sibuk dengan kegiatannya sendiri. Begitupun juga
dengan pemuda itu. Shilla menatap Debo dengan perasaan yang tidak bisa
diartikan.
“Apa gue harus bilang sekarang yah.” Gumam Shilla. Beberapa detik
kemudian, gadis itu terlihat mengangguk anggukan kepalanya.
“Kak.” Panggil Shilla lembut.
“Kenapa Shill ??” Tanya Debo seraya tersenyum manis.
“Em gini kak. Gue mau akhirin sandiwara kita. Makasih banget
karena kak Debo udah mau ngebantuin Shilla. Makasih kak Debo udah berusaha
ngeluangin waktunya buat ngebantuin Shilla, bikin kak Rio cemburu.”
Debo menatap
gadis itu dengan seksama. Ada gak relanya saat Shilla bilang begitu. Karena
nyatanya pemuda ini sudah menyimpan rasa suka bahkan cinta kepada Shilla. Tapi
sekarang, gadis itu malah memutuskan untuk berhenti mengakhirinya.
“Shill, loe harus tahu. Dari dulu, saat kita masih duduk di bangku
SMP. Gue udah lebih dulu suka sama loe. Udah lebih dulu cinta sama loe. Tapi
gue gak pernah punya keberanian buat bilang ke loe.”
Shilla tidak
membalasnya. Dia hanya diam seraya menundukkan kepalanya. Dia tahu akan hal
ini. Tapi Shilla tidak pernah mau mengingatnya.
“Dan sekarang gue berani Shill. Karena sampai saat ini pun gue
masih sangat cinta sama loe. Apa gue salah. Kalau gue ingin milikin loe saat
ini.” Lanjutnya dengan nada yang pelan. Membuat Shilla merasa bersalah.
“Tapi kak. Kakak kan tahu kalau Shilla suka sama kak Rio.”
“Gue dari dulu cinta sama loe Shill. Sedangkan Rio ?? Dia hanya
anak kemarin sore yang baru ketemu loe. Apa loe gak bisa ngasih gue kesempatan
???”
“Maaf kak. Tapi gue gak pernah bisa buat mencintai kakak.” Jawab
Shilla pelan.
“Please Shill. Beri gue kesempatan buat mengajari loe bagaimana
cara mencintai gue. Gue yakin, loe pasti bisa mencintai gue.”
Shilla menggeleng
gelengkan kepalanya. Air matanya tanpa disuruh pun sudah turun dengan membentuk
anak sungai di kedua pipinya. Dia tidak mengerti mengapa semuanya menjadi
seperti ini. Disaat dia mulai bisa bersatu dengan Rio. Mengapa ada saja masalah
yang membuatnya menjadi rumit seperti ini ??
“Maaf kak. Shilla permisi.” Ucap Shilla seraya berlari menembus
hujan untuk mencari kendaraan yang bisa mengantarkannya ke rumahnya.
Debo hanya diam
seraya menatap gadis itu yang berlari menjauhinya. Pemuda ini sangat tidak
terima dengan aksi penolakan gadis itu walaupun dengan tidak terang terangan,
tapi pemuda ini cukup tahu dengan sikap Shilla yang langsung pergi untuk
menghindarinya.
“Suatu saat nanti, gue akan bisa membuat loe mencintai gue
Shilla.”
**********
Rio sedang
latihan basket di sekolahnya sekarang. Entah mengapa tim’nya mendapat amanat dari
sekolah untuk mengikuti pertandingan melawan sekolah lain. Dan karena itulah.
Di hari libur seperti ini, dia harus berangkat untuk latihan.
Karena hujan yang
turun membasahi bumi, maka latihannya pun diadakan di lapangan indoor. Tapi
hati pemuda itu benar – benar tidak tenang. Sedari tadi, gadis itu tidak
mengirimkan pesan singkat padanya. Rio sudah berusaha untuk menghubungi gadis
itu tapi hanya diabaikan oleh Shilla.
“Bro, Safa tuh ngelihatin loe mulu dari tadi. Dengan mata berbinar
binar penuh cinta.” Ucap Cakka dengan terkekeh pelan.
“Lebay loe.” Sahut Rio. Kemudian menatap Safa. Dan benar saja.
Gadis itu sedang tersenyum begitu manis seraya menatapnya dengan mata yang
berbinar.
“Loe parah banget bro. Masa loe mengabaikan cewe secantik Safa.
Dia bela belain dateng kesini bersama dengan genk’nya yang super duper seksi
itu. Buat ngelihatin loe main basket bro. Kayaknya tuh cewe udah kecanduan loe
deh.”
“Hati gue Cuma buat Shilla.” Jawab Rio cuek. Kemudian mendribble
bolanya dan kembali sibuk dengan benda orange itu. Mengabaikan Cakka yang
sekarang sedang sibuk tebar pesona.
Sedangkan di
pinggir lapangan, tepatnya di bangku penonton. Safa masih asyik melihat Rio
yang sedang sibuk dengan benda orange’nya. Entah mengapa, pemuda itu jauh lebih
ganteng dari yang dulu. Dan entah mengapa, Rio sangat menarik di matanya.
Membuat Safa sangat terobsesi untuk memiliki pemuda itu.
“Loe yakin bisa mendapatkan Rio ?? Rio kan cinta banget sama
Shilla.” Ucap salah satu teman satu genk’nya – Angel.”
“Gue punya cara sendiri buat bikin tuh cewe menyingkir dari Rio.
Loe lihat aja nanti. Rio bakalan jadi milik gue.” Ucap Safa penuh tekad.
Sedangkan teman temannya yang lain hanya menggeleng gelengkan kepalanya
prihatin.
“Loe terlalu terobsesi sama keinginan loe itu Fa. Loe harus inget,
loe Cuma kagum sama Rio.” Ucap Zahra.
“Kagum ?? Gue cinta sama dia. Udah deh. Mendingan loe semua diem
aja. Loe bertiga hanya harus mengikuti jalan cerita gue aja.” Ucap Safa karena
kesal.
Ketiga sahabatnya
yang lain langsung diam karena tidak ingin membuat leader mereka menjadi
semakin marah. Safa kembali sibuk menatap Rio dengan penuh minat. Gadis ini
sudah menyusun cara cara di otaknya untuk membuat Rio menjadi miliknya seorang.
“Loe akan jadi milik gue Rio.”
************
Sepulangnya dari
latihan basket, Rio sempatkan untuk berkunjung ke rumah Shilla. Karena sampai
sekarang pun gadis itu masih belum menghubunginnya. Bahkan pesan singkat yang
ia kirimkan kepada gadis itu pun belum dibalasnya sampai sekarang. Dia hanya
ingin memastikan gadis itu baik baik saja.
Rio tersenyum
begitu manis begitu melihat maid di rumah Shilla. Seorang wanita paruh baya
yang juga menjadi orang tua kedua bagi gadis itu. Tentunya saat kedua orang
tuanya tidak di rumah. Wanita itulah yang selalu menjadi teman curhat gadis
itu. Rio cukup tahu tentang informasi itu.
“Mau ketemu non Shilla ya den.” Tebak bibi dan hanya dijawab
anggukan oleh pemuda itu. Tentunya dengan senyuman ramahnya.
“Duduk dulu den. Biar bibi panggilin non Shilla dulu.” Lanjutnya.
“Iya. Makasih Bi.” Jawab Rio ramah. Kemudian pemuda itu berjalan
ke ruang tamu dan duduk di salah satu sofa disana.
Beberapa saat
kemudian, Shilla turun dengan menggunakan pakaian serba panjang. Dan juga syal
merah yang tergantung di lehernya. Dengan kedua tangan yang memegang sapu
tangan yang diarahkan ke hidungnya. Sepertinya gadis itu sedang dalam keadaan
tidak baik baik saja.
Rio mengernyit
heran. Melihat tampilan gadis itu dan juga suara bersin Shilla yang terjadi
berturut turut. Shilla langsung duduk di sebelah pemuda itu. Rio masih diam
seraya mengamati gadis itu.
“Ngapain sih. Ngelihatinnya begitu banget. Hatciii.” Ucap Shilla
dan kembali bersin.
Tangan rio
terangkat dan mengacak acak rambut gadis itu. Pemuda itu juga menyempatkan
untuk mencium kening Shilla yang terasa panas.
“Kenapa sih loe. Bersin bersin terus dari tadi. Badan loe juga
anget.” Ucap Rio seraya menyentuh tangan Shilla dan kening gadis itu.
“Tadi Shilla kehujanan kak. Terus pulang pulang begini deh.” Jawab
Shilla lemah. Tubuhnya ia senderkan ke dada bidang pemuda itu. Rio dengan
senang hati membiarkan dan malah membalasnya dengan memeluk gadis itu.
“Kenapa hujan hujanan ?? Emangnya tadi mau kemana ??”
“Tadi mau ke supermarket. Awalnya sih mama udah nyuruh Shilla buat
bawa payung sebelum mama pergi tadi. Tapi gue gak mau.”
“Makanya. Orang tua ngomong itu didengerin.” Omel Rio.
“Oya kak. Gue baru inget. Loe habis darimana ?? Kok bawa tas
segala ??” Tanya Shilla yang baru menyadari tentang tujuan pemuda itu
kerumahnya.
“Darimana aja loe dari tadi. Kenapa baru tanya.” Sindir Rio.
Shilla masih sempat sempatnya menunjukkan deretan gigi putihnya.
“Gue hari ini ada latihan basket di sekolah.”
Shilla langsung
menegakkan tubuhnya begitu mendengarkan penjelesan pemuda itu. Kenapa hal
penting kaya gini dia sampai tidak tahu ??
“Kok gak ngasih tahu Shilla.” Protesnya.
“Gak ngasih tahu apaan. Orang gue udah menghubungi loe berkali
kali. Bahkan banyak banget tuh pesan dari gue. Makanya, handphone loe jangan di
cuekkin terus.”
“Masa ??” Tanya Shilla dengan raut wajah innocent. Membuat Rio
gemas.
“Udah lupain. Gue kesini sebenernya mau memastikan keadaan loe.
Ternyata gak baik baik aja. Sampai sakit kaya gini.”
“Gue baik baik aja kok kak. Paling besok juga sembuh.” Ucap
Shilla. Kedua tangannya yang memegang sapu tangan sedari tadi sibuk bertengger
di hidungnya.
“Gue mengharapkan juga begitu.” Sahut Rio seraya melihat kearah
jam tangannya. “Udah siang ternyata. Gue pulang dulu yah Shill.” Pamitnya.
Shilla langsung
menunjukkan wajah tidak setujunya. Dia diam saja seraya menyenderkan tubuhnya
pada sandaran sofa. Tidak perduli dengan ucapan pemuda itu yang bisa diartikan
kalimat perpisahan untuk hari ini.
“Hey. Gue lagi pamit sama loe. Malah dicuekkin.” Ucap Rio.
“Siapa suruh pamit. Gak perhatian banget sih loe jadi cowok. Gue kan
lagi sakit. Harusnya loe kan nemenin gue disini.”
“Tapi gue ada acara di rumah Shill.”
“Pokoknya gue gak ngijinin loe pergi dari rumah gue. Titik tanpa
koma.” Tegas Shilla. Rio hanya menggelengkan kepalanya.
Pada saat pemuda
itu ingin menjawab ucapan gadis itu. Bel rumahnya keburu ada yang menekan.
Jadilah Rio membatalkan ucapannya. Dan dengan penuh pengertian, pemuda itu
akhirnya yang membukakan pintu. Karena tidak mungkin Shilla yang membukakan
pintu dengan keadaan sakit begitu.
Rio menatap sinis
orang yang menekan bel rumah Shilla. Dia menatap tajam ‘tamu’ yang sudah
membuat suasana hatinya memburuk. Debo. Pemuda itulah yang sekarang sedang
berada di depan pintu rumah Shilla.
“Ngapain loe kesini.” Ucap Rio dengan nada yang tidak bisa
dimengerti oleh Debo.
“Gue mau ketemu Shilla tentunya. Boleh gue masuk ?? Ah, ini rumah
Shilla. Jadi, gue gak perlu buat minta ijin sama loe. Minggir.” Jawab Debo dan
dengan santainya dia masuk setelah sebelumnya menyingkirkan Rio.
Rio hanya
melengos. Dia benar – benar sangat tidak suka dengan kehadiran pemuda itu
sekarang. Apa Debo sering datang ke rumah ini tanpa sepengetahuannya ?? Rio
dengan cepat langsung masuk ke dalam.
Dan benar saja.
Pemuda itu dengan lancangnya menyentuh kening Shilla. Dengan penuh kecemburuan,
Rio duduk di depan mereka berdua. Menatapnya dengan tatapan tajamnya. Karena
Debo sekarang sedang duduk di sofa yang sebelumnya ia duduki. Rio menghela
nafas kasar.
“Loe kesini mau ngapain.”
Dua orang yang
duduk di seberang baru menyadari jika Rio sudah kembali. Mereka dengan serentak
menatap kearah pemuda itu. Rio mengalihkan pandangannya dari tatapan mereka
berdua.
Shilla yang
menyadari akan kecemburuan pemuda itu hanya tersenyum simpul. Merasa senang
juga melihat reaksi pemuda itu. Amat sangat terlihat jelas bahwa pemuda itu
sedang cemburu sekarang. Shilla punya ide untuk membuat pemuda itu cemburu
lebih dalam.
“Makasih ya kak buat ini.” Ucap Shilla seraya mengangkat
dompetnya. Rio yang mendengarkannya hanya membelalakan matanya.
“Sial, ucapan gue dicuekkin.” Batin Rio dengan kesal.
“Sama – sama Shilla. Loe udah baikkan ?? Maaf yah, tadi gue udah
bikin loe hujan hujanan sampai sakit kaya gini.”
“Gak apa – apa kak, udah lumayan kok. Lagian tadi Shilla juga yang
salah.”
“Tetep aja gue merasa bersalah.”
Dan fix sekarang.
Rio hanya menjadi orang yang tidak berarti disana. Hanya menjadi pendengar
untuk 2 orang di hadapannya itu yang masih asyik melanjutkan obrolannya. Pemuda
itu membuka ponselnya. Ada satu pesan singkat dari mama’nya yang menyuruhnya
pulang sekarang.
Rio kembali
menatap kearah Shilla yang entah mengapa benar benar tidak perduli dengannya
sekarang. Dan pemuda itu beralih ke orang yang membuatnya menjadi seperti ini –
Debo. Rio menatap pemuda itu dengan tidak santai. Seperti ingin melemparkan sebuah
bom kearah Debo.
“Shill.” Panggil Rio. Dan seperti sebelumnya, Shilla sama sekali
tidak menyahuti ucapannya. Gadis itu masih asik mengobrol. Rio mendengus kesal.
Lagi lagi pemuda
itu menghembuskan nafas secara kasar. Kemudian memutuskan untuk membalas pesan
mama’nya bahwa dia tidak bisa pulang sekarang. Rio tidak mungkin membiarkan
Shilla berduaan dengan pemuda itu.
Karena kedua
insan di hadapannya masih sibuk sendiri. Rio memutuskan untuk berdiri dan
berjalan kearah kedua orang itu. Dan tanpa di sangka, pemuda itu langsung duduk
di tengah tengah setelah sebelumnya memberi peringatan kepada Debo untuk
menyingkir. Dan pemuda itu menurutinya dengan hati yang kesal.
“Loe bisa sopan gak sih. Enak banget loe ngusir gue.” Protes Debo.
Rio menatap pemuda itu dengan tajam. “Ini tempat gue sebelum loe
dateng. Jadi sudah sewajarnya loe menyingkir dari sini.”
Shilla yang
menyadari pemuda itu sedang sangat marah sekarang, hanya bisa terkekeh kecil.
Puas banget rasanya membuat pemuda itu merasakan perasaan cemburu. Shilla juga
ingin pemuda itu merasakan.
“Yang cepat dia duluan. Gue dulu yang nyampe sini. Tadi aja loe
biasa aja. Kenapa sekarang loe marah. Aneh loe.” Ucap Debo masih tidak terima.
“Suara loe itu merusak pendengaran gue. Ngerti. Jadi, sebaiknya
loe diem.”
Shilla tidak bisa
menahan tawanya. Dia langsung tertawa walaupun dengan suara yang nyaris tidak
terdengar karena sakit flu’nya yang sedang menyerang tubuhnya. Rio mengangkat
alisnya tinggi seraya menatap gadis di sampingnya yang sedang tertawa. Apa yang
lucu ??
“Heh, ngapain loe ketawa ??”
Shilla menahan tawanya seraya menjawab. “Gak apa – apa. Emangnya
kalau Shilla ketawa gak boleh ??”
“Muka loe lucu kaya badut berbadan gendut.” Sahut Debo kesal
seraya pindah di sisi Shilla yang lain. Tepatnya di sebelah kanan gadis itu.
Sedangkan Rio di sebelah kiri.
Shilla yang
mendengarnya kembali tertawa. Ucapan Debo benar – benar membuat perut gadis
cantik ini sakit. Tidak bisa ditolerin lagi ekspresi Rio. Sudah benar – benar
ingin memakan Debo hidup – hidup.
“Loe cari mati sama gue.” Desis Rio tajam. Tapi Debo sama sekali
tidak merasa takut mendengar nada suara pemuda itu.
“Gak usah dicari bro. Kematian itu takdir Tuhan. Gak usah di cari
juga dateng sendiri. Loe aja yang bego.”
Rio langsung
bangkit karena tidak terima dengan nada suara pemuda itu. Shilla yang mengerti
langsung menarik tangan Rio untuk kembali duduk. Sudah cukup sampai disini dia
membuat pemuda ini marah. Gadis cantik itu akan mengakhirinya.
“Udah kak. Jangan berantem disini. Ntar kalau ada tetangga yang
denger kan gak enak.” Ucap Shilla menengahi.
“Yaudah Shill. Kakak cabut dulu yah. Ada acara siang ini. Gak apa –
apakan ??” Tanya Debo. Rio justru tertawa sinis.
“Jelas gak apa – apa. Itu malah bagus. Loe pergi itu sebuah
kebahagiaan buat gue.”
“Kak Rio. Udah kenapa sih. Kaya anak kecil tahu nggak.” Omel
Shilla. Kemudian gadis ini menatap kearah Debo. “Iya gak apa – apa kak. Makasih
karena udah ngembaliin dompetnya yah.”
“Sama – sama cantik. Yaudah, kakak pergi. Cepet sembuh yah.” Ucap
Debo lembut kemudian melangkah ke luar rumah setelah sebelumnya menatap sinis
kearah Rio yang di balas dengan tatapan sinis pula oleh pemuda itu.
“Cemburu ??” Goda Shilla saat mobil Debo sudah berjalan menjauh.
Rio menatap
kearah Shilla sebentar kemudian kembali menatap kearah depan. Tubuhnya ia
senderkan ke senderan sofa setelah sebelumnya menghembuskan nafas secara kasar.
Kemudian menutup matanya.
“Kak Rio.” Panggil Shilla lagi karena pemuda itu mengacuhkannya.
“Gue pulang yah Shill.” Ucapnya tiba – tiba membuat Shilla
tersentak.
Pulang ?? Setelah
sebelumnya berkata seperti mengusir Debo. Dan sekarang pemuda itu malah ingin
pulang juga ?? Kalau tahu begini, Shilla pasti akan menahan Debo untuk
menemaninya di sini. Dan membiarkan pemuda itu pulang sedari tadi.
“Terserah.” Ucap Shilla seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
Rio mengernyit. Kenapa
sekarang gadis itu yang marah ?? Harusnya kan dia, sebagai orang yang dirugikan
disini. Dengan cepat, Rio mengejar Shilla yang sudah sampai di pertengahan anak
tangga.
“Heh, kenapa loe yang marah sih.” Ucap Rio setelah berhasil
menangkap lengan gadis itu. Mereka sekarang sedang berdiri di beberapa anak
tangga dari lantai atas.
Shilla menatap pemuda itu dengan mata berkaca - kaca. “Jelas lah
gue marah. Kalau tahu gini, mendingan tadi gue gak ngijinin kak Debo buat pergi
dan membiarkan loe yang pergi. Gue sendirian kak.”
Rio menatap
kearah gadis cantik itu yang sekarang sedang menundukkan wajahnya dengan air
mata yang mengalir di kedua mata indahnya. Dengan pelan, Rio menarik gadis itu
ke pelukannya. Memeluknya dengan sangat erat. Pemuda ini paling tidak suka
melihat orang yang ia sayang menangis seperti ini.
“Maaf. Gue gak pernah ngerti apa yang loe mau.” Ucap Rio pelan. “Gue
akan disini buat loe.” Lanjutnya.
Shilla yang masih
menangis hanya diam seraya menyenderkan kepalanya pada dada bidang pemuda itu.
Membiarkan saja Rio memeluknya seperti ini. Toh, dia juga sangat menyukai
pelukan pemuda itu yang selalu membuatnya merasa nyaman.
“Gue janji Shill. Ini terakhir kalinya gue membuat loe menangis.”
Shilla mengangguk
dalam tangisannya yang belum mereda. Rio bisa merasakan itu, karena sekarang
bajunya juga basah karena air mata gadis itu. Menurut Rio, jika seorang laki –
laki hanya bisa membuat seorang perempuan menangis seperti ini, dia adalah
seorang pengecut. Dan Rio tidak ingin disebut pengecut.
Karena pada
dasarnya, pemuda itu mencintai Shilla. Tapi bukan sekarang saat yang tepat
untuk dia meminta gadis itu menjadi kekasihnya. Ada saat tersendiri nanti. Rio
sudah memikirkan semuanya. Dan cepat atau lambat, Shilla pasti akan menjadi
miliknya. Tidak akan ia biarkan pemuda manapun untuk mendekati gadis cantik
ini. Hanya Rio. Karena dia juga yakin, Shilla juga mencintainya.
*************
Gimana guys ?? Maaf banget kalau gak memuaskan ..
terima kasih buat kalian yang masih mau nungguin cerbung gue ini ..
mohon komentarnya :))