Sabtu, 14 Desember 2013

Forever Love 'Versi RIFY' - Part 11 (Repost) "END"

Ciyeee yang udah End .. kalian kasih saran dong guys tentang cerita ini.
jadi kan ntar 'Author' sama 'Reposter' jadi suka dan niat buat bekerja lagi (?).
jangan jadi silent readers guys :))
Karya orang lain itu harus dihargai loh .. pelajaran Agama islam SMA ada tuh :D
yaudah deh langsung aja ... HAPPY READING GUYS :))

Link FOREVER LOVE part 1 nih guys ;)
http://indahnuramalia6.blogspot.com/2013/10/forever-love-versi-rify-part-1-repost.html

Link BENCI JADI CINTA part 1 nih guys :))
http://indahnuramalia6.blogspot.com/2013/03/benci-jadi-cinta-part-1-yoshill.html

Link QUEEN IN SMA BATAVIA part 1 :))
http://indahnuramalia6.blogspot.com/2013/03/queen-in-sma-batavia-part-1.html

Link GUE KENA KARMA part 1 ^^
http://indahnuramalia6.blogspot.com/2013/08/gue-kena-karma-part-1.html


“IFYYYYYY!!!!”

Rio tersentak dari tidurnya. Nafasnya terengah- engah, seluruh tubuhnya terasa lemas. Dia menatap sekelilingnya, lalu bernafas lega saat mendapati dirinya sedang berada di dalam kamarnya sendiri. Ternyata semuanya hanya mimpi. Sebuah mimpi buruk yang pernah dia alami. Apalagi pelaku semua bencana itu sudah dihukum. Yah, Shilla langsung Rio jebloskan ke dalam penjara. Dan seharusnya dia tidak perlu mengkhawatirkan mimpi barusan. Tiba-tiba ada pergerakan kecil di atas tempat tidurnya, mengalihkan perhatiannya. Wajahnya menyunggingkan senyum saat melihat perempuan yang sangat dicintainya sedang tertidur pulas di sampingnya. Perempuan itu terlihat sangat damai dalam tidurnya, perempuan yang sudah resmi menjadi isterinya pagi tadi.

Masih terlihat jelas bekas-bekas merah yang dia tinggalkan di sekujur tubuh Ify yang putih. Sepertinya semalam dia terlalu liar. Wajar saja sejak bertemu Ify saat di lift dulu, entah kenapa Rio ingin selalu menyentuh Ify. Padahal dengan perempuan lain dia tidak sampai seperti itu. Tetapi berbeda dengan Ify, berdekatan dengannya saja sudah membuatnya bernafsu untuk mencium bibir tipis isterinya itu. Perlahan tangan Rio terjulur, menyentuh wajah halus Ify, kemudian turun ke hidung Ify, lalu berhenti di bibir tipis yang selalu menggoda dirinya setiap kali Ify berbicara.

“Ehmm...Yo? Kenapa bangun? Udah pagi, yah?” Ify terbangun karena sentuhan halus Rio, wajah perempuan itu masih terlihat mengantuk. Suaranya juga terdengar serak, khas orang bangun tidur.

“Nggak, sayang. Masih jam dua malam, tidur lagi yah,” Rio menarik tubuh Ify ke dalam dekapannya. Menghirup aroma tubuh Ify yang sangat disukainya. Seketika membuat gairahnya mendadak kembali datang.

“Terus kenapa bangun?” Ify menatap Rio bingung. Entah kenapa rasa kantuknya menjadi hilang seketika.

“Nggak ada apa-apa, tidur lagi, yuk.” Rio mencium kening Ify dengan penuh kelembutan, membuat perempuan itu semakin curiga.

“Kamu mimpi buruk lagi, yah?” Ify langsung melepaskan diri dari Rio. Mengubah posisinya menjadi duduk, menatap tajam suaminya ini. Perempuan itu menutupi tubuh polosnya dengan selimut Rio, masih sedikit malu walau kini dia sudah menikah dengan Rio.

Rio mengikuti Ify yang duduk menyender di kelapa tempat tidur, masih menunggu jawaban dirinya,”Iya, bahkan kali ini mimpinya sangat buruk,” Ucap Rio pelan, mengingat mimpi yang baru saja dialaminya.”Aku mimpiin kamu pergi ninggalin aku, Fy. Hal yang nggak pernah aku bayangkan, dan nggak akan pernah mau aku bayangkan. “ Rio menatap Ify dengan penuh sayang. Perempuan itu menatap Rio tersenyum, lalu memeluknya.”Aku nggak akan pergi lagi, Yo. Aku janji, kecuali bila Tuhan yang...”

Belum sempat Ify melanjutkan ucapannya, Rio langsung membungkam mulut istirnya itu dengan bibirnya,”Jangan pernah sekali-sekali kamu ngomong kayak gitu, aku nggak suka,” Rio menatap Ify kesal. Dia sudah tau kalimat yang akan keluar dari mulut isterinya itu. Ify terkekeh mendengar ucapan Rio barusan, “Kamu lucu banget kalo marah,” Ify menahan tawanya agar suaminya itu tidak bertambah marah, namun Rio masih memasang wajah wajah galaknya,”Iya, iya, maaf yah, sayang.” ujar Ify semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Rio.

“Well, maaf ? Boleh aja, asal...”

“Asal apa?” Ify memandang suaminya dengan wajah bingung, tapi sedetik kemudian wajahnya memerah saat melihat mata Rio yang menunjukkan dengan jelas bahwa laki-laki itu sedang bergairah. Ify dengan susah payah menelan ludahnya, padahal baru saja semalam mereka melakukannya, dan sekarang sepertinya dia tidak akan bisa lari lagi. Apalagi tidak ada yang bisa menyelamatkannya kali ini. Rafli sedang berada di rumah mertuanya. Dan mereka hanya berdua di dalam apartemen Rio.

“Kok kamu kayak orang ketakutan gitu sih, sayang?” Rio tersenyum menggoda Ify. semakin merapatkan tubuhnya dengan tubuh Ify, namun isterinya malah semakin menjauhinya.

“Eitss, mau kemana?” Rio mencekal tangan Ify sebelum perempuan itu sempat turun dari tempat tidurnya.

“Ka...kamar mandi, aku mau buang air kecil,” sahut Ify gugup.

Kedua alis Rio saling bertaut,”Kamar mandi? Well, ayo kalo gitu,” Rio menarik Ify turun dari tempat tidurnya.

“Kemana?” Kini giliran Ify yang terlihat bingung. Wajahnya kembali memerah saat melihat Rio yang dengan cueknya berdiri di depannya hanya dengan memakai boxer berwarna putih.”Katanya mau ke kamar mandi, sekalian dong kalo gitu,” Rio tersenyum menggoda.

“Apa?” Ify menatap Rio tak percaya. Jadi Rio juga akan ikut ke kamar mandi? Padahal Ify hanya beralasan tadi. Dia masih sedikit gugup. Entah kenapa setiap kali laki-laki itu menggodanya membuat Ify salah tingkah dan malu.

“Nggak jadi kalo gitu,” sahut Ify cepat. Mana mungkin dia mau masuk ke dalam kamar mandi bersama Rio. Dirinya sudah pasti tidak akan selamat bila hal itu terjadi.

“Bagus , deh,” Rio malah terlihat lebih bahagia dari sebelumnya. Membuat Ify semakin curiga.

“Bagus apa?” tanya Ify penuh selidik. Dirinya semakin menjauhi Rio, namun laki-laki itu semakin membuang jarak diantara keduanya. Menyeringai penuh arti.

“Akhhh!!! Rioo!!! Turunin aku!!!” Teriak Ify tiba-tiba saat Rio langsung menyergapnya dan mengangkat tubuhnya dari lantai.

Brukkk

Laki-laki itu langsung melempar Ify ke atas tempat tidurnya, mengurung tubuh mungil itu dengan kedua tangan kokohnya. Ify menatap Rio tak berkedip. Bahkan bergerak pun Ify tidak berani. Entah kenapa walau sudah menjadi isteri sahnya, Ify selalu merasa mereka berdua masih berpacaran.

“Bagus... karena kamu nggak akan bisa lari lagi dari aku,” Rio tersenyum penuh kemenangan, melihat Ify yang tidak bisa lagi lari darinya. Ify memberengut kesal. Rio memang tidak bisa mengabaikan setiap kesempatan yang ada. Lelaki itu selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.

“Kenapa cemberut?”

“Nggak apa-apa.” Sahut Ify cuek.

Rio terkekeh mendengar jawaban Ify, perlahan tangan laki-laki itu terjulur. Jari –jarinya mulai bermain di wajah Ify. Menyentuh setiap senti wajah cantik isterinya. Membuat Ify merasakan getaran aneh dalam tubuhnya. Entah kenapa setiap sentuhan jemari Rio bagai candu, membuatnya ingin terus dan terus disentuh.

Perlahan-lahan jari Rio turun, menelusuri leher Ify serta tulang selangka perempuan itu. Rio tersenyum saat mendengar desahan Ify yang sengaja ditahan perempuan itu. Walau begitu, Rio masih bisa mendengarnya dengan jelas.

“Fy, lepas,” bisik Rio saat lelaki itu ingin menarik selimut yang menutupi tubuh polos Ify. Ify menggeleng keras. Tetap memegang selimutnya erat. Tak mau melepasnya.

Rio tersenyum menyeringai, sepertinya serangannya harus ditingkatkan lagi levelnya. Kemudian wajah Rio menunduk, menelusuri wajah Ify lagi, tapi kali ini bukan menggunakan jarinya. Melainkan dengan bibir tipisnya. Ciuman itu bermula dari kening kemudian turun ke hidung, dan mendarat di bibir mungil Ify.

Ify menikmati ciuman Rio perlahan. Lembut. Menggoda. Seolah bibir itu adalah candu yang selalu membuatnya ketagihan. Ingin terus menciumnya. Rio mengerang nikmat saat jari-jari tangan Ify menelusup ke dalam rambut Rio dan meremasnya pelan. Membuat gairahnya menjadi semakin naik. Ciuman Rio beralih ke leher jenjang Ify. mencium setiap jengkal kulit mulus isterinya. Menghirup aroma tubuh Ify yang semakin membuatnya bergairah untuk terus melakukannya. Perlahan tangan Rio menarik selimut yang telah Ify lepaskan karena tangan perempuan itu telah beralih meremas rambutnya.

Rio tersenyum samar saat melihat penutup tubuh Ify satu-satunya berhasil dia singkirkan. Menikmati pemandangan tubuh polos isterinya.

“Yo...” desah Ify tanpa disadarinya.

“Ssst...sabar, sayang,” bisik Rio serak, karena masih ingin terus menyiksa Ify. Dia masih ingin terus mendengar desahan Ify yang menurutnya sangat seksi.

Rio mengangkat wajahnya, menatap wajah Ify yang terpejam, menikmati setiap kecupan Rio di sekujur tubuhnya. Laki-laki itu menyeringai penuh kemenangan. Bagaimanapun kerasnya Ify menolaknya, pasti dirinya lah yang akan menang. Akhirnya , untuk kedua kalinya Rio menyatukan tubuhnya pada Ify. Menikmati surga dunia yang sudah menjadi miliknya seutuhnya. Selamanya *astagfirullah tobat lo semua-,,-v*.





******

“BUNDA!!! AYAH!!” Teriak Rafli saat kedua orang tuanya baru saja menginjakan kakinya di teras rumah Manda, Mamanya Rio.

“Wow! Jagoan ayah kangen yah?” Rio langsung menggendong tubuh mungil Rafli, mencium puncak kepalanya dengan sayang.

“Iya, abisnya ayah sama bunda lama banget datengnya, Lapi kan kangen,” komentar Rafli lucu. Wajahnya semakin terlihat menggemaskan.

Rio dan Ify saling berpandangan, lalu keduanya terkekeh pelan. Wajar saja Rafli kangen. Mereka berdua meninggalkan Rafli ke Singapura selama seminggu untuk berbulan madu. Sebenarnya Rio ingin mengajak Rafli, tetapi saat itu mamanya sedang kurang sehat, dan obat penyembuh satu-satunya hanya Rafli, cucunya. Apalagi bulan madu mereka tidak bisa ditunda lagi untuk kedua kalinya. Semua pesawat, hotel dan lain-lainya tidak bisa dibatalkan begitu saja. Mereka sudah menunda keberangkatan mereka. Dan satu lagi, Rio dan Ify harus menghadiri resepsi pernikahan Tristan, sahabat Rio. Laki-laki itu menikah dengan perempuan blasteran amerika.

Sebenarnya ini tidak bisa dibilang bulan madu. Karena mereka berangkat setelah genap sebulan pernikahan mereka berdua. Alhasil Rafli ditinggal di rumah Manda. Untungnya anaknya itu sangat pintar dan tidak rewel. Bahkan dengan senang hati Rafli merawat Manda. Ify dan Rio sampai tertawa keras saat mendengar cerita Manda di telpon karena Rafli bersikeras membawa Manda dengan mobil-mobilan listrik yang Rafli bisa kendarai sendiri. Seperti mobil pada umumnya. Rafli begitu sangat menyayangi Manda.

“Haha...maaf yah, sayang. Nanti kalau Rafli liburan sekolah, kita jalan bareng-bareng deh,” Hibur Rio sambil mendudukkan tubuh Rafli di sampingnya saat keduanya sudah berada di ruang keluarga.

“Pengantin barunya sudah dateng rupanya,” Manda tersenyum bahagia menyambut kedatangan Rio dan Ify. Wanita itu langsung menghampiri Ify, mencium pipi menantunya dengan sayang.

“Mama sudah sehatan?” Tanya Ify kemudian. Manda mengangguk, lalu tersenyum,” Sudah, mama sudah cerita, kan, bagaimana pintarnya cucu mama satu ini,” Manda melirik Rafli yang sedang asik dengan Hp Rio. Meminta diajarkan permainan yang ada di HP ayahnya.

“Rafli sayang banget sama mama,” Ucap wanita itu lagi.” Tapi sepertinya kamu yang kurang sehat, yah, Ify? Wajah kamu pucat gitu,” Manda terlihat khawatir melihat wajah Ify yang pagi ini terlihat pucat. Tidak seperti biasanya.

“Masuk angin, Ma. Turun dari pesawat tadi aku langsung muntah-muntah, tapi sekarang udah mendingan. Rio udah kasih obat,” sahut ify lembut, lalu tersenyum. Sebenarnya dia memang merasa kurang sehat, namun Ify sangat rindu dengan Rafli. Berpisah dengan Rafli membuatnya tersiksa. Dia tidak bisa berpisah lama-lama dengan Rafli. Begitu juga dengan Rio. Laki-laki itu terus melakukan video call di setiap kesempatan untuk mengobati rasa rindunya pada Rafli.

“Yaudah, mama mau keluar sebentar, ada acara. Kalian mau menginap di sini, kan? Atau mau pulang?” Tanya Manda kemudian.

“Nginap di sini, mah. Kasian Ify kalo mondar mandir, besok pagi baru pulang,” Kali ini Rio yang menjawab.

“Yaudah kalo gitu, nanti mama suruh pembantu buat beresin kamar kamu, Yo. Kan udah lama nggak di tunggu,” balas Manda. Pandangan Manda kemudian beralih ke Rafli yang masih serius dengan Hp Rio,” Sayang, Rafli mau ikut Oma jalan-jalan?” Tanya Manda lembut. Wanita itu senang sekali mengajak Rafli pergi keluar, apalagi Rafli bukan anak yang nakal. Setiap kali Manda mengajak Rafli ke tempat arisan teman-temannya. Cucunya itu selalu mencuri perhatian teman-teman Manda, mereka semua berharap mendapatkan cucu sepintar dan setampan Rafli. Membuat Manda sangat bangga mendengarnya.

Rafli menatap kedua orang tuanya, seolah meminta izin. Wajahnya tersenyum senang saat mendapat anggukan dari Rio dan Ify.

“Mauuuuuuuu, Oma!!!!” Teriak Rafli langsung berhambur memeluk Manda, membuat Manda terkekeh lucu melihatnya.

“Mama pergi dulu yah, kalian berdua istirahat saja dulu. Nanti malam kita makan bersama di rumah,” pesan Manda lembut.

“Iya, Ma. Hati-hati,” Sahut Ify.

“Beres, Mom!” Rio tersenyum. Manda kemudian berjalan keluar rumah, menggandeng tangan Rafli menuju mobilnya yang sudah terparkir manis di depan teras depan.

Sepeninggalan Manda dan Rafli, Ify langsung merabahkan kepalanya di pundak Rio, tiba-tiba saja rasa pusing menyerangnya.

“Kenapa, sayang? Masih belum baikkan juga?” Rio memeriksa suhu tubuh Ify. Lumayan panas. Ternyata obat yang diberikannya tadi tidak bekerja dengan baik.

“Pusing, Yo. Aku mau tidur aja, yah,” Ucap Ify lirih. Yang dia butuhkan saat ini hanya tempat tidur dan selimut yang hangat.

Rio mencium kening ify dengan sayang, kalau isterinya sudah mengeluh seperti ini. Berarti sakitnya cukup parah. Selama Rio mengenal Ify. Dia jarang mengeluh walau sedang sakit. Tapi sekarang? Bahkan Ify terlihat sangat manja. Beda sekali dengan Ify yang pemalu.

“Yaudah, yuk! Aku anter kamu ke kamar, nanti aku telpon dokter aja biar periksa kamu, takutnya kamu kenapa-kenapa,” Rio membantu Ify berdiri, namun Ify tak mau bangkit. Perempuan itu menggelengkan kepalanya,”Aku nggak mau diperiksa dokter, aku Cuma mau tidur aja,” sahut Ify, membuat Rio mngernyit heran.

“Tapi kamu, kan, lagi sakit , sayang? Jangan bandel ah,” Rio mencubit gemas pipi Ify. Membuat bibir tipis itu mengerut. Cemberut.

“Yaudah aku tidur di sini aja.” Ify mulai ngambek.

“NO!!” Tolak Rio tegas.

“Jangan panggil dokter kalo gitu,” sahutnya cuek.

Rio menghela nafas pelan, kenapa akhir-akhir ini Ify terlihat berbeda. Sifatnya sedikit kekanak-kanakan. Mau tak mau Rio harus mengalah demi kebaikan isterinya,”Oke, ntar kamu minum parasetamol aja, yaudah yuk!” ajak Rio lagi.

ify menggeleng pelan,”Nggak mau!” tolaknya lagi.

“Kenapa lagi sih, sayang? kan nggak jadi aku panggilin dokternya,” tanya Rio menahan gemas untuk tidak mencubit hidung Ify. Bisa-bisa Ify marah besar kalau diganggu di saat dia sedang ngambek.

“Gendong!” sahut Ify yang sukses membuat Rio terperangah dibuatnya. Apa tadi Ify bilang? Gendong? Dia tidak salah dengar, kan? Ify minta GENDONG padanya? Sepertinya ada yang aneh dengan isterinya ini.

“Sayang! malah bengong sih? Yaudah kalo nggak mau,” Ify mulai ngambek lagi, membuat Rio tersadar dari keterkejutannya.”Eh iya-iya, jangan ngambek, yaudah sini aku gendong,” Rio langsung menyelipkan tangannya di belakang lutut Ify lalu membopongnya menuju kamarnya di lantai dua. Huft , lumayan jauh juga pikirnya.

Ify tersenyum lalu mencium pipi Rio lembut, mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya. Laki-laki itu tersenyum melihat tingkah manja Isterinya itu.

“Kalo mau cium tuh di bibir, bukan di pipi, memangnya Rafli,” Goda Rio yang langsung mendapat cubitan keras dari Ify. Bukannya kesakitan laki-laki itu malah tertawa.

“Mau kamu itu, mah” balas Ify. kepalanya sengaja direbahkan ke dada suaminya. Mendengarkan detak jantung Rio yang cepat, namun membuatnya merasa tentram. Bagaikan musik instrumental yang membuatnya tenang, juga mengantuk.

Rio tersenyum saat dirasakannya suara dengkuran halus dalam dekapannya. Ternyata Ify sudah tertidur nyenyak dalam gendongannya. Sesampainya di kamar, laki-laki itu membaringkan tubuh Ify pelan-pelan. Tidak mau tidur isterinya terganggu. Kemudian Rio menyelimuti tubuh Ify dan mengatur suhu AC kamarnya agar tidak terlalu dingin.

“Sweet dream, Sayang,” Rio mencium bibir Ify sekilas, lalu meninggalkan kamarnya. Dia harus menelpon gabriel dulu, menanyakan kabar perusahaanya yang ditinggalnya selama dirinya berbulan madu di Singapura.



*****

Pagi itu Ify terlihat sangat cantik dengan gaun selutut motif bunga yang dikenakannya. Dia sedang menyiapkan sarapan untuk Rafli dan juga Rio, dua orang yang sangat dicintainya itu. Hari ini Ify memasak nasi goreng spesial kesukaan keduanya. Ternyata selera Rio dan Rafli tidak berbeda jauh. Like father like son. Membuat ify tidak perlu repot-repot membuat menu lainnya.

“Pagi, Bunda?!” Rafli tersenyum masuk ke dalam ruang makan, dengan tas ransel bergantung di punggungnya.

“Pagi, sayang! Aduh anak bunda pinter banget sekarang, pake baju sendiri lagi,” ify mencium dahi Rafli penuh sayang, lalu membantunya untuk duduk. Tetapi rafli menolaknya, dan berkata,”Lapi bisa sendili, Bunda. Lapi udah besal sekalang, kan Lapi mau punya dedek,” Ucap Rafli yang berhasil membuat ify mengerutkan dahi. Dedek?

“Kata siapa Rafli mau punya dedek?” Tiba-tiba saja Rio sudah muncul di belakang Ify, lalu mencium pipinya sekilas. Rio memilih duduk di dekat Rafli, ingin mendengar jawaban dari anaknya itu.

“Semalem Lapi mimpi, yah. Lapi mimpi Bunda gendong dedek bayi lucu benel, cantik lagi. Telus kata bunda, kalo Lapi punya dedek, belati Lapi jadi kakak, telus kalo jadi kakak, Lapi halus mandi sendili, pake baju sendili,” jelas Rafli dengan logat cedalnya. Membuat Rio dan Ify tersenyum geli dibuatnya.

“Memang Rafli mau punya adik? “ Tanya Rio kemudian yang langsung dibalas anggukan oleh Rafli.

“Temen-temen Lapi udah punya dedek semua, yah. Tinggal Lapi yang belum,” Balas Rafli serius, sesekali tangannya memainkan garpu dan sendok yang ada di atas meja.

“Bilang sama bunda dong kalo Rafli mau punya adik,” Rio melirik Ify yang langsung dapat tatapan tajam dari isterinya itu.

Tatapan Rafli langsung berpaling pada Ify,”Nda, Lapi mau dedek, Nda. Lapi kan udah besal sekalang, nih Lapi udah bisa duduk sendili, ya kan, Yah?” Rafli memandang Rio, meminta dukungan dari ayahnya. Rio mengangguk semangat lalu tersenyum geli melihat raut wajah ify yang berubah merah.

Tapi tiba-tiba saja ify langsung berlari ke wastafel yang tidak jauh darinya. Dia tidak sempat ke kamar mandi.

“Kamu kenapa, Fy?” Tanya Rio khawatir.

“Huek...huek...” Ify masih berusaha memuntahkan isi di dalam perutnya. Padahal pagi ini dia belum sempat sarapan. Dan tidak ada yang keluar sama sekali dari mulutnya. Namun perutnya terasa sangat mual. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Rio membantu ify dengan memijit-mijit tengkuknya.

“Masih mual?” Tanya Rio sambil mengelap keringat di dahi ify dengan sapu tangannya. Ify mengangguk lemah.

“Kita ke dokter, yah? Aku takutnya kamu kena gejala tifus, dulu kamu waktu SMA pernah kayak gini, kan?” Rio terlihat sangat khawatir.

Ify mengangguk lemah, memang gejala sakitnya ini hampir sama seperti dulu dia mengalami sakit tifus. Namun tiba-tiba tubuhnya menegang. Membuat Rio menjadi khawatir.

“Kenapa, Fy?, mau muntah lagi?”

Ify menggeleng cepat, namun pandangannya masih terpaku di atas lemari kecil di dekat mereka berdua.

“Terus? Apa kamu mau minum obat?” tanya Rio lagi. Yang langsung dibalas gelengan oleh Ify.

“Aku nggak mau ke dokter buat berobat, aku juga nggak mau minum obat.” Balas Ify kemudian, membuat Rio semakin terlihat bingung sekaligu kesal dibuatnya. Sudah jelas-jelas Ify sakit, tetapi dia tetap menolak untuk pergi ke dokter. Padahal kesehatan ify lebih penting.

“Nggak, kamu harus ke dokter. Walau kamu menolaknya aku nggak peduli.” Ucap Rio tegas. Tidak terbantahkan.

“Tapi obatnya nggak ada di rumah sakit mana, pun, sayang. Aku yakin itu,” ify menatap wajah Rio yang semakin terlihat bingung.

“Kok kamu bisa tau, kamu kan bukan dokter?”

“Karena...karena aku sepertinya hamil,” ucap ify tersenyum. Membuat Rio terkejut mendengarnya. Laki-laki itu langsung memeluk tubuh mungil di depannya.

“Kamu hamil? Kamu beneran hamil, sayang?” Rio terlihat sangat tidak percaya. Bahkan dia tidak mampu menggambarkan bagaimana dia sangat bahagia. Baru saja dua bulan dia menikah, kebahagiaan baru kembali di dapatnya. Kehadiran anggota baru dalam keluarganya. Membayangkan hal itu semakin membut senyum Rio merekah.

“Tunggu...tunggu, kenapa kamu bisa tau kalo hamil? Kamu udah tes?” Rio menatap Ify menyelidik. Dia harus memastikan apakah Ify tidak sedang bercanda.

Perempuan itu menggeleng pelan,”Nggak. Aku udah telat sebulan, dan gejala-gejalanya juga mirip orang hamil, Yo. Sebenarnya aku nggak bakal sadar aku hamil, kalo aja tadi aku nggak liat kalender itu,” Ify menunjuk kalender yang berada di atas lemari kecil dekat wastafel. Pantas saja tadi Ify diam saja, rupanya dia sedang menghitung siklus bulanannya saat melihat kalender.

“Kalo gitu setelah mengantar Rafli, kita ke dokter kandungan,” Ucap Rio tersenyum senang.

“Tapi kamu kan harus ker...” Rio langsung memotong ucapan Ify dengan bibirnya. Lalu menggleng keras.”Itu perusahaan aku, Fy. Bisa kapan aja aku dateng. Yang penting sekarang adalah kamu,” Tolak Rio tegas. Kalau sudah begitu, Ify mana bisa menolaknya lagi.

“Ayo sayang kita berangkat,” Rio menggendong Rafli yang terlihat bingung.

“Bunda sakit, yah? “ Tanya Rafli bingung.

‘Nggak sayang, sepertinya keinginan Rafli akan terwujud nih,” Rio tersenyum membuka pintu mobil, lalu mendudukkan Rafli di kursi penumpang.

“Keinginan apa, yah? “

“Dedek, Rafli minta dedek kan?”

Rafli mengangguk semangat, senyumnya langsung merekah mendengar nama ‘dedek’ di sebut.

“Nah, sebentar lagi Rafli akan punya dedek,” Rio memasang sabuk pengaman di tubuh mungil Rafli. Kemudian menutup pintu, memutari mobi lalu duduk di belakang kemudi. Ify sudah duduk terlebih dahulu di kursi di samping Rio. Mendengarkan kedua laki-laki beda generasi itu berbicara.

“Benelan , Bunda?” Tanya Rafli tak percaya. Ify menolehkan kepalanya ke belakang lalu tersenyum, mengangguk. Rafli langsung bersorak gembira mendengarnya, membuat Rio dan Ify tertawa dibuatnya.

“Hole!!! Lapi punya Dedek!!” Teriak Rafli bersemangat. Ternyata mimpi Rafli semalam adalah pertanda bahwa akan ada keluaga baru yang mengisi keluarga kecil mereka. Yang sekaligus menambah kebahagiaan Rio dan Ify.



*****

Selama perjalan pulang dari rumah sakit, tak henti-hentinya Rio terus tersenyum. Wajahnya dipenuhi kebahagiaan. Genggamannya bahkan tak mau terlepas dari tangan Ify. Setelah mendengar langsung bahwa Ify memang sedang hamil, dan usia kandungannya sudah memasuki minggu ke enam. Rio langsung menjabat tangan dokter tersebut, dan tak henti-hentinya mengucapkan kata terimakasih. Bahkan saat sampai di rumah, Rio langsung menyuruh Ify untuk beristirahat. Padahal dia kan bukannya sedang sakit. Namun percuma saja Ify menolaknya, Rio bersikeras melarangnya untuk beraktifitas yang berat-berat. Laki-laki itu langsung menelpon mamanya untuk memberitahu kabar gembira tersebut sekaligus meminta dikirimkan dua pembantu sekaligus untuk mengurus rumahnya. Yah semenjak ada Rafli, Rio lebih memilih tinggal di rumah yang dibelinya dulu, daripada di apartemen.

“Kamu mau makan apa, sayang? Ntar aku cariin,” Tanya Rio seraya membuka satu persatu kancing kemejanya, membuat Ify entah kenapa menjadi bergairah dengan hanya melihat Rio. Padahal dia sering melihat Rio melakukannya. Namun kali ini entah kenapa terlihat sangat berbeda. Ify turun dari tempat tidur, menghampiri Rio yang sepertinya kesusahan membuka kancing kemeja di bagian lengannya.

“Sini aku bantuin,” Ify tersenyum lembut lalu membantu Rio melepaskan kancing tersebut. Setelah kedua-duanya terlepas, tangannya beralih melepaskan kancing kemeja Rio. Melanjutkan pekerjaan suaminya yang tertunda karena lebih fokus melepaskan kancing di pergelangan tangannya.

“Wangi kamu enak banget, sayang. Aku suka,” Ify mencium leher Rio, membuat tubuh Rio seketika menegang. Satu kecupan di lehernya, mampu membuat libidonya naik seketika. Rio tersenyum senang, merasakan setiap sentuhan tangan Ify di tubuhnya. Sepertinya kehamilan Ify kali ini membuat isterinya itu lebih agresif sedikit. Dan itu membuatnya sangat beruntung.

“Tumben nih nyerang duluan, biasanya nggak pernah.” Goda Rio usil saat Ify berhasil melempar kemeja Rio di sofa dekat tempat tidur.

“Emang kamu nggak suka?” tanya Ify lembut, perlahan Ify menjinjitkan kakinya, mencium bibir Rio lembut. Menggoda Rio. Membuat laki-laki itu mengerang tertahan.

“Fy, stop it!” ucap Rio serak.

Ify menggeleng, lalu tersenyum menggoda.”No.”

Tanpa permisi lagi Rio langsung menggendong Ify, membaringkannya di atas tempat tidur. Dia tidak ingin lepas kenadali. Apalagi kandungan Ify masih sangat muda. Rio tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada calon anaknya itu.

“Istirahat,” perintah Rio tegas. Membuat wajah Ify memberengut kesal.

“ Pelit,” sungut Ify sebal.

Rio terkekeh mendengarnya,”Malam aja, yah. Sekarang kamu istirahat, oke , honey?” bisik Rio lalu mencium bibir Ify sekilas.

“Iya, iya. Aku mau petis, Yo. Beliin yah,” pinta Ify dengan wajah memelas.

Rio melirik jam dinding di kamarnya,” Kan masih pagi sayang, baru jam sembilan. Siang aja, yah.” Bujuk Rio lembut.

“Nggak mau! Maunya sekarang?”

“Yaudah aku nggak mau minum vitaminnya.”

“Oke, oke...tapi makan nasi dulu. Gimana?” tawar Rio yang langsung diangguki Ify. Wajahnya kembali berseri bahagia.

“Yaudah aku pergi dulu, kamu jangan turun dari tempat tidur, ngerti?” Rio menatap Ify tegas. Dia tidak ingin isterinya kenapa-napa. Ify terkadang suka melanggar perintahnya.

“Sip, Bos!”

Setelah berganti pakaian, laki-laki itu segera bergegas mencari petisan Ify. Sebelum isterinya itu berubah piIfy untuk meminta yang macam-macam.



******

Satu tahun setengah kemudian.

“Ayah pulang!!!” Teriak Rio saat memasuki rumah, Rafli langsung berlari menghampiri Rio dan meminta gendong, disusul Ify yang sedang menggendong buah hati keduanya. Aqila Haling (?) *saya lagi ngepens sama aqila jadi make aqila aja ya ;;)v* Bayi perempuan itu terlihat sangat sehat dan menggemaskan.

“Yah...yah..” gumamnya saat melihat Rio, membuat dia tertawa mendengarnya.

“Turunin Rafli, yah. Adek Aqila mau minta gendong ayah,” ucap Rafli yang melihat tangan mungil Aqila yang terjulur seolah meminta digendong. Rio mencium pucuk kepala Rafli sebelum menurunkannya. Anak pertamanya itu memang sangat pintar. Setelah Aqila lahir, bahkan Rafli langsung bisa berbicara lancar tanpa cedal sama sekali. Dan dia selalu mengalah pada Aqila, seperti saat ini.

“Sini sama ayah, cantik,” Rio langsung mengambil tubuh mungil bidadari kecilnya itu. Sedetik kemudian Aqila tertawa senang. Ify yang melihat Rio yang penuh kasih mencium Aqila, begitu sangat bahagia. Sekarang keluarganya lengkap sudah.

“Capek?” tanya Rio mendekati Ify, mengecup keningnya dengan sayang. Ify tersenyum menggeleng pelan. Walau begitu, Rio pasti tau Ify pasti capek mengurus dua anak sekaligus tanpa baby sitter. Setelah Aqila lahir, Ify tidak mau menyewa jasa baby sitter. Dia ingin mengurus Aqila sendiri. Seperti dirinya dulu mengurus Rafli. Dia sangat menyukai kegiatan merawat anaknya. Melihat keduanya tumbuh besar, dibawah pengawasannya dan Rio.

“Pi..pi,” Ucap Aqila saat melihat Rafli yang sedang bermain di karpet tebal di ruang tamu. Rafli sedang merakit robot Gundam yang Rio berikan kemarin.

“Kenapa, sayang? mau ke tempat Kak Rafli?” tanya Rio lembut. Dia lalu mendudukan Aqila yang memang sudah bisa duduk di dekat Rafli. Anak pertamanya itu langsung memberikan mainan bebek karet Aqila yang berada tak jauh dari keduanya. Namun bayi kecil itu menolaknya, akhirnya Rafli mengalah. Dia menyingkirkan mainannya lalu menghampiri Aqila. Membuat tampang –tampang aneh yang langsung membuat bayi cantik itu tertawa senang dibuatnya.

Rio dan Ify tersenyum bahagia melihatnya. Ify merebahkan kepalanya di dada bidang Rio. Menikmati pemandangan kedua buah hati mereka berdua yang sedang bersenda gurau. Tak ada kebahagiaan yang lebih baik dari ini. Berkumpul dengan keluarga kecil mereka di saat sore hari. Kegiatan kecil yang sangat Rio dan Ify nantikan. Rasa lelah yang didapatnya selama bekerja langsung hilang seketika saat melihat isteri serta kedua buah hatinya.

Penderitaanya selama lima tahun ini terbayar sudah. Bahkan kebahagiaan yang didapatnya berlipat ganda. Rio mencium kening Ify lembut dan lama.

“Makasih, yah, sayang. Kamu sudah memberikan kebahagiaan ini sama aku,” Ucap Rio lembut. Matanya menatap Ify dengan penuh kasih. Ify tersenyum lembut, lalu mengangguk,”Aku juga sangat berterimakasih sama kamu, karena tanpa kamu mungkin semua kebahagiaan ini nggak akan pernah aku rasakan,” Ucap Ify tulus.

Rio tersenyum lembut, menundukkan wajahnya mencium bibir Ify lembut dan lama.”I love you,” bisiknya pelan.

“I love you too,” balas Ify lalu memeluk tubuh Rio erat. Dan takkan pernah dia lepaskan lagi.

you're still the one

(When I first saw you, I saw love.
And the first time you touched me, I felt love.
And after all this time, you're still the one I love.)

Looks like we made it
Look how far we've come my baby
We mighta took the long way
We knew we'd get there someday

Bridge:
They said, "I bet they'll never make it"
But just look at us holding on
We're still together still going strong

Chorus:
(You're still the one)
You're still the one I run to
The one that I belong to
You're the one I want for life
(You're still the one)
You're still the one that I love
The only one I dream of
You're still the one I kiss good night

Ain't nothin' better
We beat the odds together
I'm glad we didn't listen
Look at what we would be missin'

(Bridge)
(Chorus)
(Chorus)

I'm so glad we made it
Look how far we've come my baby

By : shania twain


Tuh, udah ending kan ??? Gimana endingnya guys ???
keren kan ?? Seru kan ?? bagus banget kan ???
pastinya dong.
Makanya, tinggalin kalian sebagai readers dong :))
nanti kan saya jadi ngepost cerita lagi :))

NB : Cerbung karangan saya yang 'BENCI JADI CINTA (YOSHILL)' sama cerbung 'QUEEN IN SMA BATAVIA (YOSHILL)' akan segera dilanjut ..
jadi yang masih suka, diharap untuk pantengin terus yaw ;)

terima kasih buat kalian yang udah mau baca :*
Makasih makasih :* thanks banget deh pokoknya ^^
Tinggalin jejak kalian yah guys ;)

Forever Love 'Versi RIFY' - part 10 (Repost)

Selamat malam semuanyaaaaa :))
bertemu lagi bersama saya :D cewe paling kece sejagat raya, ceilaaaahhh -_-
saya mau meneruskan cerbung'nya kak Anna guys, karena saya kan baiknya gak ketulungan jadi saya bantu kalian supaya gak KEPO terlalu lama :D
bentar lagi mau END loh guys :D satu part lagi mungkin, jadi pantengin terus yaw ;)
okeh deh langsung aja deh yah ^^
Happy reading all :*



Sudah sebulan lamanya ify mengalami koma, belum ada tanda-tanda bahwa dia akan membuka matanya. Membuat laki-laki itu semakin tersiksa. Bahkan Rio selama sebulan itu tidak pernah menginggalkan ify sedikit pun. Seluruh urusan kantor serta perusahaanya dia serahkan semua kepada Gabriel, sahabatnya. Yang sekarang dipikirkannya adalah menunggu Ify siuman dan membuka matanya. Sementara Rafli, dia terpaksa meninggalkannya di rumah Mamanya.

Terkadang anaknya itu datang bersama mamanya. Menengok dirinya juga Ify. Rio harus menahan air matanya setiap kali Rafli menanyakan padanya kapan Ify akan bangun. Rio sengaja berbohong bahwa ify sedang tertidur karena sakit. Laki-laki itu tidak bisa menjelaskan bagaimana keadaan ify sebenarnya pada Rafli. Anaknya terlalu kecil untuk mengerti keadaan yang sebenarnya. Penampilan Rio yang kusut serta lingakaran hitam di bawah kelopak matanya, menjelaskan bahwa laki-laki itu terlihat lelah dan kurang tidur. Tubuhnya juga terlihat kurus. Tatapan matanya seakan hampa, seolah tidak ada jiwa di dalam raganya. Karena Rio merasa, jiwanya tertidur bersama Ify yang terbaring lemah di rumah sakit.

Pagi ini dia harus menemui dokter yang merawat ify. Ada hal penting yang harus disampaikan oleh dokter tersebut. Membuat Rio semakin ketakutan serta gelisah. Setiap langkah yang dia ambil, semakin bertambah pula ketakutan dalam dirinya. Rio merasa dirinya seperti akan di hukum mati. Bahkan lebih parah dari itu. Wajahnya yang pucat, serta keringat dingin yang keluar, memperlihatkan dengan jelas bagaimana keadaan laki-laki itu sekarang. Rio sangat terpuruk dan hancur. Setiap malam dia bahkan tidak bisa tidur karena memikirkan keadaan Ify yang belm menunjukkan tanda-tanda perempuan itu akan membuka matanya. Dengan ragu Rio mengetuk pintu ruangan dimana dokter Daud (?) berada.

“Tok..tok..tok..”

“Masuk!” perintah suara dari dalam ruangan. Perlahan Rio memutar knob pintu tersebut, laki-laki itu masuk ke dalam ruangan disambut dengan senyuman hangat dokter Daud. Dokter tampan dan masih muda itu juga (maap ya bikin fitnah(?)) terlihat lelah. Seakan memiliki beban yang berat seperti yang Rio pikul saat ini.

“Silahkan duduk Pak Rio,” Dokter Daud mempersilahkan Rio duduk.

“Terimakasih, dok,” sahut Rio lalu duduk tepat di hadapan Dokter Daud.

“Pak Rio pasti sudah tau maksud saya memanggil anda ke ruangan saya ini, “ ucap Dokter Daud menatap wajah kusut Rio. Laki-laki itu mengangguk,”Iya, Dok. Semuanya menyangkut tentang keadaan ify, kan?”

Dokter Daud mengangguk , dia diam sejenak, menyusun kata untuk menyampaikan berita buruk yang sebenarnya tidak ingin dia sampaikan. Saat terberat dalam hidupnya selama menjadi dokter adalah ketika dirinya harus menyampaikan berita duka. Sebenarnya bila disuruh memilih, dia tidak ingin menyampaikan berita buruk tersebut. Apalagi melihat penampilan Rio yang seperti mayat hidup. Tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam matanya. Hanya ketakutan serta kegelisahan dalam setiap gerakannya.

“Mengenai keadaan ibu Ify, pihak rumah sakit sudah angkat tangan. Semuanya sudah kami lakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu Ify. Namun anda bisa lihat sendiri, sampai sekarang ibu Ify belum juga membuka matanya. Koma yang dialami ibu Ify mempunyai dampak yang membahayakan dirinya. Kami hanya bisa berusaha, pak. Tapi semuanya Tuhan juga yang menentukan, jadi...dengan sangat berat hati saya sampaikan, bila dalam seminggu ini Ibu Ify tidak siuman, maka...Kita semuanya hanya bisa pasrah...kemungkinan terburuk yang harus kita terima...” ucap Dokter Daud dengan berat hati.

Mendengar itu, Rio seakan bagai disambar petir. Tubuhnya membeku, menatap kosong dokter Daud. Dugaanya ternyata tidak meleset. Ada sesuatu yang tidak beres mengenai keadaan Ify yang belum siuman sampai sekarang. Dan semuanya terjawab sudah. Cobaan apalagi yang harus dijalaninya kali ini. Lima tahun dipisahkan dengan kekasihnya sudah sangat menyiksa dirinya. Lupa ingatan yang dideritanya dulu juga telah menyakiti perempuan yang sangat disayanginya. Dan sekarang dirinya harus mendengar berita buruk mengenai Ify. Berita yang menyatakan bahwa keadaan ify sudah tidak bisa tertolong, dan hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan jiwa kekasihnya. Tangan Rio berpegang erat pada pinggiran kursi, dirinya seolah tidak mempunyai tenaga lagi. Tubuhnya serasa lemah, seakan tulang dalam dirinya menghilang begitu saja.

Tidak !!! dia tidak sanggup! Dia tidak siap kehilangan ify untuk kedua kalinya. Dan dirinya pasti tidak akan mampu menerimanya. Mata Rio memerah menahan sakit yang mulai menyerang dadanya. Nafasnya terasa sesak, seolah disekitarnya tak terdapat udara sama sekali. Kenapa? Kenapa setelah ingatanya pulih dan dia menemukan kembali Ify, perempuan itu malah akan meninggalkannya kembali. Rio tidak sanggup membayangkan dirinya tanpa kekasihnya, tanpa Ify. Apalagi sekarang mereka berdua telah diberikan Rafli, malaikat kecil yang selalu memberikan kebahagiaan padanya, juga pada ify. Nggak! Kamu nggak boleh meninggalkan aku, ify. Kamu harus tetap hidup, untukku juga untuk anak kita. Ucap Rio dalam hati.

“Pak Rio!” panggil Dokter Daud menyentakkan Rio kembali ke alam nyata. Laki-laki itu menatap dokter Daud dengan sorot mata penuh kesedihan. Membuat dokter Daud tak tega melihatnya.

“Hanya keajaiban yang bisa menyelamatkan ibu Ify, pak. Dan semoga keajaiban itu diberikan juga pada ibu Ify,” Dokter Daud berusaha memberikan semangat untuk Rio. Laki-laki itu mengangguk lemah. Lalu bangkit dari duduknya,”Terimakasih, dok. Kalau tidak ada yang ingin dokter sampaikan saya permisi,” sahut Rio lemah.

Dokter Rio mengangguk , tersenyum simpul,”Iya, pak. Silahkan,” ujar Dokter Daud. Rio mengangguk sekilas, melangkah gontai menuju pintu.

Dokter Daud menghela nafas pelan setelah tubuh Rio menghilang di balik pintu. Kenapa setiap dia menyampaikan berita buruk, bebanya malah semakin bertambah. Dirinya tidak bisa membayangkan bila dia berada di posisi Rio. Pasti sama terpuruknya. Laki-laki itu meraih bingkai kecil di atas mejanya lalu tersenyum simpul. Foto seorang perempuan cantik yang menggendong seorang bayi laki-laki dengan senyum kebahagian terpancar jelas di wajahnya. Tidak ! dia tidak berani membayangkan bila dia mengalami hal itu. Dan takkan pernah.





*****

Rio melangkah gontai menuju ruang ICU dimana ify dirawat, namun wajahnya memucat saat menemukan ruang itu kosong. Tidak ada sosok orang yang dikasihnya berbaring di sana. Tubuhnya menegang. Ketakutan mulai menyerangnya, dia hanya meninggalkan perempuan itu sebentar. Tapi kenapa dia menghilang dari kamarnya. Segala piIfy buruk mulai menghampirinya. Tidak ! tidak mungkinkan ify meninggalkannya begitu saja? Rio segera berlari menelusuri koridor menuju ruangan dokter Daud, namun saat di tengah jalan dia berpapasan dengan Gabriel yang wajahnya terlihat sangat pucat. Kembali rasa ketakutan itu menyerangnya lagi.

“Lo dari mana aja, Yo? Gue telpon ke Hp lo tapi nggak aktif?” tanya Gabriel dengan nafas terengah-engah. Sepertinya laki-laki itu habis berlari jauh.

“Hp gue mati. Gue lupa ngecharge, ada apa?” tanya Rio panik. Nafasnya juga ikut terengah-engah sehabis berlari tadi.

Gabriel berusaha mengambil nafasnya sebelum berbicara,”ify, ify lagi kritis, dia ada di ruang operasi sekarang,” ucap Gabriel yang seketika membuat wajah Rio memucat. Tanpa pikir panjang, Rio langsung berlari menuju ruang UGD yang terletak paling ujung rumah sakit. Bahkan laki-laki itu tak mengiraukan makian orang yang tak sengaja ditabraknya tadi. Yang ada di dalam piIfynya saat ini adalah ify. Hanya perempua itu.

Aku mohon Tuhan, aku mohon jangan pisahkan kami lagi.

Langkahnya terhenti saat sudah berada di depan ruang operasi. Rupanya di sana sudah ada mamanya, Rafli, Sivia juga Bik Imah. Perlahan Rio melangkah mendekati mamanya yang sedang memeluk Rafli. Wajah wanita itu terlihat pucat serta berlinang air mata. Rio tau mamanya sangat menyayangi Ify. Sama seperti dirinya.

“Ma? Ify kenapa?” tanya Rio serak, berusaha mengontrol emosinya yang sudah mencapai ubun-ubun. Dia mulai takut. Sangat takut. Apalagi ucapan dokter Daud yang kembali melintas di piIfynya saat ini. Membuat tubuhnya terasa amat lemas. Ketakutan. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.

“Ify sedang kritis, Yo. Saat mama menjenguknya tadi, tiba-tiba saja detak jantungnya berhenti, dan sekarang dokter sedang berupaya menyelamatkan Ify,” sahut Manda dengan suara bergetar, isak tangis itu kembali terdengar dari bibirnya.

Rio terdiam.

Tubuhnya membeku.

Pandangannya kosong.

Kata –kata Mamanya yang mengatakan detak jantung ify berhenti selalu terngiang di telinganya, seperti kaset yang diputar berulang kali. Laki-laki itu terhuyung menabrak tembok yang ada di belakangnya. Seketika semua kinerja tubunya melumpuh. Ketakutan itu kembali menyerangnya. Dadanya sakit. Nafasnya sesak. Bayangan mimpi-mimpi buruknya kembali datang menerjangnya. Bayangan tubuh ify yang terbungkus kain putih mulai menghampirinya. Tidak !! Itu tidak mungkin. Ify akan selamat. Perempuan itu kuat. Ify adalah perempuan yang kuat.



Tuhan! Aku mohon jangan hukum aku seperti ini. Jangan pisahkan lagi aku dengannya.

Rio langsung berdiri tegak saat melihat pintu ruang operasi terbuka. Seorang suster keluar diikuti seorang dokter di belakangnya. Wajah dokter itu menunjukkan kesedihan. Membuat ketakutan itu kembali menyerangnya.

“Bagaimana keadaan ify, dok?” tanya Rio bergetar menahan emosi.

Dokter itu menghela nafas sebentar, lalu menggeleng lemah, “Maaf, pak. Ibu Ify tidak dapat di selamatkan. Beliau telah meninggalkan kita semua,” jawab dokter tersebut lirih,”Saya turut berduka-“

“NGGAK!!!! ITU NGGAK MUNGKIN! ANDA BOHONG!!” teriak Rio tiba-tiba membuat semuanya terkesiap. Gabriel yang melihatnya langsung menghampiri sahabatnya itu. Sementara Manda dan Sivia kembali menangis mendengarnya. Ify telah meninggalkan mereka semua selamanya. Dan tak akan pernah kembali. Kenyataan itu membuat sebuah luka di hati mereka berdua.

“Yo, tenang. Relakan Ify...” ucap Gabriel memegang bahu laki-laki itu, namun segera ditepisnya. Mata Gabriel merah menahan tangis. Dia juga merasa kehilangan, sama seperti Rio.

“Nggak! Ify nggak mungkin ninggalin gue! Nggak mungkin!” teriak Rio semakin lantang.

Tak lama kemudian dua orang perawat laki-laki keluar dari ruang UGD dengan mendorong sebuah bangkar dengan tubuh ify yang terbujur kaku di atasnya. Rio langsung mengampirinya, menahan perawat tersebut untuk membawanya.

“FY! IFY !! BANGUN FY! BUKA MATA KAMU!!!” Teriak Rio mengguncang tubuh kaku Ify. Tubuh cantik itu terasa amat dingin. Tanda bahwa sudah tidak ada jiwa di dalamnya. Wajahnya pucat seputih kapas. Bibirnya pun berwarna biru. Mata indahnya kini terpejam. Takkan pernah terbuka lagi. Mata indah itu sekarang terpejam selamanya.

“Fy! Jangan tinggalin aku! Aku mohon sama kamu,” Rio terisak memeluk tubuh Ify. Dia tidak membayangkan bahwa semua ketakutannya menjadi nyata. Rasa sakit itu seakan membunuh jiwanya. Menorehkan luka di hatinya yang akan terus menganga, entah sampai kapan. Tangisan pilunya bahkan membuat orang disekitarnya yang melihat ikut menitikan air mata. Merasakan kepedihan dan kesakitan yang laki-laki itu rasakan.

“Fy, Bangun! Jangan hukum aku kayak gini, jangan tinggalin aku dan Rafli.” Air mata Rio semakin mengalir deras. Apalagi dia teringat akan malaikat kecilnya yang masih membutuhkan sosok seorang ibu. Dan yang pantas mengisi posisi itu adalah Ify. Kekasih yang sangat dia cintai.

“Beri aku kesempatan, Fy. Beri aku kesempatan kedua untuk menjaga kamu dan Rafli,” Tubuh Rio meluruh di sisi bangkar, seakan sudah tidak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Laki-laki itu menunduk kedua tangannya kembali terkepal. “Aku mohon...”

Bugh!

Manda tersentak kaget saat Rio meninju lantai rumah sakit yang keras. Darah segar langsung mengalir di buku buku tangannya.

“Rio!! Apa yang kamu lakukan?” Manda menghampiri anaknya, berusaha menahan tangan Rio agar tidak kembali meninju lantai. Dia sudah tidak kuat melihat Rio yang melukai dirinya sendiri.

“BIAR , MA! BIAR IFY SADAR! BIAR IFY TAU! DIA SUDAH BERHASIL MENGHUKUM AKU!! ” teriak Rio histeris. Semakin membuat orang yang melihat terisak.

“Kenapa, Ma? Kenapa Ify tega menghukum aku seperti ini, Ma? Kenapa?” ucap Rio lirih. Tubuhnya bergetar hebat.

“Ayah!”

Sebuah suara menyentakkan Rio kembali ke alam nyata. Dia mendongak, melihat malaikat kecilnya berjalan menghampirinya. Wajahnya penuh dengan air mata. Rafli menangis menatap dirinya.

“Bunda kenapa, Yah?” tanya Rafli dengan suara isakan yang semakin membuat hati Rio hancur berkeping-keping. Dia lupa akan kehadiran buah hatinya. Melihatnya histeris memeluk tubuh Ify yang sudah terbujur kaku. Pasti Rafli terkejut melihatnya.

Rio langsung merengkuh tubuh mungil itu, memeluknya dengan erat.”Bunda nggak pelgi ninggalin kita kan, Yah?” tanya Rafli terisak. Memeluk tubuh Rafli erat.

Rio tak mampu berkata-kata, dia hanya membalas dengan gelengan pelan.

“Bunda nggak boleh pelgi , Yah. Bunda udah janji sama Lapi, kata bunda...ka...ta Bunda, Lapi mau diajak ke...ta-taman belmain sama ayah juga,” dengan sesenggukan Rafli memberitahukan janji Ify dulu padanya. Semakin membuat hati Rio sakit, bagai ditusuk dengan beribu-ribu jarum. Bagai luka yang disiram air garam.

Tiba-tiba saja Rafli melepaskan pelukannya, menghampiri bangkar yang masih berada di samping mereka bertiga.

“Nda!, bangun, Nda!” tangan kecil Rafli menepuk pelan tangan Ify yang masih bisa dia capai. “Bunda jangan tidul telus, bunda udah janji sama Lapi mau ke taman belmain,” Rafli masih menepuk-nepuk pelan lengan Ify.

“Maaf, Pak, Bu. Kami harus membawa Ibu Ify segera ,” ucap salah satu perawat. Rio segera menghampiri Rafli lalu menggendongnya.

“Bunda! Bunda mau dibawa kemana, yah?” Rafli menatap kepergian perawat itu yang mendorong tubuh Ify. Tangisnya yang sempat terhenti kembali pecah.

“Ayah! bunda dibawa pelgi, yah!” teriak Rafli meronta-ronta dalam gendongan Rio. Sementara Rio berusaha kembali menahan tangisnya. Semuanya sudah berakhir, Ify telah meninggalkan dia dan Rafli. Selamanya.

“Bunda! Bunda jangan pelgii!! BUNDAAA!!!!”



*****

Pemakaman umum itu mulai terlihat sepi, para pelayat sudah mulai meninggalkan pemakaman tersebut. Jasad ify langsung dimakamkan tadi pagi setelah sampai di rumah duka. Rafli langsung jatuh sakit mengetahui bahwa ibunya telah meninggalkan dirinya untuk selamanya. Untuk umur empat tahun, anak kecil itu ternyata sudah mengerti akan arti kematian. Dan semua itu membuat Rio semakin terpukul.

Rio bersimpuh di samping makam Ify, sejak setengah jam yang lalu laki-laki itu belum juga meninggalkan makam kekasihnya. Dia masih belum bisa menerima semuanya ini. Dan masih belum sanggup.

gabriel memandang Rio dari dalam mobil yang terparkir tak jauh dari pemakaman. Sementara Sivia masih terisak melihat Rio yang terlihat sangat hancur dan kehilangan. Seperti dirinya yang kehilangan seorang sahabat terbaik selama hidupnya. Mereka berdua sengaja membiarkan Rio untuk sendiri. Membiarkan laki-laki itu mengungkapkan perasaanya yang terluka untuk terakhir kalinya.

“Kenapa, Fy? Kenapa kamu tega ninggalin aku seperti ini?” Rio meremas tanah merah di hadapannya yang basah karena rintik hujan yang sejak pagi mengiringi pemakaman ify. Bahkan laki-laki itu tidak menghiraukan tubuhnya yang basah kuyup. Baju hitamnya sudah basah oleh air hujan.

“Kenapa...” rintih Rio lirih. Air matanya kembali mengalir, menyatu dengan tetesan air hujan. Tiba-tiba saja Rio merasakan seseorang menyentuh bahunya. Laki-laki itu menoleh, tubuhnya menegang saat melihat siapa yang menyentuhnya. Ify tersenyum manis di samping Rio. Perempuan itu terlihat sangat cantik dengan gaun putihnya. Wajahnya tidak pucat seperti yang terakhir Rio lihat. Wajah itu malah terlihat begitu cantik dengan binar-binar kebahagiaan. Seolah tidak ada lagi beban dan rasa sakit serta kesedihan di dalam mata cantik itu. Namun anehnya tubuh ify tidak basah sama sekali, ada cahaya putih yang melindungi tubuh perempuan itu.

“I...Fy!” Rio langsung memeluk tubuh perempuan itu. Mendekapnya dengan erat. Menumpahkan kerinduan yang selama ini dia pendam.

“Jangan menangis...” ucap Ify lembut, mengusap punggung Rio dengan lembut.

“Jangan tinggalin aku, Fy! Aku mohon!” ucap Rio terisak masih memeluk Ify dengan lembut. Perempuan itu terdiam, namun tangannya masih terus mengelus punggung Rio dengan sayang.

“Kembali sama aku, jangan hukum aku seperti ini , Fy. Sudah cukup kamu menjauh dariku selama lima tahun...” Tubuh Rio bergetar hebat. Kembali isak tangisnya keluar, bercampur dengan hujan yang kian menderas. Sesekali suara petir yang menggelegar terdengar. Namun tak dipedulikannya.

“Maaf, Yo. Tapi aku nggak bisa, aku nggak bisa bareng kamu lagi,” sahut Ify lirih.

“Nggak, pasti kamu bisa, Fy. Kita bisa bareng lagi kayak dulu, please...” mohon Rio pilu.

Ify menggeleng pelan, perlahan dia melepaskan pelukannya, menatap mata kekasihnya yang penuh kesedihan.”Maafin aku...” Ucap Ify lirih, tangan terjulur menyentuh pipi Rio yang mulai terasa dingin. Tubuh laki-laki itu mulai mengigil kedinginan. Namun tak dipedulikannya sama sekali.

Rio menggengam tangan Ify yang menyentuh wajahnya, menatap wajah perempuan itu lekat.”Fy, kembali sama aku. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu,” mohon Rio lagi.

Ify menggeleng lemah,”Kita sudah beda dunia, Yo. Kita sudah nggak mungkin bersama lagi.”

“Kenapa, Fy? Kenapa kamu lakukan ini sama aku? Kenapa?” tanya Rio pilu. Rasa sesak itu datang kembali karena kenyataan yang menyentakkan dirinya ke alam nyata. Ify yang ada di depannya bukanlah Ify yang dulu, bukan Ify miliknya yang dulu.

“Semua sudah takdir, Yo. Aku nggak bisa melawan takdir. Begitu juga dengan kamu.”

Tiba-tiba Ify melepaskan genggaman Rio, membuat laki-laki itu terkesiap,”Fy, kamu mau kemana?” Rio langsung bangkit mendekati Ify yang perlahan menjauh darinya.

“Maaf, Yo. Aku harus pergi, titip anak kita yah, jaga Rafli dengan baik, yah“ Ucap Ify tersenyum lembut, langkahnya semakin menjauhi Rio.

“Fy! Tunggu , Fy?! Kamu mau kemana?” teriak Rio histeris.

“Aku harus pergi, selamat tinggal Rio. I love you,” tubuh Ify semakin menjauh darinya. Dan pelan-pelan bayangan itu menghilang dari hadapan Rio.

“Fy, tunggu, Fy! Jangan pergi, Fy! Aku mohon! IFYYYYYYY!!!!!”