Sabtu, 23 November 2013

Forever Love 'Versi RIFY' - Part 8 (Repost)


“Kita mau kemana, Nda?” tanya Rafli heran saat Ify memakaikan Rafli jas hitam sertadasi kupu-kupu berwarna merah. Membuat Rafli terlihat menggemaskan.

“Katanya Rafli kangen sama Om Rio, nah sekarang kita mau makan malem sama OmRio. “ sahut Ify lembut. Wajah Rafli langsung berbinar saat tahu dirinya akan bertemu lagi dengan Rio. Anak kecil itu sudah sangat merindukan sosok dewasa tersebut.

“Benelan, Nda? Belalti Lapi boleh bawa si Shilo yah?” tanya Rafli memandang wajah Ify tersenyum. Namun sedetik kemudian berubah kecewa saat melihat Ify menggeleng. Tentu saja Ify tidak membolehkan Rafli membawa kelinci bernamaShiro itu, bisa-bisa pengunjung restoran yang akan mereka kunjungi merasa terganggu dan tak nyaman.

“Kenapa, Nda? Kok Shilo nggak boleh ikut?”

“Nanti kalo Shironya kabur gimana? Memang Rafli nggak mau main sama Om Rio?”

“Mau!!” teriak Rafli semangat khas anak kecil. Bahkan sambil meloncat-loncat riang, membuat Ify tersenyum geli.

“Kalo gitu Shironya ditinggal dulu aja sama Bik Imah, sekarang kita harus berangkat sayang, taksinya udah nunggu di depan tuh,” Ify menuntun Rafli keluar rumah menuju mobil taksi yang sudah terparkir manis di depan pagar rumahnya. Namun sebelumnya Ify dan Rafli berpamitan terlebih dahulu dengan Bik Imah.Setelah Ify dan Rafli masuk ke dalam taksi, supir taksi tersebut langsung membawa keduanya menuju sebuah restauran mewah. Restauran itu bernuansa serba silver, dan terkesan mewah. Ify tersenyum saat mendapati Rio yang berjalan menghampiri dirinya. Wajah laki-laki terlihat sangat bahagia. Senyum kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya.

“Hai jagoan! Apa kabar?” Rio menunduk mensejajarkan pandangannya dengan Rafli, anak kecil itu langsung memekik senang dan memeluk leher Rio erat, membuat laki-laki itu terkejut, namun sedetik kemudian tersenyum geli. Dia melirik Ify, tapi perempuan itu hanya tersenyum mengangkat bahunya. Padahal Ify tau Rafli sangat merindukan Rio, tiada hari terlewatkan Rafli tanpa menanyakan kabar Rio.

“Lapi kangen Om Lio!” kata Rafli masih memeluk leher Rio. Tangan besar Rio langsung menggendong tubuh mungil itu, menopang berat Rafli dengan lengannya yang kuat.

“Sama, sayang. Om Rio juga kangen , Rafli nggak nakal kan selama nggak ketemu sama Om?” tanya Rio sok serius sambil memandang wajah polos Rafli. Kepala mungil Rafli menggeleng,”Nggak, Om. Tanya aja sama bunda, ya kan Bun?” Rafli menoleh kearah Ify, meminta dukungan. Ify tersenyum lalu mengangguk.

“Enggak, Rafli kan anak pintar.” Sahut Ify kalem. Kemudian Rio membawa keduanya menuju sebuah meja khusus yang sudah dirinya persiapkan sejak pagi, makanya Riotidak menjemput Ify dan Rafli di rumahnya, melainkan mengirimkan sebuah mobil taksi.

Perlu waktu beberapa menit untuk sampai di ruangan VIP yang sudah Rio persiapkan untuk ketiganya, dengan lembut Rio mendudukan Rafli di samping kirinya, lalu menarikkan kursi untuk Ify di samping kanannya. Ruangan itu sangat indah dengan desain interior yang membuat pengunjungnya seperti merasa benar-benar berada di Italia. Yah Rio memang membawa Ify dan Rafli ke restaurant khas masakan Italia. Bahkan di hadapan Ify sudah tersaji menu-menu masakan Italia yang bahkan Ify tak tau namanya apalagi merasakannya, hanya ada satu masakan yang dia ketahui, yaitu sphagetti lada hitam di depan Rafli.

“ Ini namanya Costoletta di Vitello, “ Rio meletakan menu masakan berupa daging dengan berbalut tepung serta saus di hadapan Ify, sejenak perempuan itu mengernyitkan dahi mendengar nama masakan tersebut. Sangat aneh di telinganya, dan Ify berharap semoga saja rasa masakannya tidak seaneh namanya. Jujur Ify bukan pecinta masakan luar, tidak seperti Rio, yang sejak dulu Ify kenal senang membawa dirinya ke restauran-restauran dengan menu asing di telinganya.

“ Kalo ini apa Om?” celetuk Rafli polos menunjuk sepiring pasta dengan kacang polong serta potongan daging asap di atasnya, Rio tersenyum mengelus rambut Rafli dengan sayang.

“Ini namanya Eliche , sayang. Rafli mau coba?” tawar Rio yang langsung diangguki oleh Rafli. Rio tersenyum lalu menyendokkan pasta tersebut ke piring Rafli. Anak itu mencicipinya sedikit, kemudian tersenyum dan mengatakan rasanya sangat enak. Sementara untuk dirinya sendiri Rio memilih menu La Bistecca Fiorentina, yaitu masakan berupa daging pipih seperti stik.


Ketiganya kemudian menikmati makanan masing-masing, bahkan Rio memaksa Ify untuk mencicipi makanannya, untungnya Ify dan Rafli menyukai makanan yang Rio pilihkan. Sesekali terdengar tawa ketiganya saat mendengar cerita Rafli mengenai kelincibarunya, Shiro. Rafli dengan lucu menceritakan dirinya ingin membelikan baju untuk Shiro. Agar hewan peliharaanya itu tidak kedinginan. Bahkan dirinya ingin Shiro tidur di kamarnya, yang tentu saja langsung dilarang keras oleh Ify.

Setelah makan malam di restaurant Italia tersebut, Rio membawa Ify dan Rafli kesebuah taman kota yang memang pada malam hari terlihat sangat ramai, banyak para pengunjung yang datang, dari anak kecil sampai orang dewasa. Dan kebanyakan para pengunjungnya adalah sepasang kekasih juga orang yang sudah berkeluarga. Saat Ify menginjakan kakinya di taman itu, wajahnya tiba-tiba pucat. Tubuhnya menegang, apakah ingatan Rio sudah kembali? Pikir Ify. Tempat ini adalah tempat dimana pertama kali mereka berkencan dulu.

“Yo? Kenapa kita ke sini?” tanya Ify tanpa memandang Rio, pandangan matanya mengitari taman tersebut, tidak banyak yang berubah dari taman itu sejak terakhir kali perempuan itu melihatnya. Bahkan kursi taman dekat pohon mahoni yang dulu sering dia duduki menunggu seseorang yang sangat dia cintai pun masih bertengger manis di tempatnya, tak berubah sama sekali. Bunga-bunga serta dekorasi taman tersebut masih sama, hanya ada beberapa tambahan permainan untuk anak kecil, seperti perosotan serta ayunan.

“Kenapa? Kamu nggak suka, Fy?” tanya Rio menyelidik, memandang wajah Ify serius. Dia takut apabila Ify tidak menyukai tempat yang dia pilih.

Ify menggeleng pelan, dia menutup mulutnya berusaha agar bisa menahan tangisnya.”Enggak, aku...aku suka banget kamu ajak aku ke sini. Aku cuma pengin tau alasan kamu kenapa kamu ajak aku dan Rafli ke sini?” tanya Ify serak. Tetap berusaha agar air matanya tak jatuh. Walaupun rasa sesak yang menghimpit dadanya datang kembali.

Rio menurunkan Rafli dari gendongannya,”Aku sendiri nggak tau, setiap aku lewat taman ini, aku ngerasa pernah ada sesuatu di sini, tapi aku sendiri nggak tau itu apa,” gumam Rio, pandanganya menerawang entah kemana. Rio memang sering melewati taman ini saat dirinya pulang kerja. Bahkan sebelum Ify ditemukan Rio pernah mampir ke taman ini untuk beristirahat sejenak, menenangkan pikiranya. Dan dia merasa nyaman dengan tempat tersebut. Seperti pernah duduk di tempat yang sama. Ada sekelebat bayangan yang singgah di kepalanya, namun terlihat samar. Berkali-kali Rio mencoba mengingat, namun hanya bayangan samar yang terlihat.

“Om Lio, Lapi mau itu!” teriakan Rafli menyentakkan Rio kembali ke bumi,pandangnnya beralih kearah Rafli yang menunjuk pedagang gula-gula kapas yang tak jauh dari mereka berdiri. Rio tersenyum lalu mengangguk.

“Kamu juga mau, Fy?” tawar Rio, Ify tersenyum lalu mengangguk. Rio segera pergi menuju penjual gula-gula kapas tersebut, sementara Ify menuntun Rafli duduk dikursi besi di bawah pohon mahoni yang dia lihat tadi. Perempuan itu menghela nafas, dirinya sangat berharap ingatan Rio dapat kembali seperti semula, agar Rio tau bahwa Rafli adalah darah dagingnya. Anak Rio dan dirinya. Tak berapa lama kemudian Rio kembali dengan membawa dua gulung gula-gula kapas untuk Ify dan juga Rafli, laki-laki itu duduk di samping Ify.

“Enak!” gumam Rafli polos sambil terus menikmati gula-gula kapas tersebut sedikit demi sedikit. Ify dan Rio saling pandang lalu tertawa. Ify mencuil sedikit gula-gula kapas tersebut dan memasukknya ke dalam mulut. Mau tak mau dirinya tersenyum. Dia seperti merasakan de javu. Dulu juga ada seseorang yang membelikan gula-gula kapas itu padanya. Bahkan orang yang membelikannya pun sama. Hanya situasinya yang berbeda. Bahkan pelakunya bertambah satu, yaitu kehadiran Rafli.

“Kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Rio membuyarkan lamunan Ify, perempuan itu menoleh ke kanan, dan mendapati mata Rio yang menatapnya dengan intens, membuat Ify kembali memalingkan pandanganya kearah lain. Jujur Ify bisa sangat lemah dengan tatapan intens Rio. Entah kenapa dirinya tiba-tiba saja bisa merasa lemas tak bertenaga. Masih sama seperti dulu, Ify selalu merasa lemah bila laki-laki itu menatapnya dalam seperti itu.

“Nggak apa-apa,” balas Ify cuek, kembali memasukkan secuil makanan manis itu,namun tiba-tiba saja Rio menghentikkan tangannya yang sudah hampir menyentuh bibirnya. Diarahkannya tangan Ify mendekati bibirnya, lalu dengan cueknya memakan cuilan gula-gula kapas tersebut, membuat Ify memelototi dirinya. Rio terkekeh geli melihat wajah Ify yang memasang ekspresi lucu seperti itu.

“Manis... kayak...”

“Kayak apa?” tanya Ify penasaran, karena Rio sengaja menggantung kata-katanya.Yah walau Ify menerka pasti jawabannya tak jauh-jauh dari rayuan gombal Rio.Perempuan itu sudah terbiasa mendengarnya. Sangat sudah biasa. Semua ucapan Rio selalu terdengar gombal ditelinganya.

“Sini aku bisikin,” sahut Rio, Ify menggeleng heran, masih saja sifat gombalnya tak hilang, namun dia menuruti juga ucapan Rio. Perempuan itu mendekatkan telinganya di bibir Rio. Bersiap mendengar gombalan yang keluar dari mulut Rio.

“Manis kayak...” Rio menarik dagu Ify lalu mengecup bibir tipis itu dengan lembut.”bibir kamu,” lanjutnya lalau tertawa penuh kemenangan. Ify langsung memelototi Rio, wajahnya terlihat kesal. Bahkan di tempat ramai pun Rio taksegan-segan menggoda dirinya. Ify memerhatikan sekitarnya, takut ada yang melihat kejadian tadi, untungnya semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Rafli pun masih asik menikmati gula-gula kapasnya.

“kamu tuh bisa nggak sih nggak usah usil!” dengus Ify kesal. Rio terkekeh geli melihat Ify marah. Dia sangat suka menggoda perempuan itu. Bahkan Rio senang dengan ekspresi malu wajah Ify. Sikap malu-malunya menunjukkan seolah perempuan itu baru berusia tujuh belas tahun. Padahal sudah jelas-jelas Ify memiliki seorang anak berusia empat tahun.

“Maaf, sayang. Abisnya kamu gemesin sih,” sahut Rio enteng mencubit hidung bangir Ify penuh dengan rasa sayang.

“Kalo ketahuan orang gimana coba? Malu tau!”

Rio mengangkat bahunya, tak peduli. Laki-laki itu bahkan sangat cuek, Rio tak peduli orang lain berpandangan apa tentang dirinya.”Who’s care? Yang penting aku nggak nyium pacar orang,” balasnya enteng, semakin membuat mata Ify melebar karena kesal.

Deg

Tiba-tiba saja Rio merasakan sesuatu yang keras menghantam kepalanya, rasanya sangat sakit. Laki-laki itu meringis menahan sakit di kepalanya. Ify menatap bingung Rio yang memegangi kepalanya, “Yo? Kamu kenapa?” tanya Ify khawatir.

Rio diam , masih tetap memegangi kepalanya, kali ini dia merasa ada beribu-ribu jarum menusuk kepalanya. Sangat sakit. Dan lagi-lagi disertai sekelebat bayangan yang sama, bayangan yang tak terlihat jelas. Wajah Rio yang berubah pucat membuat Ify semakin ketakutan.

“Yo, kamu kenapa? Jawab aku jangan bikin aku takut!” tanya Ify ketakutan, air matanya bahkan sudah mengalir membasahi pipinya.

“Om Lio kenapa, Nda?” tanya Rafli kebingungan melihat Rio yang terus menerus memegangi kepalanya.

“Om Rio sakit, sayang. Rafli diam dulu yah,” balas Ify membantu Rio duduk disampingnya.

“Yo, ayo kita ke dokter. Wajah kamu pucet banget,” pinta Ify berusaha menopang tubuh Rio yang besar, dia harus segera membawa Rio secepat mungkin. Dia tidak mau sesuatu terjadi dengan laki-laki itu.

“apartemen, obat...ssh...obat aku di apartemen, Fy,” jawab Rio lirih masih tetap memegangi kepalanya.

Ify mengangguk mengerti, perempuan itu lalu membawa Rio ke pinggir jalan, menyetop taksi, kemudian membantu Rio masuk ke dalam taksi. Setelah memberitahu alamat yang mereka tuju kepada supir taksi tersebut, taksi itu segera meluncur ke alamat yang diberitahukan Ify. Dia harus segera cepat sampai di apartemen Rio.


Walau Rio tak memberitahu dimana alamat apartemen laki-laki itu, tetapi Ify tau dimana apartemen berada, instingnya mengatakan Rio masih tinggal diapartemen miliknya dulu. Ify mengelus rambut Rio dengan lembut, berusaha menenangkan laki-laki itu. Keringat dingin mulai membasahi dahi Rio, laki-lakiitu terlihat pucat dan kesakitan. Nafasnya naik turun dengan cepat. Bahkan rintihannya membuat Ify terisak sedih. Dirinya tak tahan melihat Rio yang kesakitan.

“Sabar, sayang, sebentar lagi kita sampai,” bisik Ify serak. Rafli menatap sedih Rio yang kesakitan, bahkan anak itu menangis.

“Om Lio halus kuat, bental lagi kata bunda kita sampe,” Rafli menggengam tanganRio , bermaksud memberikan kekuatan padanya, Rio berusaha tersenyum, dan menggegam tangan mungil itu.

Tak berapa lama kemudian mereka sudah sampai di lobi apartemen milik Rio, Ify langsung membawa Rio dan Rafli masuk ke dalam lift menuju lantai 5.

“Ting”

Pintu lift tersebut terbuka, Ify berjalan pelan sambil memapah tubuh Rio menuju kamar apartemennya, matanya mencari-cari nomer apartemen milik Rio, dan tepat di depan pintu nomer 123, langkahnya terhenti.

“keycardnya dimana, Yo?” tanya Ify memandang wajah Rio lembut. Rio mengeluarkan keycard dari saku jasnya yang langsung Ify ambil dan cepat-cepat membuka pintu apartemen itu.

Pintu apartemen terbuka, untungnya saja lampunya menyala, jadi Ify tak perlu repot-repot mencari sakelar sementara dirinya sendiri harus menopang tubuh Rio yang berat. Ify langsung membawa Rio ke dalam kamar utama apartemen tersebut dan membaringkan tubuh Rio di atasnya.

“Obatnya dimana, Yo?” bisik Ify.

“di atas nakas,” sahut Rio lirih. Ify melirik nakas di samping tempat tidur Rio, ada sebuah botol kecil dan segelas air di atas nakas, Ify segera mengambil botol obat tersebut, mengeluarkan sebutir obat dan membantu rio meminumnya. Perlahan –lahan nafas laki-laki itu berangsur normal, sepertinya obatnya mulai bekerja. Ify mengelus rambut Rio dengan lembut, Ify duduk di pinggir tempat tidur. Sementara Rafli berdiri di samping dirinya, wajah anak kecil itu juga terlihat sangat khawatir, walau Rafli tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Nda...Om Lio sakit yah?” tanya Rafli pelan.

Ify menoleh memandang wajah Rafli, meraih tubuh mungil itu dan membawanya ke dalam dekapannya,”Iya, sayang. Om Rio lagi sakit, jadi kita harus jagain Om Rio, Rafli mau kan jagain Om Rio?”

Rafli mengangguk mantap, anak kecil itu sangat menyayangi Rio, semenjak kehadiran laki-laki dewasa itu, Rafli tidak pernah mengeluh dan menagih surat palsu yang sering Ify buat untuknya, bahkan Rafli selalu bertanya kapan dirinya bisa bertemu dengan Rio kembali saat Ify membawanya pindah ke kota ini.

Mungkin karena pengaruh obat tadi, Rio mulai tertidur dengan nafas teratur, wajahnya sudah tak pucat seperti tadi. Ify menghembuskan nafas lega karena keadaan Rio sudah membaik. Dalam hati Ify selalu bertanya, apakah laki-laki ini selalu merasakan sakit kepala seperti tadi? Bahkan obat itu sudah tersedia dinakas beserta airnya.


Sejak kapan Rio mengalami sakit seperti itu? Dan penyakit apa yang di derita dirinya? Semua pertanyaan tersebut sekarang mulai berputar di piIfy Ify. Dirinya tidak menyangka bisa melihat Rio dalam keadaan tak berdaya seperti ini. Lelaki itu sepertinya selalu terlihat sehat dimatanya. 

Ify melirik Rafli yang sudah jatuh tertidur di samping Rio. Ify tersenyum melihatnya. Dia tidak mungkin pulang dan meninggalkan Rio yang sedang sakit. Mau tak mau dirinya harus menginap untuk menjaga Rio. Apalagi Rafli juga sudah tertidur. Perempuan itu akhirnya memutuskan untuk menghubungi Bi Imah, memberitahu dirinya menginap di apartemen Rio karena harus menjaga laki-laki itu.

>>>>>>>>>>>>>>>>>

Rio turun dari mobilnya, dia berjalan menuju taman kota yang tak jauh dari tempatnya berhenti. Dia melirik jam tangannya, masih terlalu sore untuk menunggu, tapi dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Laki-laki itu memilih duduk di kursi taman yang terbuat dari besi, tepatnya di bawah pohon mahoni. Tempat biasa mereka bertemu.

“Maaf, lama yah,” sebuah lengan kecil melingkar di leher Rio, memberikan kehangatan padanya. Rio tersenyum lalu menoleh ke pemilik lengan tersebut.

“Nggk kok, aku juga baru dateng. Kamu udah makan belum?” Rio menarik lengan tersebut, menuntun agar gadis itu duduk di sampingnya. Wangi parfum kesukaannya menguar dari tubuh gadis itu saat dia sudah duduk di samping Rio. Membuat Rio merasa nyaman. Bahkan ingin langsung merengkuh gadis itu andai saja dia tidak ingat dimana dirinya berada.

“Belum, tapi aku belum laper kok,” Sahut gadis itu lembut.

Rio menggengam tangan mungil itu, memberikan kehangatan padanya,” Beneran?Padahal aku mau ngajak kamu ke restauran favorit kita, lho,” Rio mengerling genit membuat gadis itu
mencibir pelan. Mau tak mau Rio terkekeh mendengarnya.

“Yo, aku mau gula-gula itu, yah?” pinta gadis itu manja merangkul lengan besarRio. Tangannya menunjuk kepada pedagang gula-gula kapas yang tak jauh dari tempat mereka duduk.

Rio mengernyitkan dahi,”gula-gula kapas? Nggak salah?”

Gadis itu menggeleng pelan lalu tesenyum,”Nggak. Nggak tau kenapa, aku pengin makan gula-gula itu. Pleaseee....” jawab gadis itu dengan wajah memohon.

“Iya, sayang. Semua yang kamu mau, aku pasti bakal lakuin. Tunggu sebentar yah,” Rio mengelus rambut gadis itu lembut, lalu mendekati pedagang gula-gula kapas tersebut. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk. Tak lama kemudian Rio kembali dengan gula-gula kapas di tangan kanannya.

“Makasih, sayang!” seru gadis itu senang, lalu mengambil gula-gula kapas itu dari tangan Rio. Rio memerhatikan gadis disampingnya yang dengan cerianya memakan gula-gula kapas itu secuil demi secuil. Membuatnya terlihat seperti anak kecil. Tiba- tiba saja ada bayangan hitam yang datang menarik gadis itu menjauh dari dirinya, gadis itu berteriak minta tolong. Rio berusaha menahan lengan gadis itu dengan susah payah.

“Yo, tolong aku!!!!” teriak gadis itu ketakutan, wajahnya memohon ketakutan. Rio semakin berusaha mempererat pegangannya, namun tenaganya kalah jauh dari bayangan hitam itu. Perlahan genggaman tangan Rio terlepas dari gadis itu,membuat tubuhnya terpental kebelakang. Dan gadis itu menghilang entah kemana. Hilang seperti tertelan bumi bersama bayangan hitam tersebut.


“TIDAKKKKK!!!!”

“Yo, Rio bangun!” Ify menepuk pipi Rio pelan, berusaha membangunkannya dari mimpi buruk. Laki-laki itu langsung membuka matanya , nafasnya terengah-engah, tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Wajahnya terlihat pucat.

“Yo... kamu nggak apa-apa, kan? “ tanya Ify lirih, perempuan itu menatap Rio dengan wajah cemas. Tangan mungilnya menggengam tangan Rio yang besar. Rio menoleh kearah Ify dan langsung memeluk perempuan itu. Ify mengelus-elus punggung Rio, memberikan ketenangan pada laki-laki itu.

“Tenang, yah. Ada aku disini,” bisik Ify lembut. Rio semakin mengeratkan pelukannya. Menyeruakan kepalanya dirambut Ify, menikmati wangi tubuh perempuan itu. Tiba-tiba ingatannya kembali pada mimpinya tadi, dirinya baru ingat bahwa wangi tubuh Ify mirip dengan wangi tubuh gadis yang ada di dalam mimpinya. Namun Rio tidak bisa mengingat wajah gadis itu, semakin dia mengingat, semakin rasa sakit di kepalanya timbul.

“Fy...” bisik Rio lirih.

“Iya, Yo? Kenapa?” tanya Ify lembut , tangannya masih terus mengelus punggung besar Rio.

“Aku mimpi buruk, dalam mimpi itu aku sedang bersama seorang gadis, tapi aku nggak bisa mengingat wajahnya. Tapi wangi tubuhnya sama seperti wangi tubuh kamu” Sahut Rio lirih.

“Deg!” Ify merasakan sesuatu yang hangat menghinggapi hatinya. Apakah Rio mulai mengingat kembali dirinya. Entah kenapa Ify merasakan kebahagiaan yang tak terkira apabila mimpi itu adalah mimpi tentang dirinya.

“ Memangnya kamu mimpi apa, Yo?” tanya Ify lembut, melepaskan pelukan Rio lalu menatap wajah laki-laki itu yang terlihat gusar. Rio menghela nafas sejenak.

“Aku mimpi sedang berada di taman kota bersama seorang gadis remaja, saat itu sepertinya aku masih kuliah dan gadis itu masih SMA. Dalam mimpi itu dia meminta padaku untuk dibelikan gula-gula kapas , dan aku membelikannya. Tapi tiba-tiba saja bayangan gelap datang dan menarik gadis itu menjauh dariku. Aku sudah berusaha menahannya , namun gagal. Kemudian aku langsung terbangun dari tidurku.”

Ify memerhatikan wajah Rio yang sepertinya terlihat sedih karena tidak bisa mengingat wajah gadis itu. Dan ternyata dugaan perempuan itu benar, laki-laki itu mulai memimpikan dirinya. Sepertinya perlahan-lahan ingatan Rio mulai kembali. Mimpi yang baru saja dialaminya adalah kejadian nyata yang pernah terjadi saat keduanya masih berpacaran. Dan Ify sangat berharap, ingatan Rio akan bernagsur-angsur pulih seperti sedia kala.

“Suatu saat kamu pasti akan tau seperti apa wajah gadis itu, Yo. Percaya sama aku?” Ify tersenyum menyentuh wajah Rio yang pucat. Sejenak Rio menatap Ify ragu, kenapa perempuan ini tidak cemburu karena pacarnya memimpikan gadis lain?

“Kamu nggak cemburu?” tanya Rio penuh selidik.

Ify menggeleng lalu tersenyum, mana mungkin dia cemburu dengan dirinya sendiri. Hanya orang bodoh yang akan melakukan hal seperti itu.

“Karena aku percaya kamu,” sahut Ify kemudian mencium sudut bibir Rio. Laki-laki itu terperangah dengan sikap Ify yang dinilainya lumayan berani. Membuat Rio merasakan gairah dalam tubuhnya bangkit. Perempuan itu membangkitkan kembali gairahnya.

“Ify!” geram Rio menatap tajam Ify. perempuan itu memandang Rio dengan bingung. Seolah bertanya ‘ada yang salah?’

Tiba-tiba saja tubuh Ify terdorong ke belakang membuatnya terbaring di tempat tidur, tatapan Rio berubah menjadi sensual. Tersenyum melihat keterkejutan perempuan itu.

“Yo...kamu...kamu mau ngapain?” Ify mulai panik karena Rio mulai mengurung dirinya dengan kedua tangannya yang kokoh. Apalagi posisi tubuh Rio yangmenimpa tubuhnya.

“Menurut kamu aku mau ngapain?”

“Yo jangan macem-macem, ka...kamu kan lagi sakit!” Ify berusaha mendorong tubuh besar Rio. Namun hasilnya nihil. Tenaga Rio lebih kuat dari dirinya.

Rio menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ify. Laki-laki itu meniup leher Ify lembut. Membuat tubuh Ify merinding, merasakan sensasi aneh dalam dirinya.

“Cium aku! “ perintah Rio tiba-tiba yang langsung mendapat pelototan dari ify.dia langsung menggeleng kuat. Ify sudah bisa menebak apa yang selanjutnya akan terjadi apabila dia mencium Rio. Laki-laki itu pasti akan meminta lebih dari sekedar ciuman.

“Fy..” geram Rio. Mengancam Ify dengan tatapan tajamnya seolah berbicara ‘cepat lakukan’.

“Aku nggak mau !” Ify tetap menolak untuk mencium Rio. Dia tidak ingin laki-laki itu bertindak lebih jauh lagi. Apalagi ada Rafli yang bisa saja muncul dan memergoki keduanya. Membayangkan hal itu membuat Ify ketakutan.

“Oke, biar aku yang ambil alih kalo gitu,” Rio langsung membungkam mulut Ify sebelum Ify berbicara lagi. Dia mencium bibir Ify dengan lembut dan pelan.Menggoda perempuan itu agar membalas ciumannya. Dan tanpa Ify sadari, dirinya membalas tiap kecupan yang Rio berikan. Keduanya saling mencium satu sama lain. Melampiaskan hasrat yang sudah lama mereka pendam. Rio menggigit pinggir bibir Ify, mulut perempuan itu refleks terbuka. Dan Rio tak mensia-siakannya, lidah laki-laki itu langsung masuk mencari-cari lidah Ify untuk dilumatnya. Tangan Rio menelusuri setiap tubuh langsing Ify.

Merasakan kelembutan tubuh kekasihnya. Ciuman Rio berpindah ke leher Ify. Membuat Ify mengerang pelan merasakan sensasi yang ditimbulkan Rio. Laki-laki itu tersenyum senang melihat reaksi kekasihnya yang mulai terhanyut akan permainan panasnya.

Perlahan tangan Rio mulai menelusuri paha mulus Ify. mengelusnya dengan lembut. Sedangkan mulutnya kembali membungkam bibir Ify sebelum perempuan itu memprotes tindakannya.

“Yo! Jangan! Kita nggak boleh melakukan ini!”

“Akhh!” Rio tiba-tiba berhenti. Dia memegangi kepalanya. Bayangan samar dan suara gadis itu kembali datang.

“Nggak apa-apa sayang, aku akan tanggung jawab,” Rio mencium leher gadis itu penuh nafsu. Merasakan kelembutan dari kulit gadis itu. Wangi tubuh gadis itu membuat Rio lupa akan segalanya.

“Yo! Jangan! Kamu mabuk, kita harus berhenti!” teriak gadis itu lagi, berusaha mendorong tubuh Rio. Namun Rio malah mencium bibir gadis itu untuk membungkam suaranya.

“Akhh!” suara erangan kembali keluar dari mulut Rio menahan kembali rasa sakitnya. Bayangan itu kenapa kembali. Namun wajah gadis itu masih terlihat tak jelas. Siapa gadis itu sebenarnya. Dan apa yang dia lakukan pada gadis itu?

Ify terkesiap lalu menatap Rio khawatir. “Yo, kamu kenapa? Kepala kamu sakit lagi?” Ify menyentuh lengan Rio. Mengelus pelan lengan kekar itu. Berusaha menenangkan Rio. Dada Rio naik turun, terlihat seperti baru saja berlari berkilo-kilo jauhnya. Dia menatap Ify sendu. Lalu menggeleng pelan.

Ify menangkup wajah Rio dengan tangan mungilnya. Menatapnya penuh kelembutan,”Jangan bohong sama aku, apa yang kamu lihat barusan?”

Rio menyentuh kedua tangan Ify yang menempel di wajahnya, memberikan kehangatan kepada tangan Ify yang dingin. Rio tau Ify sangat khawatir. Sampai-sampai tangannya menjadi sedingin es seperti sekarang.

“Kamu mau tau apa yang aku lihat tadi?” tanya Rio pelan.

Ify mengangguk lalu tersenyum lembut.

“gadis itu, Fy. Gadis itu hadir lagi dalam kepala aku .Setiap kali kepalaku terserang rasa sakit. Dan lagi-lagi wajah gadis itu tak jelas. Aku nggak bisa melihat gadis itu. Dalam bayangan itu, aku mencumbunya. Bahkan aku terlihat memaksanya, Fy. Seolah-olah aku ingin memerkosanya,” Rio terlihat sangat tersiksa. Matanya memancarkan kesedihan yang mendalam. Pasti Rio tersiksa dengan rasa sakit serta bayangan-bayangan masa lalunya itu. Membuat Ify tidak tega melihatnya.

“Kamu mau tau siapa gadis itu?” Ify menatap kedua manik mata Rio. Mata coklat itu menatapnya bingung.”Maksud kamu?”

“Aku tau siapa gadis yang selalu hadir dalam mimpi dan pikiran kamu,Yo.”

“Siapa?”

“Dia...”


TBC teman teman :))
Nantikan part selanjutnya :))
Tinggalkan jejak kalian kalau mau lanjuuttt :D
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.
Jangan lupa Follow teman :*

Forever Love 'Versi RIFY' - Part 7 (Repost)

Saya kembali lagi teman teman ..
dan kali ini saya akan kembali melanjutkan untuk merepost cerbung keren ini :))
Bagi yang belum cukup umur dimohon untuk didampingi orang tua masing masing :D
karena banyaknya adegan yang belum boleh anda lihat bagi yang masih di bawah 17 tahun.
okeh, langsung aja :))
Happy reading guys !!!


“Jadi beneran kita mau pindah, Nda?” tanya Rafli polos sambil memerhatikan Ify yang sedang memasukan baju-baju milik Rafli ke dalam koper berukuran besar. Ify tersenyum simpul, dia menghentikan sejenak aktifitasnya lalu menangkupkan kedua tangannya di wajah Rafli.”Iya sayang, kita akan pindah ke tempat Bude di Bandung, dulu Bunda juga pernah tinggal di sana,” sahut Ify lalu melanjutkan menyusun baju-baju Rafli ke dalam koper. Anak itu memerhatikan Ify yang serius melipat pakaiannya satu persatu.

“Telus...sekolah Lapi gimana, Nda?” tanyanya polos khas anak kecil.

“Yah Rafli juga pindah sekolah dong sayang, tenang aja di sana juga Rafli bakal dapet temen baru kok , apalagi nanti di sana ada Dinda yang jadi temen main Rafli,” Ify tersenyum menatap wajah Rafli, sebenarnya dia tidak ingin melakukan semua ini, tapi ini semua harus dia lakukan demi kebaikan Rafli dan dirinya. Ify tak sanggup bila melihat Rio bersanding dengan perempuan lain. Sudah sangat sakit hatinya saat melihat undangan pertunangan itu, apalagi harus menyaksikan Rio memeluk mesra perempuan lain. Membayangkannya saja Ify tak sanggup. Dan satu-satunya cara adalah dia harus menjauh dari Rio dan pergi dari kota ini.

“Yah...telus Lapi nggak bisa ketemu sama Om Lio lagi yah, Nda?” tanya Rafli sedih membuat hati Ify semakin sakit mendengarnya. Rasa sesak kembali menghampiri dirinya. Sepertinya Rio sudah berhasil merebut perhatian Raflu, membuat anak itu jatuh cinta padanya. Kini, Ify merasa gagal menjadi ibu yang baik untuk Rafli, karena untuk kedua kalinya dia harus memisahkan Rafli dari ayahnya.

Maafin bunda sayang, bunda nggak bermaksud menjauhkan kamu dari ayah kamu, tapi semua ini harus bunda lakukan demi kebaikan kita berdua.

“Om Rio juga kan sibuk kerja sayang, Om Rio juga punya kehidupan sendiri sama seperti kita. Jadi nggak mungkin kita bisa terus bareng sama Om Rio, Rafli anak pintar, kan? Jadi Rafli pasti ngerti maksud Bunda, emm... mending sekarang Rafli bantu bunda beres-beres yah, sebentar lagi taksinya dateng,” balas Ify lembut sambil mengelus rambut Rafli dengan rasa sayang.

“Oke bunda!” Rafli kemudian membantu Ify merapihkan mainannya yang berserakan di lantai.



>>>>>

“Jadi kamu beneran mau balik lagi ke Bandung, Fy?” tanya Sivia saat Ify menunggu taksi jemputannya yang entah kenapa belum juga datang.

Ify menghela nafas pelan, sebelumnya dirinya meminta bantuan pada Sivia untuk menjual rumah yang dia tempati sekarang untuk membayar ganti rugi atas pelanggaran kontrak kerja antara Ify dengan perusahaan Rio, dan rencananya surat pengunduran Ify akan diserahkan beserta uang hasil penjualan rumah Ify. Memang harga rumah Ify tidak akan mencukupi untuk membayar denda tersebut, tapi Sivia dengan baik hati membantu Ify meminjamkan uangnya , padahal Sivia bersikeras agar Ify menerima bantuannya tanpa harus mengembalikannya, namun perempuan itu tidak mau menerima secara cuma-cuma uang tersebut, Ify bersikeras akan mengembalikan uang Sivia walau dengan cara mencicilnya sedikit demi sedikit.

“Elo udah denger ceritanya kan, Vi? Gue nggak mau lama-lama berada di kota yang sama dengan Rio. Gue nggak mau ngerasain sakit untuk kedua kalinya, Vi. Undangan tersebut udah ngebuat gue sadar kalo sampai kapanpun Rio nggak akan bisa gue dapetin, dan sampai kapanpun gue nggak akan bisa bersatu sama dia,” balas Ify serak, air matanya sudah menggenang dipelupuk mata. Namun sebisa mungkin cairan bening tidak jatuh, dia tidak ingin Rafli melihat dirinya menangis. Dia tidak ingin menjadi lemah seperti dulu.

Sivia menghampiri Ify dan memeluknya, dia sangat tau bagaimana Ify. Perempuan ini cukup keras kepala. Andai saja Rio tidak hilang ingatan, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Padahal Sivia sudah sangat senang dirinya bisa bertemu kembali dengan sahabatnya, namun sekarang dia harus berpisah lagi dengan Ify. Manusia bisa berencana, tetapi Allah juga yang menentukan.

“Gue tau, Fy. Dan gue selalu dukung apapun yang lo lakuin, gue berharap semuanya baik-baik aja. Nanti gue bakal sering berkunjung ke sana, dan satu lagi, kalo lo butuh bantuan jangan segan-segan ngomong sama gue, oke?” Sivia mengelus bahu Ify, memberikan dorongan untuk sahabatnya itu. Semoga di Bandung nanti Ify akan merasa lebih baik lagi, serta mendapatkan sesorang yang bisa melindungi dirinya dan juga Rafli.

Ify melepaskan pelukannya,”Dan satu lagi , Vi, jangan sampai Rio tau keberadaan gue, Lo udah ngasih tau Gabriel soal hal ini kan?” tanya Ify memastikan. Bukanya Ify berharap Rio akan menemuinya, namun sebisa mungkin dia tidak berhubungan lagi dengan laki-laki itu.

Sivia mengangguk,”Udah, lo tenang aja. Gue nggak akan ngasih tau soal keberadaan lo sama Rio,” sahut Sivia tersenyum.

Tak lama kemudian taksi yang di tunggu Ify sudah datang, perempuan itu memutuskan hanya membawa pakaian untuk tinggal di Bandung nanti, jadi semua perabotan miliknya akan dijual beserta rumahnya.

“Hati-hati ya, Fy! Kabarin gue kalo lo udah sampai di bandung yah,?” kata Sivia saat ketiganya sudah masuk ke dalam taksi. Ify tersenyum lalu mengangguk mengerti,”Iya, Vi. Makasih yah buat semuanya.” Balas Ify dari kaca jendela taksi yang dibukanya.

“Iya, take care yah yah, Fy,” sahut Sivia. Kemudian mobil taksi itu meninggalkan Sivia yang masih berdiri di depan rumah Ify sampai mobil itu menghilang di persimpangan jalan dan Sivia langsung masuk ke dalam mobilnya meninggalkan rumah Ify.





>>>>>>>>>>>>>



Rio melangkah masuk ke dalam ruangan miliknya, wajahnya terlihat sangat kesal. Sejak kemarin dirinya tidak bisa menghubungi nomer Ify. Dan sekarang saat Rio masuk ke dalam ruangan Ify, perempuan itu tidak ada di ruangannya. Rio mengernyitkan dahi saat melihat sebuah amplop putih yang tergeletak di mejanya. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaanya menjadi tidak enak, dengan cepat Rio mengambil amplop tesebut dan membuka isinya. Sebuah cek bernilai lima ratus juta serta surat pengunduran diri dari Ify.

Wajah Rio memucat saat membaca surat pengunduran diri dari perempuan yang sangat dicintainya itu, Rio meremas surat pengunduran diri tersebut dan melemparnya ke tong sampah. Dia bingung kenapa Ify tiba-tiba saja mengundurkan diri, padahal kemarin hubungannya dengan Ify baik-baik saja. Bahkan semakin lebih dekat. Rio segera masuk ke dalam lift menuju lantai dasar. PiIfynya berkecamuk memikirkan Ify, kenapa perempuan itu menghilang begitu saja tanpa meninggalkan alasan apapun. Apakah dirinya telah menyakiti perempuan itu tanpa dirinya menyadirinya? Namun sepertinya tidak. Terakhir mereka bertemu semuanya baik-baik saja, bahkan Rio sempat menggoda Ify dengan mencium pipinya di lobi hotel. Rio menghampiri Winda yang sedang berbicara dengan seorang tamu.

“Win, apa kamu tadi melihat Ify datang ke kantor?” tanya Rio dengan wajah tegang, bahkan dasi Rio sudah berantakan, tidak serapih tadi. Bahkan rambutnya terlihat acak-acakan, namun tidak mengurangi ketampanan pria itu.

Perempuan itu menggeleng,”Tidak, pak. Saya terakhir bertemu Ify saat bapak meeting di Luxury hotel, dua hari yang lalu, pak ,” jawab Winda sedikit gugup. Dari raut wajah Rio, perempuan itu sudah menduga sepertinya bosanya itu sedang dalam keadaan emosi bercampur rasa khawatir.

“Dua hari yang lalu?” tanya Rio tak percaya, berarti sama dengan dirinya terakhir kali bertemu dengan Ify. Setelah mengucapkan terimakasih Rio langsung bergegas menuju parIfy, laki-laki itu langsung masuk ke dalam mobilnya menuju suatu tempat yang sudah sangat di kenalnya. Dan semoga saja Ify ada di sana.

Lima belas menit kemudian Rio sudah sampai di depan sebuah rumah sederhana namun terlihat nyaman. Keadaan di sekitar rumah itu terlihat sepi, bahkan pintu pagarnya digembok dari luar. Tanda tak ada penghuni di dalamnya. PiIfy Rio mulai diliputi ketakutan, tubuhnya menegang, keringat dingin mulai keluar di pelipisnya. Segala macam piIfy aneh mulai menghinggapi dirinya, namun segera ditepis laki-laki itu. Rio merogoh saku celananya mengeluarkan benda kecil tersebut lalu memencet tombolnya.

“Halo, Yo? Ada apa?” sapa suara di seberang saat sambungan telponnya tersambung.

“Lo tau kenapa Ify mengundurkan diri?” tanya Rio berharap gabriel tau alasan perempuan itu mengundurkan diri.

“Ngundurin diri? Gue bahkan baru tau dari lo kalo Ify resign, Yo! Kapan dia bilang?” Gabriel malah bertanya balik padanya. Membuat Rio semakin frustasi, berarti Gabriel tidak tau menahu mengenai alasan Ify berhenti. Jadi semakin tipis harapnnya bisa menemukan perempuan itu. Apalagi Rio tidak banyak tau mengenai keluarga Ify, yang dia tau Ify adalah anak tunggal dan kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Rio menghela nafas putus asa, dia menyisir rambutnya dengan jari, ” tadi pagi ada surat pengunduran diri dia di meja gue, bahkan rumahnya sekarang digembok,” balasnya lemah.

“Maksud lo Ify pindah rumah? Tapi kenapa?”

“Gue nggak tau, Gab. Yaudah kalo gitu, kalo ada berita soal Ify lo langsung hubungin gue yah,” kata Rio akhrinya dan langsung memutuskan hubungan saat Gabriel mengatakan “Ya”.

Laki-laki itu akhirnya masuk kembali ke dalam mobil lalu meninggalkan rumah Ify, Rio tetap akan mencari Ify bagaimanapun caranya. Mobil Rio terhenti tepat di sebuah halaman luas rumah mewah milik orang tuanya. Pagi tadi Mamanya menelpon menyuruhnya ke rumah karena ada hal yang ingin dibicarakan. Dia sebenarnya tidak ingin datang andai saja Mamanya tidak memohon dan mengatakan kalau hal yang ingin dibicarakannya sangat penting.

Rio langsung masuk ke dalam rumah saat pembantu mamanya membukakan pintu, dia berjalan menuju halaman belakang tempat dimana sang mama menghabiskan waktu paginya dengan memendang kebun mawarnya.

“Pagi, Ma,” Rio mencium pipi mamanya lalu duduk tepat di hadapannya. Wanita paruh baya itu tesenyum karena Rio memenuhi janjinya untuk pulang ke rumah.

“Sudah sarapan belum, Yo? Kalo belum mama akan suruh Bi Ida menyiapkan sarapan untuk kamu,” kata Manda sambil menyesap teh hijau kesukaannya yang diimpor langsung dari jepang. Dia sangat menyukai teh tersebut. Bahkan tidak bisa melewatkan seharipun tanpa meminum teh buatan Jepang itu.

Rio menggeleng cepat, dia menolak karena dirinya sudah sarapan tadi pagi sebelum berangkat ke kantor,”Udah, Ma. Oh iya, mama mau ngomong apa sama Rio? Kok tiba-tiba nyuruh Rio pulang?” tanyanya penasaran, namun raut letih Rio membuat Manda mengernyitkan dahi, dia tidak menjawab pertanyaan malah sebaliknya bertanya kepada anaknya, apalagi pakaian Rio yang terlihat berantakan.

“Kamu abis dari mana, Yo? Kenapa kok terlihat acak-acakan begini?” tanya Manda heran, anaknya itu terkenal dengan kerapihannya, Rio selalu terlihat perfect bila mengenakan pakaian.

“Nggak dari mana-mana, Ma. Tadi panas, jadi dasinya Rio lepas,” jawabnya sekenanya. Rio menyandarkan tubunya di kursi lalu memandang sang Mama,”So, mama mau ngomong apa ? bentar lagi Rio ada meeting,” tanyanya tak berminat. PiIfynya masih dipenuhi oleh Ify.

Manda tersenyum simpul,”Kamu udah ketemu dengan Shilla kan, sayang? Jadi kemarin mama dan mamanya Shilla sudah memutuskan kapan tanggal pertunangan kalian berlangsung, contoh undangannya kemarin sudah mama liat, Shilla sendiri yang memilihnya, bagus lho sayang,” kata Manda senang, namun wajah Rio langsung menegang saat mamanya berbicara soal tunangan.

“Apa, ma? Tunangan? Maksud mama apa sih? Rio tunangan sama Shilla?” tanya Rio marah. Rio memang kenal Shilla. Anak sahabat mamanya yang jatuh cinta setengah mati dengan Rio, namun laki-laki itu tidak punya perasaan apapun dengan gadis itu. Rio sudah tau bagaimana sifat Shilla yang menurutnya manja dan berperangai buruk. Seorang gadis yang selalu mementingkan kesenangan. Namun dia tidak tau kalau mamanya sampai sejauh ini ikut campur bahkan sampai mengurus soal pertunangannya segala. Kapan Rio mengucapkan kata bersedia akan bertunangan dengan gadis itu.

Manda menatap anaknya bingung,”Iya, kata Shilla kamu bersedia bertunangan dengan dia, bahkan kamu katanya setuju dengan undangan yang dia pilih, kok kamu jadi kaget gitu , Yo?”

Rio mendengus kesal, belum kelar masalahnya dengan Ify sudah muncul masalah baru, membuat kepalanya seakan mau pecah, kenapa mamanya percaya begitu saja dengan gadis manja itu.”Ma, kata siapa Rio mau tunangan sama dia? Kenapa mama nggak tanya dulu sama Rio sih? Mama sekarang suka seenaknya gitu deh, “ kata Rio kesal,” Asal mama tau, Shilla itu gadis nggak bener, Ma. Rio nggak akan mau punya isteri kayak dia, dia bohong Ma. Rio nggak pernah setuju tunangan sama Shilla,” geram Rio.

Manda memandang Rio tidak percaya, masa gadis cantik itu berbohong padanya? Tapi memang ada hal ganjil saat Shilla mengatakan bahwa Rio setuju bertunangan dengannya, dan ketika dirinya akan menelpon Rio untuk memastikannya, gadis itu mencegah dirinya. Shilla bilang untuk beberapa hari kedepan Rio sibuk, jadi lebih baik Manda tidak menghubunginya dulu.”Jadi selama ini Shilla bohong sama mama? Gitu maksud kamu, Yo?” tanyanya tak percaya. Wajahnya bahkan berubah pucat.

Rio mengangguk cepat,” Nanti biar Rio yang nyelesaiin semuanya, Ma. Mama cukup duduk manis, gadis itu udah kelewatan, bahkan sampai bohong sama Mama segala.” Wajahnya terlihat dingin menahan amarah.

Wajah Manda terlihat tegang, dia tidak menyangka Shilla akan membuatnya terlihat bodoh di depan anaknya sendiri, bahkan dia membuat dirinya percaya semua yang dikatakannya. Untuk saja hari ini dia menelpon Rio, kalau tidak pasti Rio akan marah besar padanya. Dia tidak ingin kejadian lima tahun yang lalu terulang lagi, dia sudah berjanji tidak akan memaksakan kehendaknya seperti Almarhum suaminya. Apalagi karena kejadian itu anaknya mengalami kecelakaan. Manda tidak ingin hal itu terulang kembali. Sekarang yang terpenting adalah kebahagiaan Rio, Manda tidak ingin melihat anaknya terbaring di rumah sakit seperti dulu.

“Mau kemana, Yo?” tanya Manda saat dilihatnya Rio bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Rio menoleh ,”Ketemu dengan Shilla, Ma. Rio harus ngelurusin masalah ini,” katanya lalu kembali membalikkan badannya dan menghilang di balik pintu.





>>>>>>>>>>>>>>

Ify memerhatikan setiap sudut rumah milik Prissy-kakak sepupunya yang memang akrab dengannya, karena Ify hanya anak tunggal sehingga mereka berdua seperti saudara kandung. Rumah itu tidak terlalu besar, hanya terdapat dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang tengah, dapur dan kamar mandi di belakang. Namun Ify bersyukur masih mendapat tinggal, bahkan lengkap dengan perabotannya. Semua ini karena bantuan Prissy. Perempuan itu pun sudah tau mengenai kisah Ify, dan rumah ini sengaja disiapkan Prissy saat Ify menelponnya bahwa dia akan pindah ke Bandung. Prissy termasuk orang yang berada, tidak seperti dirinya. Apalagi kakak sepupunya itu sekarang membuka usaha kontrakan yang lumayan banyak. Dan rumah ini salah satu kontrakan milik Prissy yang sengaja dikosongkan agar Ify bisa menempatinya. Bahkan dia sengaja mengisinya dengan perabotan rumah tangga yang memang sangat diperlukan perempuan itu.

Ify meletakkan koper besar miliknya di dalam kamar depan. Prissy tersenyum lalu duduk di pinggir ranjang dalam kamar tersebut.”Gimana, Fy? Kamu suka rumahnya?” tanya Prissy memastikan. Ify menoleh kearah Mila lalu tersenyum senang.

“ Suka banget, Mbak. Makasih banget mbak Priss, sampai repot-repot menyiapkan rumah ini beserta perabotannya, “ sahut Ify lalu duduk bergabung di dekat Prissy. Dia bersyukur memiliki saudara seperti Prissy. Sejak dulu sampai sekarang, perempuan itu selalu bisa membantunya. “Aku sampai bingung harus bilang apalagi sama,Mbak,”

Prissy mengelus pundak Ify dengan sayang, dia sudah menganggap Ify seperti adik kandungannya sendiri. Jadi sebisa mungkin dirinya akan selalu membantu saat adiknya itu dalam kesusahan. Apalagi nasib Ify yang harus menjadi single parents, tentu begitu berat beban yang harus ditanggung perempuan itu, namun Prissy salut dengan Ify yang bisa bertahan sejauh ini. Bahkan dia bisa mendidik Rafli menjadi anak yang manis dan pintar. Tapi , lagi-lagi adiknya itu harus mendapatkan cobaan berat sehingga membuatnya pindah dari kota Jakarta.

“Syukurlah kalo kamu suka, mungkin mbak nggak bisa tiap hari ke sini karena sibuk ngurusin si kecil, tapi kalo kamu butuh sesuatu dateng aja ke rumah, mbak. Naik ojek juga bisa kalo kamu malas naik angkot,” jelas Prissy kemudian. Memang rumah kontrakan Prissy dengan rumah miliknya berjarak cukup jauh, sekitar satu kilometer. Perempuan itu tidak bisa sering-sering menjenguk Ify karena dia mempunyai bayi yang baru berumur tiga bulan, anak keduanya.

Ify tersenyum penuh rasa terima kasih, menurutnya semua ini lebih dari cukup, dan Ify tau diri. Dia tidak akan menyusahkan Prissy untuk kedua kalinya.”Nggak papa, mbak. Semuanya lebih dari cukup kok, kalo nggak ada mbak, aku nggak ngerti harus kemana lagi, mbak...aku ...” suara Ify berubah serak, matanya terlihat merah menahan tangis. Sebenarnya kali ini cobaannya begitu berat, bahkan lebih berat lagi dari lima tahun yang lalu. Apalagi Ify sadar dia sangat mencintai Rio, namun perasaan itu harus dibuangnya jauh-jauh. Ucapan gadis itu membuat Ify sadar akan derajatnya yang tidak akan pernah sama dengan Rio.”Sttt, kamu nggak boleh bilang gitu. Kamu adik mbak, Fy. Sudah sepantasnya seorang kakak membantu adiknya saat dia dalam kesusahan, dan mbak seneng bisa bantu kamu, berarti mbak nggak gagal sebagai kakak.” Prissy tersenyum menghapus air mata Ify yang sudah jatuh di pipi putihnya.

“Yaudah sekarang kamu istirahat yah, kamu pasti capek, mbak pulang dulu. Kasian si kecil ditinggal kelamaan, “ pamit Prissy bangkit dari duduknya, Ify hendak mengantarkan Prissy sampai di depan pintu, namun perempuan itu menolaknya. dia bersikeras menyuruh Ify untuk beristirahat.





>>>>>>>>>>>>>

Ify tersenyum lucu saat melihat Rafli yang sedang asik bermain bersama kelinci barunya yang tadi pagi baru saja dibeli Ify di pasar dekat rumah baru mereka karena Rafli merengek minta dibelikan. Sepasang kelinci kecil berwarna putih. Untung ada bekas kadang kelinci yang ditinggal oleh penyewa rumah sebelumnya. Jadi perempuan itu tidak perlu susah payah membuatnya. Ify duduk di teras depan sambil membaca koran mencari lowongan kerja untuknya. Sesegera mungkin dia harus mendapatkan pekerjaan, apalagi Rafli mulai minggu depan akan bersekolah di sebuah TK yang tak jauh dari tempatnya tinggal. Dia tidak mungkin terus-terusan menyushakan kakaknya.

“Nda!!!!!!!!” teriak Rafli membuat Ify berpaling dari koran di tangannya. Rafli berjalan mendekati Ify sambil membawa seekor kelinci putih ditangannya,”Kapan Om Lio ke sini, Nda? Lio mau ngasih liat kelinci Lapi sama Om Lio,” tanyanya dengan wajah polos, membuat dada Ify kembali merasa sesak. Seakan udara di sekitarnya menghilang.

Ify tersenyum paksa,”Sabar yah, sayang. Om Rio kan sibuk di kantor, jadi nggak bisa ke sini,” jelas Ify mengelus rambut Rafli dengan sayang. Rafli menarik koran di tangan Ify, meletakknya di meja, lalu Rafli duduk di dalam pangkuan Ify. “Telus..nelpon juga nggak bisa yah, Nda?”

Ify mulai merasakan kelopak matanya memanas, sekuat mungkin dia mencoba agar air matanya tidak keluar. Maafin bunda sayang, bunda memang jahat, nggak seharusnya bunda lakuin ini semua sama kamu, tapi semua ini bunda lakuin juga buat kamu.

“Om Rio masih sibuk sayang, nanti kalo udah nggak sibuk pasti Om Rio nelpon Rafli, jadi Rafli mesti sabar yah,” jawab Ify dengan suara serak.

“Kapan yah, Nda Om Lio nggak sibuk? Lapi kan kangen, Lapi pengen ke Pantai lagi bareng Om Lio,” wajah Rafli berubah sedih saat mengatakannya, terlihat jelas kerinduan di mata anak kecil itu, membuat rasa bersalah Ify semakin besar.

“Iya...bunda janji nanti...”

“Ify!” panggil sebuah suara membuat perempuan itu menoleh kearah datangnya suara, seorang laki-laki berjas hitam berdiri di depan pagar rumahnya.

“Tristan!” seru Ify terkejut. Kenapa laki-laki itu bisa ada di depan rumahnya? Sebuah pertanyaan terlintas di benak Ify. Dia mendudukan Rafli di kursi lalu menghampiri pagar rumah kemudian membukannya.”Masuk, Tan,” tawar Ify basa-basi, sebenarnya dia berharap laki-laki itu tidak menerima tawarannya. Namun dirinya kecewa karena Tristan menerima tawarannya lalu masuk ke dalam halaman rumahnya.

“Silahkan duduk, Tan,” Ify duduk di samping Tristan, sementara Rafli sudah bermain kembali dengan kelincinya.

“Aku nggak tau kalo kamu udah pindah ke Bandung lagi,” Tristan membuka percakapan membuat Ify sedikit gusar dengan pertanyaan laki-laki itu, sejujurnya Ify tidak nyaman harus berhadapan lagi dengan Tristan, karena Ify merasa Tristan masih menyukai dirinya.

“Iya, aku... baru seminggu di sini, Tan. Terus kenapa kamu juga bisa ada di sini? Bukannya kamu kerja di Jakarta kan?”

Tristan tersenyum manis,” Aku lagi ada proyek di Bandung, jadi untuk sementara ini aku tinggal di sini, by the way... itu siapa , Fy? “ pandangan Tristan beralih ke arah Rafli yang masih asik bermain dengan kelinci tak jauh dari mereka berdua duduk. Wajah Ify berubah menjadi pucat, dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada Tristan, bisa-bisa laki-laki itu akan marah dan langsung mendatangi Rio, lalu semuanya akan terbongkar. Jadi, mau tak mau Ify harus berbohong lagi.

“Dia... dia anak aku , Tan,” sahut Ify pelan membuat wajah tampan Tristan memucat, pasti laki-laki di hadapannya itu terkejut mendengar jawaban darinya.

Tristan menatap Ify tak percaya, namun sedetik kemudian wajahnya kembali tenang, “ Pasti kamu dan Rio bahagia yah , Fy. Apalagi anak kamu mirip banget sama Rio ,” Tristan tersenyum simpul. Walau dalam hati dirinya sangat sakit mendengar hal itu. Dia tidak mengira Ify akan secepat ini menikah dengan Rio. Namun semua itu bisa saja terjadi setelah kepergiannya ke Amerika lima tahun yang lalu.

“Dia... dia bukan anak Rio , Tan..” jawab Ify lirih, saat mengucapkan itu, lagi-lagi hati Ify terasa sakit bagai teriris benda tajam. Lagi –lagi dirinya harus berbohong.

”Maksud kamu? Jadi kamu belum nikah dengan Rio?” Tristan menatap Ify tak percaya. Jadi anak siapa yang dia lihat sekarang.

Perempuan itu menggeleng pelan, bahkan Ify tidak berani memandang wajahnya. Tristan menatap Ify tidak percaya. Padahal dia berfikir Ify akan menikah setelah kepergiannya lima tahun yang lalu.”Lalu dia anak siapa, Fy?”

“Dia...dia..”

“Nda!!! “ teriak Rafli keras disertai suara tangisan itu menyelamatkan Ify, perempuan itu langsung berlari menghampiri Rafli yang ternyata terjatuh saat mengejar kelincinya. Ada luka kecil di siku tangan kanannya.”Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanya Ify khawatir.

“Sakit, nda. Hikz...” adu Rafli menunjukkan lukanya. Ify langsung menggendong Rafli masuk ke dalam ruang tamu, sebelumnya dia meminta izin sebentar kepada Tristan. Dengan lembut Ify mengobati luka Rafli, tangis anak itu sudah berhenti. Hanya sesekali terdengar suara sesenggukannya.”Dah selesai, makanya kamu jangan lari-lari, Rafli. Tadi bunda bilang apa coba?”

Rafli menunduk , diam tak menjawab. Anak itu merasa bersalah karena melanggar perintah bundanya. Ify tersenyum lembut, mencium kening Rafli dengan penuh rasa sayang,”Yaudah, sekarang Rafli nonton sponge bob aja yah, bunda masih ada tamu,” jelas Ify yang langsung dibalas anggukan oleh Rafli. Kemudian perempuan itu keluar menghampiri Tristan yang masih menunggunya.

“Maaf lama, Tan. Aku ngobatin luka Rafli dulu,” jelas Ify. Tristan mengangguk mengerti.”Namnaya juga anak-anak, Fy. Em, kamu belum jawab pertanyaan aku tadi, jadi Rafli anak siapa?” tanya Tristan dengan rasa penasaran yang teramat besar. Sesaat dia melihat Ify menghela nafas.

“Maaf, Tan. Aku nggak bisa jawab. Aku mohon kamu ngertiin aku,” balas Ify tanpa memandang Tristan, tatapannya menerawang jauh, mengingat bagaimana Rio sekarang. Apa yang sedang dilakukan laki-laki itu saat ini.

“Maaf, Fy. Aku nggak bermaksud buat...”

“Aku tau, kamu juga pasti kaget liat aku kayak gini,” potong Ify cepat. Tristan hendak ingin membalas ucapan Ify, namun tiba-tiba saja handponenya berbunyi. Laki-laki itu terdengar serius saat menerima telpon tersebut. Sepertinya soal pekerjaan.

“Fy, aku mesti pamit. Masih ada urusan di kantor yang harus aku selesaiin,” Tristan bangkit dari duduknya. Ify mengangguk mengerti sekaligus lega, karena dia tak perlu lagi menjawab semua pertanyaan yang keluar dari mulut Tristan. Ify mengantar Tristan sampai di depan pagar rumahnya.

“Aku masih boleh mampir ke sini lagi kan, Fy?” tanya Tristan sebelum laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya. Ify tersenyum lalu mengangguk. Kemudian Tristan masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan rumah Ify.

>>>>>>>>>>>

“Maksud kamu apa ngomong soal pertunangan dengan mama gue, Shill? Hah?” todong Rio langsung saat dirinya baru saja sampai di apartemen gadis itu. Namun bukannya merasa bersalah, Shilla malah tersenyum.

“Aduh, sayang. Kamu duduk dulu, yah? Jangan marah-marah gitu,” Shilla menyentuh tangan Rio, namun segera ditepis olehnya.

“Jangan sok manis! Gue nggak suka basa-basi, Shill. Sekarang lo jelasin semua kericuhan yang lo perbuat,” desis Rio tajam. Matanya menatap Shilla seolah-olah ingin membunuh gadis itu hidup-hidup.

“Aku, aku Cuma pengen kamu tau, kalo aku cinta sama kamu, Yo. Aku pengen kamu jadi suami aku,” jelas Shilla lirih, ada rasa takut yang tersirat nada suaranya.

“Shill, gue dari awal udah bilang sama lo, gue cuma anggep lo teman, nggak lebih!” tukas Rio kesal. Gadis ini telah seenak dirinya mengatur hidup Rio. Suami? Jangankan suami, untuk menjadi pacarnya saja Rio akan berfikir seribu kali dulu.

“Tapi, Yo. Aku...”

“Cukup, jangan buat masalah ini tambah runyam, Shill. Jelasin semua ini ke nyokap gue, terus lo minta maaf sama beliau, ngerti?”

Shilla menatap Rio dengan marah, baru kali ini dirinya harus mengemis cinta dari seorang laki-laki. Padahal sebaliknya, banyak laki-laki yang mengemis cinta padanya. Mau tak mau Shilla merasa harga dirinya diinjak-injak oleh Rio.

“Kenapa? Kenapa kamu lebih milih perempuan miskin itu dibandingkan aku, Yo? Kenapa?” teriak Shilla histeris membuat tubuh Rio membeku. Perempuan? Jangan-jangan maksud Shilla adalah Ify?

“Maksud lo apa? Perempuan siapa?”

Shilla tertawa pelan,”Ify, sekretaris pribadi kamu itu. Kenapa? Kaget aku tau soal perempuan miskin itu?”

“Cukup! Jangan sampai gue bikin lo nyesel karena udah terlahir ke dunia ini, Shill. Sekarang kasih tau gue dimana Ify?” ancam Rio mencekal tangan Shilla, gadis itu meringis karena cengkraman tangan Rio begitu kuat. Maksud Rio apa sih?

“Maksud kamu apa? Aku nggak ngerti!” Shilla berusaha melepas cekalan Rio, namun tak berhasil. Tatapan mata laki-laki itu membuatnya takut.

“Elo! Elo pasti yang nyuruh Ify buat pergi, kan? JAWAB!!!!!” bentak Rio membuat Shilla tersentak kaget. Wajahnya berubah pucat. Belum pernah dirinya melihat Rio semarah itu. Namun dia juga merasa bingung harus menjawab apa, karena dia memang tidak tau keberadaan perempuan sialan itu. Tapi bagus, berarti perempuan itu tau diri, sehingga menuruti perintahnya untuk meninggalkan Rio.

“Aku nggak tau, aku nggak menyuruh dia pergi. Aku Cuma kasih liat undangan itu, Yo,” balas Shilla ketakutan. Cengkraman Rio semakin membuat tangannya sakit.

“Shit! Kalo terjadi sesuatu dengan Ify. Lo harus tanggung jawab !” ancam Rio menyentakkan tangan Shilla, lalu keluar dari apartemen Shilla. Sekarang dia tau alasan kenapa Ify pergi meninggalkan dirinya. Ify salah paham, bukan tepatnya dia telah dibohongi Shilla. Rio mengendarai mobilnya dengan gila-gilaan, dia harus segera menemukan Ify. Apapun caranya.

>>>>>>>>>>>

“Bik, aku titip Rafli yah, hari ini ada interview kerja. Doain Ify diterima yah, Bik,” pamit Ify mencium tangan Bik Imah dengan rasa sayang. Wanita inilah yang selalu menemani dirinya dikala susah maupun senang. Ify sudah menganggap Bik Imah seperti ibunya sendiri.

“Baik, non. Semoga non Ify diterima, yah” sahut Bik Imah tersenyum.

“Amin, yaudah Ify pergi dulu yah, Bik,” pamit Ify. Perempuan itu segera keluar rumah menghampiri tukang ojek yang akan mengantarnya ke perusahaan yang akan dia datangi. Sebuah perusaan yang lumayan besar, walau tidak sebesar seperti tempat kerjanya dulu. Namun itu tidak terlalu penting. Karena sekarang yang terpenting adalah Ify bisa segera mendapatkan pekerjaan agar dia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

>>>>>>>>>>>>>>>>

“Yo, besok kamu mau kan nganterin Mama ke Bandung? Mama mau melihat yayasan mama yang ada di sana,” tanya Manda pada Rio. Anaknya terlihat tidak bersemangat akhir-akhir ini. Bahkan terlihat murung. Membuat Manda merasa bersalah.

“Yo...” panggil Manda lagi, Rio tersentak kaget. “Iya, Ma? Ada apa?”

Manda menghela nafas pelan, rupanya dari tadi anaknya sedang melamun.”Mama tanya kamu mau kan besok nganterin mama ke Bandung buat lihat yayasan mama di sana? Udah tiga bulan lebih mama nggak kesana.”

Rio mengangguk pelan, “Iya, Ma.”

Manda menghampiri Rio , mengelus rambut anaknya dengan rasa sayang,”Kamu ada masalah, Yo? Cerita sama mama kalo kamu lagi ada masalah, siapa tau mama bisa bantu ,” ucap Manda lembut. Rio menggeleng pelan. Dia tidak ingin merepotkan mamanya. Dan belum saatnya mamanya tau soal Ify, sampai perempuan itu menjadi miliknya seutuhnya. Dan Rio berjanji dalam hati, setelah dia menemukan Ify. Dia akan langsung menikahi perempuan itu.

“Bener?”

“Bener, Ma. Besok jam berapa kita berangkat? Terus buat berapa hari mama di sana? Biar Rio bisa sesuaiin sama jadwal Rio,” tanya Rio mengalihkan pembicaraan. Manda diam sejenak, dia harus mengingat dulu kegiatan apa saja yang akan dia hadiri setelah mendatangi yayasannya nanti. Pasti dia akan bertemu dengan teman lamanya, yang mau tak mau akan memakan waktu lama.

“Sekitar seminggu, sayang. Kamu juga perlu refresing ,kan? Udah lama mama nggak liat kamu istirahat,” Manda menatap lembut anaknya, Rio tersenyum mengangguk, dia sudah menyuruh orang untuk mencari Ify, sementara menunggu kabar tersebut. Ada baiknya dirinya menenangkan diri sejenak.

“yaudah kalo gitu, nanti Rio suruh pembantu buat siapin baju Rio. Dan nanti biar Gabriel yang mengurus masalah perusaan selama seminggu ini,” sahut Rio lalu bangkit dari duduknya. Membuat dahi Manda mengerut.

“Mau kemana, Yo?” tanya Manda heran.

“Ke kamar, Rio mau tidur sebentar,” sahut Rio tanpa menoleh. Manda hanya menghela nafas pelan. Andai saja dulu semuanya tidak berakhir seperti ini, mungkin Rio sekarang pasti bahagia. Dan mungkin sekarang cucunya sudah besar. Masih teringat jelas wajah gadis yang dulu dia temui lima tahun silam. Wajah lugu tanpa dosa, bagaimana sekarang keadaan gadis itu? Apa dia benar-benar mengugurkan kandungannya? Atau membesarkan anak itu? Dalam hati kecilnya Manda berharap agar cucunya itu masih hidup. Andai saja suaminya tidak setega itu, pasti semuanya tidak akan seperti ini.

>>>>>>>>>>>

Wajah Ify tak henti-hentinya menyunggingkan senyum, setelah melalui proses interview yang cukup lama dan menguras tenaga, akhirnya berhasil dia lalui. Ify akhirnya diterima bekerja di perusahaan tersebut sebagai sekretaris direktur perusahaan itu. Dilihat dari wajahnya, pria itu lumayan ramah dan berwibawa. Mulai senin depan Ify sudah bisa mulai bekerja. Masih ada waktu dua hari untuk menemani Rafli selama dia belum masuk kerja. Seperti saat ini. Langkah ringan Ify membawannya ke taman kanak-kanan tempat Rafli bersekolah.

Taman kanak-kanak itu berdiri dibawah naungan sebuah yayasan bernama Kasih Bunda, menurut dari berita yang Ify dengar, yayasan tersebut tidak hanya mendirikan sekolah TK, tapi SMP juga SMA. Dan yang lebih hebatnya lagi, sekolah –sekolah tersebut mendapat predikat yang memuaskan dan diakui oleh menteri pendidikan. Dan dari segi bangunan pun sekolah-sekolah tersebut didesain dengan sangat bagus.

Ify duduk di bangku panjang dekat pohon cemara, jam tangannya menunjukkan pukul setengah sepuluh. Berarti masih ada waktu setengah jam baginya sampai kelas Rafli selesai. Perempuan itu akhirnya memilih ke kantin sekolah, mengingat dirinya belum makan apa-apa tadi pagi. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara halus yang memanggil namanya.

“Nak Alyssa!” suara lembut itu terdengar jelas, Ify memutar tubuhnya dan mendapati wanita setengah baya menatapnya terkejut, begitu juga dengan dirinya. Wanita itu adalah wanita yang dulu dia temuai lima tahun yang lalu. Tiba-tiba saja Ify merasa seluruh tubuhnya membeku. Bahkan keringat dingin mulai turun di dahinya. Dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan wanita itu.

“Nyo...nya?” gumamnya tanpa sadar. Wanita itu tersenyum lembut lalu memeluk Ify. Tapi dia tidak membalasya, dirinya masih terlalu syok untuk menerima semua ini.

“Apa kabar nak Ify? Masih ingat ibu, kan?” tanya wanita itu lembut, tanpa sadar Ify mengangguk. Wanita terlihat lega,”Bagaimana kabar nak Ify?”

“Ba...baik, Nyonya,” sahut Ify gugup

Tangan wanita itu menyentuh wajah Ify lembut, membuat Ify terkesiap. Ternyata wajah cantik perempuan itu tidak berubah, hanya bentuk tubuhnya yang terlihat sedikit lebih berisi. Namun malah membuat perempuan itu terlihat cantik.” Jangan panggil nyonya, panggil saja Ibu,”

Ify mengangguk cepat,”I...iya Bu.”

“Kamu ngapain disini? “ tanya wanita itu lembut, membuat Ify bingung harus menjawab apa. Dia tidak ingin wanita ini tau tentang keberadaan Rafli, Ify takut wanita itu akan mengambil anaknya.

“Saya...”

“Bunda!!!!” teriakan Rafli membuat keduanya menoleh kearah sumber suara, kemudian Rafli berlari menghampiri Ify. Terlihat jelas wanita itu menutup mulutnya karena rasa keterkejutannya melihat Rafli, dan apa yang Ify takutkan akhirnya terjadi.

“Bunda jemput Lapi, yah?” tanyanya polos tak menghiraukan wanita yang berdiri di sampingnya. Wanita itu berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Rafli, sehingga bisa melihat jelas wajah anak itu. Dan semua yang dimiliki anak itu, hampir sama dengan yang dimiliki Rio waktu kecil. Wajahnya, senyumanya bahkan bahasa cedalnya pun seperti Rio waktu kecil. Rafli tersenyum melihat wanita tersebut melihatnya tanpa berkedip.

“Nama kamu siapa, sayang?” tanya Manda bergetar, matanya berkaca-kaca. Dirinya merasa sangat lega karena calon cucunya dulu akhirnya selamat. Ify tidak mengugurkan janin itu lima tahun yang lalu.

“Rafli, Nek.” Sahutnya pelan.

“Nama yang bagus, Manda umurnya berapa sekarang?” Manda mengelus wajah Rafli dengan penuh rasa sayang.

Rafli mengangkat jari tangannya dan melipat jempolnya menunjukkan angka empat,” Empat, Nek.”

Lagi-lagi Manda tidak bisa menahan rasa bahagianya, di rengkuhnya tubuh mungil itu. Lalu diciuminya dengan rasa sayang. Sudah lama dirinya selalu memikirkan anak ini. Karena rasa bersalah yang amat besar, membuat Manda selalu memikirkan Ify serta cucu dalam kandungannya. Andai saja dulu dia bisa mencegah almarhum suaminya untuk membawa Ify pergi jauh, pasti sekarang dirinya merasa sangat bahagia mendapat cucu selucu dan sepintar Rafli.

Ify menahan tangisnya, dia tau wanita itu tidak sejahat suaminya. Dia lah yang memohon agar Ify tidak mengugurkan kandungannya. Dan dia juga lah yang menyelamatkan Ify dari kekejaman suaminya. Memohon agar suaminya dulu melepaskan Ify. Apakah dia sanggup berbohong pada wanita yang telah menyelamatkannya dulu. Seperti yang dia lakukan pada Rio. Dia rasa, dia tidak sanggup melakukannya.

“Nda, ini siapa Nda?” tanya Rafli bingung. Manda menatap Ify, ingin mendengar jawaban dari perempuan tersebut. Ify diam sejanak. Dia bingung harus menjawab apa. Namun sedetik kemudian sebuah senyum tersungging di bibir mungil Ify.

“Ini Oma Rafli, kasih salam dulu sama Oma,” sahut Ify serak. Mau tak mau Manda menangis mendengar ucapan Ify, wanita itu merasa sangat tersentuh. Ify masih mau menganggapnya nenek dari Rafli.

“Oma? Belalti Lapi masih punya nenek yah, Nda? Hole!!” teriak Rafli senang lalu memeluk Manda erat, mau tak mau Ify dan Manda tersenyum melihat tingkah lucu Rafli. Ify menyeka air matanya.

“Iya, sayang. Ini Oma Rafli, sekarang Rafli punya nenek,” Manda kembali membawa Rafli kedalam pelukannya. Mengecup setiap jengkal wajah Rafli dengan penuh rasa sayang.

>>>>>>>>>>>>>>



“Maafin Ibu yah nak Ify. Gara-gara suami ibu semuanya harus kayak gini,” kata Manda merasa bersalah. Saat ini keduanya berada di sebuah kedai Es Krim yang tak jauh dari sekolah Rafli, sementara anak itu asik dengan mainan mobilan yang sempat Manda belikandi toko yang tak jauh dari kedai Es Krim tersebut. Ify menggeleng pelan lalu tersenyum.

“Ibu nggak salah, kok. Semuanya udah terjadi , Bu. Jadi nggak perlu disesali. Ify juga udah nggak mempermasalahkan semuanya, sekarang Ify dan Rafli udah bahagia.” Sahut Ify lembut menyentuh tangan wanita itu. Mau tak mau Manda tersenyum, dia merasa kagum dengan Ify. Perempuan ini begitu baik. Setelah apa yang telah diperbuat oleh keluarganya dulu. Dia masih bisa memaafkannya.

“Sekarang kamu tinggal di kota ini, Fy? Dimana?” tanya Manda kemudian.

“Iya, Bu. Ify tinggal di jalan kesturi , Bu. Ibu sendiri masih tinggal di rumah Ibu yang lama?”

Manda menggeleng,”Ibu sebenarnya tinggal di Jakarta, tapi karena ada urusan mengenai yayasan ibu disini, jadi ibu harus ke Bandung. “

“Jadi, yayasan Kasih Bunda itu punya Ibu?” tanya Ify sedikit terkejut.

Manda mengangguk tersenyum,”Ibu nggak menyangka kita bisa ketemu lagi di sini, Fy. Dan ibu sangat bersyukur. Kamu sendiri bagaimana? Apa... apa kamu sudah menikah?” tanya Manda sedikit takut. Dia berharap Ify belum menikah, sehingga masih ada harapan untuknya mempersatukan Ify dan Rio kembali.

Belum sempat Ify menjawab, hpnya berbunyi. Perempuan itu langsung memencet tombol hijau di hpnya. Tak berapa lama kemudian Ify mengakhiri sambungannya.

“Maaf, Bu. Saya harus segera pulang, ada seseorang yang menunggu saya di rumah,” kata Ify pelan. Sebenarnya dia merasa tidak enak. Tapi Mbak Prissy sedang menunggunya di rumah. Mendengar Ify mengucapkan kata ‘seseorang’ membuat Manda kecewa, ternyata perempuan itu sudah menikah. Dan Manda tidak mungkin mengganggu lagi kehidupan Ify yang sekarang, apalagi dia tadi mengatakan hidupnya bahagia sekarang. Namun dia berharap Ify masih memperbolehkannya menjenguk Rafli.

“Baik nak Ify, salam buat orang rumah. Dan satu lagi... apa ibu masih boleh menjenguk Rafli?” tanya Manda ragu-ragu. Mau tak mau Ify tersenyum geli mendengarnya.

“Tentu saja boleh, Bu. Rafli cucu Ibu, jadi mana mungkin Ify melarang seorang nenek menjenguk cucunya.”

“Makasih Ify,” ucap Manda tulus. Ify mengangguk, kemudian dia memanggil Rafli lalu berpamitan pada Manda, wanita itu terlihat kecewa saat melihat kepergian Ify.



>>>>>>>>>>>>>>

Rio langsung menyambar kunci mobilnya setelah mendapat info dari orang suruhannya beberapa saat yang lalu. Laki-laki itu langsung menuju tempat yang dia tuju. Entah kebetulan atau memang keberuntungan baginya, saat ini dia berada di kota yang sama dengan orang yang dicarinya. Dan semoga saja info itu tidak meleset. Perlu waktu setengah jam bagi Rio untuk sampai di alamat yang dia tuju.

Rio menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah sederhana bercat cream, rumah tersebut tampak sepi. Namun dari jendela yang dibuka, menandakan rumah tersebut ada penghuninya. Rio memilih diam di dalam mobil untuk mengamati rumah tersebut. Walau sebenarnya dirinya sudah tak sabar untuk menerjang masuk, tapi diurungkan niatnya itu. Dia tak ingin semua rencananya berantakan.

Sudah tiga hari Rio di Bandung sambil menunggu info itu, dan ternyata penantiannya tidak sia-sia. Tiba-tiba tatapan Rio menajam saat melihat seorang perempuan yang sangat dikenalnya masuk ke dalam rumah tersebut. Sepertinya dia baru pulang kerja. Tanpa perlu menunggu lagi Rio langsung turun dari mobilnya lalu berlari menghampiri perempuan tersebut.

>>>>>>>>>>>>>>

Ify memekik kaget saat merasa tubuhnya ditarik dan dipeluk seseorang dari belakang. Dia hampir saja ingin menampar orang tersebut andaikata dia bukan Rio. Wajahnya memucat mendapati laki-laki itu menemukan dirinya. Bahkan berdiri dihadapannya.

“Akhirnya aku bisa nemuin kamu, Ify,” bisik Rio di sela-sela pelukannya. Ify berusaha melepaskan pelukan tersebut, namun susah. Rio tak mau melepaskan dirinya sama sekali. Seolah-olah dirinya akan langsung lari begitu Rio melepaskan tangannya.

“Yo, lepasin! Malu diliatin tetangga,” bisik Ify geram, kembali berusaha melepaskan tangan Rio.

Rio menggeleng masih tetap memeluk Ify.”Nggak mau! Kamu pasti bakal ninggalin aku lagi kalo aku lepasin” sahutnya seperti anak kecil, entah kenapa Ify merasa sedang menghadapi Rafli, bukan Rio.

“Oke...oke aku nggak akan kabur lagi, tapi please lepasin aku,” bujuk Ify.

“Janji?”

Ify mengangguk cepat,”Janji,” sahutnya. Lalu Rio mengendurkan pelukkannya dan Ify langsung menjauh dari Rio.

“Ngapain kamu ke sini?” tanya Ify ketus. Sebenarnya Ify sangat rindu dengan laki-laki yang ada dihadapannya sekarang ini. Namun lagi-lagi Ify merasa sakit saat mengingat undangan tersebut. Sekarang Rio sudah bertunangan, tetapi kenapa laki-laki itu menemuinya?

“Harusnya aku tanya sama kamu, kenapa kamu ngehindarin aku?”

“Aku nggak ngehindarin kamu,” tukas Ify cepat.

“Terus maksud kamu apa kamu pergi gitu aja tanpa alasan yang jelas, Fy? Kamu tau? Kamu udah berhasil buat aku frustasi buat nyariin kamu,” Rio mendekati Ify, meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya erat.

“Buat apa kamu nyariin aku? mending kamu urus aja tunangan kamu, jangan aku!” Ify berusaha melepaskan genggaman Rio, namun Rio enggan melepasnya. Terlihat jelas senyum geli yang tersungging di bibirnya. Membuat Ify semakin kesal.

“Kenapa kamu ketawa? Nggak ada yang lucu!,” desis Ify kesal.

“Kamu.”

“Aku? “

“Iya, kamu tambah bikin aku gemes,” Rio mencubit hidung Ify gemas, membuat Ify menatapnya tajam.

Rio tersenyum lembut, dia tidak menyangka Ify ternyata juga perempuan pencemburu, namun hal itu membuat Rio merasa senang juga. Berarti perempuan dihadapannya sekarang memang mencintainya. “Dengerin penjelasan aku dulu, Fy. Baru kamu boleh ngejudge aku sesuka hati kamu, oke?”

Ify diam sejenak, sebenarnya dia enggan mendengar penjelasan Rio, dia tidak ingin merasakan sakit hati lagi mendengar penjelasan Rio. Namun sebenarnya Ify lebih takut mendengar kenyataan yang sesungguhnya. Ify takut untuk terluka lagi.

“Penjelasan apa lagi sih, Yo? Semua udah jelas, aku nggak mau berhubungan sama kamu lagi.” Ucap Ify lirih menggigit pinggir bibirnya. Berusaha menahan tangis.

“Fy, please. Dengerin penjelasan aku dulu, setelah itu baru terserah kamu mau menanggapi seperti apa,” bujuk Rio lembut, terlihat keraguan di wajah cantik itu, namun sedetik kemudian Ify mengangguk.

“Kamu nggak nawarin aku masuk dulu?” tanya Rio tersenyum usil membuat Ify semakin salah tingkah. Dia sampai lupa menawarkan Rio untuk masuk.

“Ayo, masuk Yo.” Ify berjalan terlebih dahulu meninggalkan Rio dibelakang masih dengan senyum yang terkulum. Akhirnya kerinduannya terobati juga. Dan pencariannya tak sia-sia.

“Silahkan duduk dulu, Yo. Aku mau ganti baju sebentar,” pamit Ify kemudian masuk ke dalam kamarnya. Rio memerhatikan setiap sudut rumah Ify. Rumah ini lebih kecil dari rumah Ify itu sebelumnya, dan terlihat sangat sederhana. Tak berapa lama kemudian Ify keluar dari kamar dengan baju rumah, celana pendek dan t-shirt . Membuat Ify terlihat lebih fresh.

“Kamu mau minum apa? Biar aku buatin,” tawar Ify memilih duduk tepat dihadapan Rio. Laki-laki itu menggeleng, dia belum merasa haus saat ini.

“Kemana Rafli dan Bik Imah?” tanya Rio kemudian. Sejak tadi dia tidak melihat kehadiran jagoan kecil itu. Sejujurnya Rio juga sangat merindukan Rafli. Ada sesuatu yang membuatnya merasa dekat dengan Rafli.

“Kerumah saudara aku, mungkin sebentar lagi mereka pulang. Oke, kamu mau jelasin apa sekarang? Aku nggak ada waktu, aku harus masak buat Rafli,” ucap Ify langsung. Ify merasa resah mengingat mereka hanya berdua di rumah ini.

Rio tersenyum lembut, tiba-tiba saja Rio berpindah posisi duduknya di dekat Ify, membuat Ify mau tak mau menggeser tubuhnya menjauh dari Rio.”Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Shilla, Fy. Semua yang Intan bilang ke kamu itu nggak bener, aku bukan tunangan Shilla,” jelas Rio pelan namun pasti. Ify menatap wajah Rio, berusaha mencari kebohongan di mata laki-laki itu, namun yang ada hanya kejujuran yang dia dapati.

“Tapi... undangan itu...”

“Itu Shilla semua yang merencanakannya , Fy. Bahkan mamaku pun dibohongi olehnya, tapi semuanya udah jelas. Dan karena Shilla aku pun tau kalo kamu pergi gara-gara dia, iya kan Fy?”

Ify mengangguk pelan, “Aku nggak kuat liat kamu sama perempuan lain, jadi...jadi aku lebih baik ngejauh dari kamu, Yo,” sahut Ify serak, matanya mulai berkaca-kaca. Ada kelegaan yang menghinggapi dirinya. Kelegaan bahwa Rio tidak akan meninggalkan dirinya untuk kedua kalinya. Rio mendesah lega, diraihnya tangan Ify, dan direngkuhnya tubuh mungil itu dalam dekapannya. Rio mencium rambut Ify dengan sayang, “Aku nggak akan pernah nyakitin kamu lagi, Fy. Karena kamu dan Rafli segalanya buat aku,”bisik Rio dalam dekapannya. Ify pun tak dapat menahan tangisnya. Gadis itu terisak dalam dekapan hangat Rio. Dia rindu laki-laki ini. Sangat merindukannya.

“Cup..cup sayang, jangan nangis dong,” Rio melepaskan pelukannya, menghapus air mata Ify dengan sayang. Wajahnya menyunggingkan senyum bahagia.

“Siapa yang nangis, nggak kok,” sangkal Ify malu. Cepat-cepat dia membuang mukanya kearah lain. Rio terkekeh geli melihatnya, diraihnya dagu Ify lalu diciumnya bibir mungil itu kilat. Ify terkesiap , tidak siap dengan serangan tiba-tiba dari Rio.

“Rio! Kamu tuh...”

Lagi – lagi Rio tertawa melihat wajah Ify yang merona merah, dia sangat senang menggoda perempuan ini. Memberikan kepuasan tersendiri untuknya.”So, kamu mau maafin aku kan,Fy?” tanya Rio serius.

“Tergantung.”

Rio mengerutkan dahi,”Tergantung apa?”

“Tergantung kamu nggak akan berbuat kayak gitu lagi,” sahutnya cuek.

“Berbuat kayak gitu gimana?”

“Nyium aku tanpa permisi,” jawab Ify menatap Rio kesal.

Rio diam sejenak seolah berfikir, bagaimana mungkin dia bisa berhenti menggoda kekasihnya ini.”Nggak bisa,”

Ify menatap Rio bingung,”Oke, kalo nggak bisa jangan harap aku bakal maafin kamu,” ancam Ify.

“Kamu yakin? Kalo kamu nggak mau maafin aku, aku bakal berbuat sesuatu seperti di pantai dulu, gimana?”

Ify terperangah, kenapa malah dirinya yang diancam? Mana mungkin dia akan membiarkan kejadian di pantai itu terulang lagi. Bahkan masih teringat jelas dibenaknya apa yang Rio lakukan padanya. Wajahnya kembali memanas setiap mengingat kejadian itu.

“Kamu...”

Rio mencubit hidung Ify gemas,”Kenapa? Kamu nggak suka?” tubuh Rio bergeser mendekati Ify, berusaha menakuti perempuan itu. Sebaliknya Ify berusaha menjauh dari Rio. Ify sadar mereka hanya berdua di rumah ini, dan ancaman Rio sepertinya tidak main-main.”Oke-oke kamu menang, Puas!!” Ify akhirnya menyerah pada Rio, membuat laki-laki itu tertawa keras.


TBC teman teman :))
Dimohon tinggalkan jejak kalian di kolom bawah yaaaa :))
Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.