CHAPTER 8
Alyssa duduk diam seraya melipat kedua tangannya di depan
dada. Matanya masih mengawasi gerak gerik seseorang yang entah bagaimana caranya
bisa menemukan keberadaannya sekarang. Mario. Siapa lagi jika bukan laki – laki
itu yang selalu mengganggu kehidupannya.
Mario masih berdiri membelakangi Alyssa. Matanya bergerak
kesana kemari untuk melihat keadaan rumah yang sekarang sedang di tempati oleh
wanita yang sekarang pasti sedang merutuki kehadirannya itu. Mario hanya
tersenyum tipis dengan pemikirannya sendiri.
“Loe harus mengingatnya
Mario. Ini bukan rumah gue. Jadi loe gak harus menilai apakah tempat ini layak
gue tempati apa enggak.” Ucap Alyssa kesal.
Mario membalikkan tubuhnya menghadap ke arah wanita itu.
Dia tersenyum tipis melihat perubahan yang terjadi pada diri Alyssa. Wanita itu
semakin cantik setelah beberapa minggu tidak bertemu dengan dirinya. Mario
berjalan kearah sofa dan duduk di sebelah wanita itu kemudian menyanggahkan
kepalanya pada kepalan tangannya yang bertumpu pada sofa seraya memperhatikan
wajah cantik di hadapannya.
“Aku udah berusaha
keras buat nyari kamu, masa Cuma di anggurin setelah ketemu Lys ??”
Wanita itu menengok ke arahnya seraya memasang wajah
kagetnya.
“Aku ?? Kamu ?? Sejak
kapan ??” Tanyanya dengan menunjuk dirinya dan menunjuk dada Mario seraya
mendorong pelan dada laki – laki itu dengan sebal.
“Apa yang salah ??”
Tanyanya masih dengan senyuman khasnya.
Alyssa mendengus kesal seraya menatap kearah depan lagi,
menghindari tatapan Mario yang menyebalkan itu menurutnya. Tangannya masih
terlipat di depan dada, memasang wajah tidak perdulinya. Padahal di dalam
hatinya yang paling dalam, dia sangat senang melihat laki – laki itu ada di
sampingnya kini.
Tapi tugas yang harus ia selesaikan masih menjadi beban
untuknya. Jadi sebisa mungkin dia menghindari Mario supaya tidak terbawa
perasaan. Jika hatinya kalah maka rusak semua rencana yang sudah
direncanakannya secara matang.
“Mario.” Teriaknya
karena kaget melihat sikap laki – laki itu yang dengan santainya membaringkan
kepalanya di pahanya. Mario hanya terkekeh pelan melihat reaksi yang
ditunjukkan wanita di hadapannya yang menurutnya sangat lucu.
“Gue tau, loe juga
kangen kan sama gue.” Ucap Mario dengan kepercayaan yang tinggi. Alyssa hanya
mendengus.
“Lys, loe tau gak. Masa
gue mau di jodohin sama relasi bokap gue. Gak keren banget kan ??” Ucap Mario
yang hanya ingin menggoda Alyssa.
Alyssa memusatkan pandangannya kearah Mario - yang masih
tiduran dengan kepalanya yang berada di paha Alyssa - dengan tatapan kagetnya.
“Serius ??”
Mario hanya mengangguk tanpa rasa bersalah kemudian
menegakkan kembali tubuhnya menjadi duduk. Tatapannya tidak terlepas dari wajah
Alyssa yang sepertinya menanggapi godaannya dengan serius membuat dirinya
terkekeh pelan tanpa sadar.
“Terus gimana ?? Loe
terima ??” Tanya Alyssa panik.
“Ya mau gimana lagi,
bokap gue kan yang nyuruh. Ntar kalau gue tolak gue jadi anak durhaka dong.”
Jawab Mario santai seraya menahan tawanya.
“Mario. Terus gimana
sama gue ?? Loe kan udah janji mau setia sama gue, loe kan udah janji mau
nungguin gue, loe kan udah janji mau ... Hmmmppptt.”
Mario memotong ucapan Alyssa dengan mencium bibir wanita
itu. Awalnya laki – laki itu hanya menempelkan, tetapi setelah Alyssa
membiasakan dengan sentuhan di bibirnya, Mario langsung menciumnya dengan
menggebu.
Alyssa hanya menerimanya dengan pasrah, percuma jika
ingin menjauhkan tubuh Mario, tidak akan pernah berhasil. Karena jika laki-laki
itu sudah menginginkan sesuatu, maka harus di turutinya.
Alyssa hanya menahan geraman di mulutnya agar suaranya
tidak terlalu kentara. Posisinya sekarang dirinya berada di bawah Mario.
Tangannya menjalar di wajah Mario kemudian berakhir di rambut laki-laki itu.
Meremasnya dan melampiaskan semuanya di rambut Mario. Alyssa bisa merasakan
jika kancing kemejanya sudah dibuka oleh Mario.
Alyssa hanya melengkungkan tubuhnya untuk menahan semua
yang di rasakan oleh tubuhnya. Semuanya tidak ada yang terlewati dari sentuhan
laki-laki itu. Alyssa hanya bisa menahan suaranya agar tidak terlalu terdengar
menjijikan.
“Mario.”
“Gue kangen banget sama
loe Lys.”
“Berhenti dulu.” Ucap
Alyssa disela-sela kegiatan mereka, berusaha untuk menormalkan suaranya
walaupun sangat sulit. Kedua tangannya mendorong dada Mario agar menjauhi
tubuhnya.
Alyssa menarik nafas dalam dalam karena kegiatan yang
sudah mereka lakukan barusan. Matanya masih menatap mata Mario. Alyssa bisa
merasakan jika laki-laki itu memang merindukan dirinya.
“Capek ??”
“Bukan itu, kita lagi
ada di sofa. Gimana kalau Sivia tiba – tiba pulang.”
Mario hanya menampilkan
senyuman jailnya. “Oh jadi karena ingin melanjutkan kegiatan kita di kamar.
Setuju.”
“Mario.” Teriak Alyssa
kembali karena kaget dia tiba-tiba diangkat laki – laki itu untuk digendongnya.
Dengan refleks kedua tangannya memeluk leher Mario erat.
Mario menatap ke tubuhnya dengan senyuman jailnya. Alyssa
mengikuti arah pandangannya dan baru menyadari jika kemejanya masih dalam keadaan
terbuka hingga terlihat bagian di dalamnya. Dengan refleks, Alyssa memukul
punggung laki-laki itu dengan kuat membuat Mario mengaduh kesakitan.
Mario menatap tajam Alyssa dan dibalas dengan senyuman
kemenangan dari wanita itu. Mario menurunkan kepalanya dan dengan gemas mencium
bibir wanita itu kembali. Alyssa berusaha untuk menjauhkan wajahnya dan
lagi-lagi tidak berhasil. Mario membawa tubuh Alyssa ke kamarnya yang berada di
lantai atas dengan bibir yang masih bersentuhan.
Tidak ada niatan dari Mario yang akan melepaskan ciuman
itu. Setelah sampai di kamar, mereka langsung menuntaskan kegiatan mereka yang
tertunda tadi dan melepaskan kerinduan yang teramat dalam karena beberapa
minggu tidak bertemu.
***********
Shilla sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia meneliti
semua berkas yang berada di atas mejanya. Sesekali tatapannya berubah kaget
melihat laporannya -yang diberikan oleh staff’nya lewat e-mail- di komputer dan
kembali normal seraya kedua tangannya yang bermain di atas keyboard komputer.
“Kok bisa beda ??”
“Aku udah ganti berapa
kali laporan ini. Kok hasilnya gak balance, aduh gimana ini.” Ucapnya lagi
penuh kepanikan. Tangannya tidak berhenti mengetik dan matanya tidak pernah
lepas dari layar komputer.
“Ehem.”
Shilla mengalihkan pandangannya pada pintu ruang
kerjanya. Disana sudah berdiri CEO yang paling tampan menurutnya. Siapa lagi
jika bukan Gabriel – pemimpin di perusahaannya tempat dia bekerja.
Shilla mengerutkan keningnya bingung melihat Gabriel yang
berdiri disana. Jika memang ada hal yang ingin disampaikan mengenaim pekerjaan,
bukankah dia hanya bilang pada sekretarisnya kemudian menghubungkannya ke
atasanya. Mengapa dia ke sini sendiri.
“Ada apa Pak Gabriel.”
Tanya Shilla sopan.
“Laporannya sedari tadi
saya tunggu. Tapi sampai sekarang saat waktu istirahat siang telah berakhir,
laporannya belum ada di meja saya.” Ucapnya dengan tegas.
“Maafkan saya pak, ini
saya sedang berusaha untuk menyelesaikanya dengan cepat.” Jawab Shilla dengan
gugup seraya menundukkan wajahnya dalam.
“Sampai sejauh mana
kamu mengerjakanya.” Tanya Gabriel seraya mendekat kearah Shilla. Shilla
memundurkan kursinya untuk memudahkan Gabriel melihat hasil dari apa yang
dikerjakan dirinya sedari tadi.
“Jadi, dari tadi kamu
baru mengerjakan sampai disini ?? Dan hasilnya gak balance ?? Apa – apaan ini
??” Ucap Gabriel dengan menaikkan nada suaranya membuat Shilla berjengit kaget.
Dia sampai memundurkan langkahnya.
“Maaf pak, tapi laporan
yang saya terima memang seperti itu, saya juga tidak mengerti mengapa bisa
sampai begini.”
Gabriel menatap wanita di hadapannya dengan tatapan
marah. Padahal jelas-jelas wanita itu sangat takut melihat tatapannya saat ini,
tapi dia menutup hatinya untuk tidak merasa belas kasihan terhadap wanita di
hadapannya.
“Ada atasan kamu di
hadapan kamu Shilla. Tatap saya.”
Shilla dengan ragu-ragu
mengangkat wajahnya dan menatap wajah Gabriel yang sangat dikaguminya itu.
“Sekali lagi maafkan saya pak, saya akan mencoba untuk memperbaikinya.”
“Memperbaiki ?? Sampai
kapan ?? Saya sudah menyuruh kamu dari pagi Shilla, dan ini sudah sampai waktu
istirahat berakhir. Saya hanya menyuruh kamu untuk membuat laporan keuangan.
Tetapi mengapa belum selesai juga ??” Ucap Gabriel dengan pandangan marah.
Shilla hanya bisa diam untuk menahan agar air matanya
tidak mengalir keluar. Seumur hidupnya dia tidak pernah dibentak oleh siapapun,
tetapi sekarang dia dibentak oleh seseorang yang sangat dia cintai. Kembali
Shila menundukkan kepalanya seraya meremas buku buku jarinya kencang.
“Maaf pak.” Ucapnya
dengan suara bergetar.
Gabriel menghela nafasnya kasar. Dia meninju udara
menggunakan kepalan tangan kananya untuk meredakan amarahnya. Sejujurnya dia
tidak pernah membentak karyawanya sampai seperti ini. Tetapi entah mengapa dia
membentak Shilla.
Masalah
yang menimpanya dari kemarin membuatnya tidak bisa berpikir tenang. Dia butuh
pelampiasan dan entah mengapa Shilla yang menjadi korban pelampiasannya.
Sebenarnya ada rasa kasihan melihat wanita di hadapannya yang sepertinya sangat
takut dengan dirinya, tetapi sebagian hatinya mengatakan jika memang dia sudah
menemukan korban pelampiasan yang sesuai.
“Kamu kerjakan
laporannya sampai pukul 5 sore nanti. Saya tidak mau tau, kerjaan itu harus
sudah selesai semua. Jika sampai pukul 5 kamu tidak bisa mengerjakanya. Maka
dengan terpaksa kamu keluar dari perusahaan saya Shilla. Mengerti.”
Shilla hanya bisa menganggukan kepalanya dengan wajah
masih ditundukkan dalam-dalam. Tidak berani melihat wajah pemimpinya itu.
Sedangkan Gabriel masih berdiri di hadapan Shilla seraya
menatap wanita itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Gabriel merasakan
perih di sebagian dadanya melihat wanita di hadapannya yang sepertinya menahan
rasa takut kepadanya.
Gabriel menghela nafas kasar kemudian menggumamkan
permintaan maaf dari dalam hati dan berlalu meninggalkan ruangan Shilla.
Setelah terdengar suara pintu yang ditutup Shilla
merasakan semuanya menjadi berat, membuat dia akhirnya terduduk begitu saja di
kursinya. Dan tanpa sadar air matanya mengalir dari kedua matanya. Hatinya
sakit mendengar bentakan yang keluar dari mulut Gabriel.
“Mengapa mencintai
menjadi sesulit ini ??” Gumam Shilla penuh kesedihan.
***********
Alyssa memasuki kantornya dengan gembira. Setelah
pertemuannya dengan Rio kemarin membuatnya menjadi senang seperti ini. Entah
apa yang membuatnya sesenang ini. Padahal laki-laki itu hanya singgah sebentar
di rumah Sivia-sahabatnya yang sekarang juga telah menjadi rumah sementaranya.
Baru semalam laki-laki itu meninggalkannya untuk kembali ke rumahnya, Alyssa
kembali merasakan kerinduan.
Satpam dan para karyawan yang lain mengernyit bingung
melihat sekretaris pemimpinnya itu tampak bahagia pagi ini. Biasanya, Alyssa
memasang wajah cuek dan tidak perduli. Sekarang, bahkan semuanya ia berikan
senyuman yang paling manis yang dia punya.
“Pagi Bu Alyssa.”
“Pagi pak, selamat
bekerja.”
Selalu seperti itu tanggapan Alyssa jika ada yang
menyapanya. Tidak seperti biasanya. Entahlah, mungkin karena hati sudah bertemu
dengan pasangannya jadi semuanya ikut merasakan kesenangan itu.
“Shilla.” Sapanya
ketika melihat salah satu rekannya yang dulu sempat menjadi musuh saat berebut
untuk menjadi posisi sekretaris di perusahaan ini.
“Ada apa ??” Tanya
Shilla seraya membalikkan tubuhnya kearah Alyssa. Alyssa mengernyit bingung
melihat perubahan di wajah wanita itu. Seperti habis menangis dalam waktu yang
lama. Tetapi Shilla menutupinya dengan make up yang lumayan besar.
“Gak, loe keliatan gak
bersemangat aja, kenapa ??”
“Enggak, loe aja yang
keliatan seneng banget. Gue biasanya juga kaya gini. Loe kan biasanya ...”
“Ehem.”
Kedua wanita itu mengalihkan pandangannya pada laki-laki
tampan dengan jas hitamnya dan kemeja putihnya yang berdiri tidak jauh dari
mereka, siapa lagi jika bukan pimpinan terbesar di perusahaan itu, CEO muda
yang sangat tampan. Gabriel.
Shilla mengalihkan pandangannya kearah lain. Sedangkan
Gabriel menatap Shilla dengan kening berkerut. Alyssa ?? Wanita itu hanya
menatap keduanya dengan pandangan aneh. Seperti ada sesuatu yang janggal
diantara keduanya.
“Ehem.” Alyssa gantian
untuk memecahkan keheningan yang menyelimuti mereka.
“Kamu kenapa masih
disini Alyssa. Bukannya kamu harus kerja, tugasmu sangat banyak hari ini. Dan
saya belum tahu jadwal saya apa saja.”
“Iya iya pak CEO yang
terhormat. Akan saya laksanakan sekarang.” Jawab Alyssa penuh penekanan
kemudian bersiap untuk melangkah menuju lift.
“Tunggu dulu, siapa
yang menyuruh kamu untuk meninggalkan saya sendiri disini. Kamu bersama saya,
tunggu sebentar.”
Shilla hanya diam mendengarkan percakapan antara bos dan
sekretarisnya itu. kemudian mengalihkan pandangannya ke arah mereka berdua. Dan
hanya terdiam melihat tangan Gabriel yang menggenggam tangan Alyssa erat.
“Maaf pak, bu. Saya
permisi dulu.” Dengan buru-buru Shilla berjalan meninggalkan mereka, dia naik
ke lift yang biasa untuk karyawan kemudian menghilang di dalamnya.
Alyssa menyentak tangan Gabriel dengan penuh kekuatan.
Kemudian menatap tajam pemimpinnya itu.
“Heh, loe gak liat apa
kalau Shilla itu suka sama loe. Dan loe seenaknya gandeng-gandeng tangan gue.
Loe gak mikirin perasaan Shilla banget sih.”
“Udah ayo. Gue males
ngomongin dia.” Ucapnya santai kemudian merangkul Alyssa menuju lift yang
memang dikhususkan untuk ke lantai paling atas. Untuk Gabriel dan Alyssa.
Karena memang hanya ada ruangan untuk CEO dan sekretarisnya.
“Gue yakin 100 % kalau
loe akan kehilangan dia. Ada batasnya kesabaran setiap manusia pak CEO yang
terhormat. Apalagi perasaan wanita itu sangat sensitif. Kalau loe gak mau
kehilangan dia. Kejar dia.”
Gabriel tidak perduli dan terus berjalan ke ruangannya
meninggalkan Alyssa yang masih berdiri di depan lift. Menurutnya, ucapan wanita
itu tidak ada gunanya. Toh dia tidak akan jatuh cinta kepada Shilla. Jadi dia
masa bodoh dengan wanita itu.
**********
Alyssa berjalan dengan tanpa semangat menuju ke markas
dimana semua anggotanya sedang berkumpul yang pastinya nanti akan ada bos’nya
itu yang menuntutnya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Hari ini
memang hari terakhir Alyssa untuk menyelesaikan misinya. Dan dia akan
berhadapan langsung dengan bos’nya itu.
“Akhirnya kamu datang
juga Alyssa.”
Alyssa hanya menyunggingkan senyum miringnya dan berjalan
lebih dalam ke ruangan besar disana. Wanita ini masih menatap bos’nya itu
dengan tatapan yang seperti ingin membunuhnya.
“Gue gak pengecut. Dan
gue menepati janji.”
“Menepati janji ??”
Tiba tiba saja laki-laki paruh baya yang tak lain adalah bos’nya itu mendekat
kearahnya seraya bertepuk tangan.
“Gue ingin tahu sejauh
mana kurcaci seperti loe menepati janji. Coba perlihatkan ke gue.” Lanjutnya
dengan beberapa penekanan.
Alyssa mendengus kemudian merogoh tas punggungnya.
Setelah ketemu berkasnya, dia keluarkan kemudian menyodorka ke laki-laki paruh baya itu.
Berkas yang didalamnya berisi aset aset penting
perusahaan Damanik. Lagi-lagi Alyssa menggumamkan permintaan maaf dari dalam
hatinya yang paling dalam. Lagi-lagi dia terjerumus pada pekerjaan yang
menyesatkan seperti ini. Andaikan bukan karena orang tuanya, sungguh, Alyssa
tidak akan pernah mau untuk melakukan hal menjijikan seperti ini.
Berkas itu berhasil ia ambil, dan ia buat copy’annya
untuk diletakkan kembali ke brankas milik Gabriel. Sebelumnya, dia sudah
menuliskan permintaan maaf di buku Gabriel yang pastinya laki-laki itu tidak
mengetahuinya.
Yang paling penting adalah, dirinya sudah menuliskan
permintaan maaf kepada laki-laki itu dan berharap jika perusahaannya tidak akan
kenapa-napa. Bagaimanapun juga, Alyssa pernah bekerja beberapa tahun di
perusahaan itu sebelum bekerja sdi perusahaan yang dipimpin oleh Mario.
“Ini ??” Ucapnya tidak
percaya seraya mengangkat map’nya tinggi-tinggi. Dan dengan menyebalkannya
–menurut Alyssa- bos’nya itu membuka map’nya.
“Bagus. Loe
melaksanakan tugas dengan baik. Gue akan menepati janji gue juga karena loe
menepati janji loe.”
“Setelah ini, jangan
harap gue akan melaksanakan perintah loe lagi. Ini kerjaan terakhir gue, dan
selanjutnya, loe bisa minta tolong ke anak buah loe yang lain.” Ucap Alyssa
seraya memperhatikan rekannya yang bisa dibilang lebih mirip menjadi ayahnya
daripada rekan kerjanya.
“Gue gak yakin loe
bakalan berhenti Alyssa. Orang tua loe itu matre, mereka meinginginkan duit loe
kan ?? Dan loe Cuma bisa dapetin duit banyak Cuma dari gue. So, kita liat aja
nanti.”
Alyssa menggeram marah. Dia tidak suka jika semuanya
membawa bawa orang tuanya. Sejujurnya, Alyssa melakukan ini juga karena orang
tuanya selalu menuntutnya untuk mengirim uang sebanyak mungkin setiap bulannya.
Dan Cuma orang kaya raya yang bisa menghasilkan uang 1 koper lebih dalam 1
bulan.
“Gue bisa cari cara
lain.” Ucap Alyssa.
Pria paruh baya itu
hanya tersenyum sinis kemudian menjawab. “Cara lain ?? Mencuri ?? Ikut ikutan
begal ?? atau ... dengan menjual tubuh ??
“Jaga ucapan loe.”
Teriak Alyssa marah.
“Apa namanya kalau
bukan menjual tubuh ?? Pelacur ??” Pria itu sekarang tertawa sangat keras
membuat Alyssa semakin mengepalkan tangannya. “Denger yah, gue tahu segala apa
yang loe lakuin itu Alyssa. Loe lagi berurusan sama CEO muda tampan yang sangat
kaya raya. Gue jamin, loe menjual tubuh ke dia.”
“Brengsek. Loe gak inget
umur apa ? Loe tuh udah waktunya taubat. Umur loe tuh bakalan semakin sedikit.
Bukannya mendekatkan sama Yang Maha Kuasa loe malah makin menjadi.” Ucap Alyssa
tajam.
“Oke oke, gue akan
mempertimbangkan tawaran loe lagi kalau loe bersedia untuk kembali kesini.
Ini.” Ucapnya penuh dengan senyum devilnya seraya menyerahkan 1 buah koper
kearah Alyssa.
Alyssa mengambilnya paksa kemudian melangkahkan kakinya
keluar dengan kesal. Dia akan mengusahakan agar dirinya tidak pernah kembali ke
markas menjijikan ini. Yah, dia sudah bertekad untuk tidak kembali.
**********
Mario kembali tidak bisa berkonsentrasi pada
pekerjaannya. Pikirannya terus tertuju pada Alyssa. Entah mengapa, wanita itu
sudah seperti magnet untuknya. Ck, jika begini terus, pekerjaan Mario tidak
akan selesai dalam waktu dekat. Huft
.
.
Dengan lelah, dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran
kursi kebanggaannya. Mengusap usap wajahnya kasar kemudian mengambil
handphone’nya dan menekan angka 1 untuk langsung melakukan panggilan ke Alyssa.
“Sial.” Umpatnya kasar
seraya melempar handphone’nya ke arah sofa. Untung saja handhone’nya meluncur
pas ke sofa, jika tidak, hancurlah sudah semuanya.
Tok tok tok.
Mario
mengangkat wajahnya kemudian mendengus kesal. Disaat seperti ini, dia tidak
ingin diganggu oleh siapapun, apalagi oleh sekretarisnya yang baru itu.
“Masuk.”
“Permisi pak, ada yang
mau bertemu dengan bapak.”
“Siapa ??
Mario
mengernyit bingung. Masalahnya, dia tidak melakukan pertemuan dengan siapapun.
Lalu kenapa ada yang ingin bertemu dengannya ?? Papa ?? Mustahil.
“Seorang wanita pak.
Dia mengaku sebagai kekasih bapak.”
“Kekasih ??” Tanya
Mario kaget.
“Sejak kapan saya
memperkenalkan kekasih saya kepada kamu ?? Jika kamu memang tidak pernah
bertemu dengan kekasih saya, seharusnya kamu langsung memberi alasan bahwa dia
tidak bisa bertemu dengan saya.” Lanjut Mario dengan marah.
“Maaf pak, tetapi ...”
“Mario.”
Mario membelalakan matanya, terkejut karena melihat
wanita yang sedari tadi sedang dipikirkannya sedang berdiri di depan pintunya
dengan berkacak pinggang dan dengan wajah marah. Mario langsung menormalkan
wajahnya dan kemudian menatap sekretarisnya itu.
“Kamu boleh keluar
sekarang Vita. Jangan lupa tutup pintunya.” Suruhnya kepada sekretarisnya itu.
“Baik Pak. Permisi.”
Mario bangkit dari duduknya kemudian berjalan mendekat
kearah Alyssa. Tersenyum begitu manis di depan wanita itu karena hatinya juga
langsung baik saat sudah bertemu dan melihat wanita itu secara langsung.
“Apa ?? Gak usah senyum
senyum loe. Seenaknya aja nyuruh gue pulang. Dan loe gak mengakui gue sebagai
kekasih loe sama sekretaris loe. Kenapa ?? Karena sekretaris loe lebih seksi
daripada gue ?? Makanya loe gak ngasih tahu sama dia ?? Atau jangan-jangan
karena dia ... Hmmmpppttt.”
Mario langsung membungkam bibir Alyssa agar wanita itu
berhenti berbicara. Niatnya hanya sebentar, tetapi wanita itu malah membalas
ciumannya dengan sama panasnya. Dan Mario langsung mengimbangi karena inilah
obat paling ampuh agar semangat yang tadinya hilang sekarang malah menjadi
full.
“Ternyata caranya
sangat mudah bagaimana membuat loe berhenti berbicara.”
Alyssa mendengus kesal sedangkan Mario sudah terkekeh.
Tangannya masih merangkul pinggang wanita itu dan mendekatkan kearahnya. Alyssa
masih dengan perasaan kesal melingkarkan tangannya pada leher laki-laki itu.
“Itu hukuman buat loe
karena dari tadi loe gak pernah menjawab panggilan gue.”
“Ish, gue itu mau
ngasih surprise sama loe. Eh, loe malah nyebelin. Lagian kenapa loe milih
sekretaris yang kaya gitu sih. Yang pake jilbab kan juga banyak.”
Alyssa mengerucutkan bibirnya kesal seraya mengingat saat
dia ingin masuk ke dalam ruangan Mario dan dicegah oleh sekretaris laki-laki
ini.
Yang paling membuat Alyssa sebal adalah cara berpakaian
wanita itu. 2 kancing blouse bagian atas sengaja dibuka oleh wanita itu, dan
pakaiannya amat sangat ketat. Rok’nya aja beberapa cm diatas lutut. Ish, jika
mengingat hal itu, Alyssa ingin melepas rok itu dan menggantinya dengan celana
milik ayahnya. Ck.
“Maaf sayang, gue itu
milih sekretaris bukan Cuma dari penampilan. Yang paling penting itu urusan
ini.” Ucap Mario seraya menunjuk kening Alyssa. “Otak, karena semua pekerjaan di
kantor hampir semuanya di handle sama sekretaris. Gue rasa gue gak harus
menjelaskan lebih lanjut, karena loe sekarangpun sedang menjadi sekretaris.
Paham sayang ??”
“Gue gak mau tahu,
nanti loe harus menyuruh dia untuk berpakaian yang sopan. Blouse longgar dan
rok beberapa cm di BAWAH lutut. Wajib. Dan dimulai dari besok pagi. Paham.”
“Iya iya. Bawel. Lagian
mau ada banyak wanita seksi di dunia ini juga gue gak perduli. Karena gue udah
punya Alyssa, calon istri Mario.”
Alyssa hanya tersenyum manis kearah laki-laki itu dan
terpekik kaget saat tubuhnya diangkat oleh Mario secara tiba-tiba.
“Turunin.” Teriaknya
keras.
“Jangan keras-keras
sayang, ntar kalau yang diluar denger gimana ?? Emangnya mau di gangguin ??”
Ucap Mario santai kemudian duduk di kursi kebanggaannya dengan Alyssa yang
duduk di atas pangkuannya.
“Loe tahu Alyssa, gue
kangen sama loe.” Ucap Mario dengan jujur.
“Gue juga.” Balas Alyssa
dengan menatap wajah Mario seraya tersenyum manis.
Perlahan, Mario mendekatkan wajahnya membuat Alysssa
menutup matanya, dan Alyssa langsung merasakan bibirnya menyentuh sesuatu yang
kenyal yang ia yakini adalah bibir laki-laki itu.
Alyssa semakin mengeratkan pelukannya di leher laki-laki
itu. Dan tangan Mario tidak tinggal diam. Tangannya menjelajah di seluruh tubuh
Alyssa membuat wanita itu semakin tidak berdaya. Mereka berdua kemudian
tenggelam dalam kegiatannya sendiri. Meluapkan segala kerinduan yang selama ini
mereka rasakan satu sama lain.
“Mario.” Geram
seseorang membuat Mario menjauhkan wajahnya, dan matanya membelalak kaget
begitu melihat siapa pria paruh baya yang berdiri di depan pintunya.
Orang itu adalah Papanya sendiri. Orang yang paling tidak
ingin Mario temui untuk saat ini dan dalam keadaan seperti ini. Apa yang harus
ia lakukan ??