Jumat, 18 April 2014

Benci Jadi Cinta - Part 12 (YOSHILL)



HAPPY READING ALL !!!

 BENCI JADI CINTA
PART 12

As the time goes by, I miss you so much.

I want to make you feel, that I love you until the day I die.

And I promise, that I won’t make you cry.

Because, I will make you smile forever and ever.

***********
             
Seorang gadis sedang berada di sebuah halte sekarang. Kepalanya sibuk menatap hujan yang turun membasahi bumi dengan hebatnya. Disertai dengan angin kencang yang membuat siapa saja menggigil hanya dalam waktu beberapa saat.

            Shilla – gadis yang berada di halte sekarang – menggosok gosokkan kedua tangannya. Berusaha untuk menghangatkan tubuhnya saat ini. Entah mengapa cuaca sedang tidak bersahabat dengannya.

            Hari ini hari minggu, dan seperti sekolah pada umumnya, sekolah gadis ini juga libur. Jadi, shilla bisa bersantai sedikit dengan membebaskan otaknya dari pelajaran pelajaran yang membuat otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya.

“Nih hujan kapan selesainya yah. Gak mungkin gue terjebak di tempat ini terus. Mana handphone ketinggalan lagi.” Gerutu Shilla seraya duduk di sebuah bangku yang sudah tersedia disana.

            Shilla merutuki dirinya saat keluar dari rumah tadi. Sang mama sudah memperingatkan untuk membawa sebuah payung, tapi Shilla tetap saja tidak mau membawanya dikarenakan payungnya akan membuatnya repot. Dan sekarang Shilla menjadi tahu, jika perkataan orang tua itu tidak ada yang salah.

            Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depan halte. Shilla langsung membelalakan matanya begitu melihatnya. Dilihatnya ke kiri dan kanan. Gawat !! tidak ada siapapun disini. Apa orang yang berada di dalam mobil itu berniat untuk menculiknya ?? Atau berniat mengganggu Shilla ?? atau jangan jangan …

            Shilla menggelangkan kepalanya berusaha untuk membuang semua pikiran negatifnya. Sebelum pemikiran negatifnya terjadi, gadis ini harus lebih dulu melakukan sesuatu. Dan dengan secepat kilat, Shilla berlari menembus hujan yang masih turun dengan derasnya.

            Sedangkan seorang pemuda di dalam mobil hanya membelalakan matanya, melihat seorang gadis yang berlari menembus hujan dengan pakian yang tidak bisa melindungi tubuh gadis itu dari hawa dingin yang menyerang kulit gadis itu yang terbuka. Dengan gerakan cepat, pemuda ini langsung turun dan berlari mengejar gadis itu.

“SHILLA.” Teriaknya sangat keras. Tapi sayangnya suara hujan tidak bisa tertandingi oleh suaranya. Dan benar saja, gadis itu terus berlari menghindarinya.

“Shilla berhenti. Ini Gue.” Lanjutnya dengan mempercepat langkah untuk berlari.

HAP.

            Dengan gerakan cepat, pemuda itu langsung memeluk Shilla dengan eratnya supaya gadis itu berhenti berlari. Dengan paksa. Pemuda itu membawa Shilla menuju ke tempat yang bisa melindungi tubuh mereka berdua yang sudah basah kuyup.

“Hey. Ini gue Debo.” Ucap pemuda itu yang ternyata Debo. Shilla yang sedari tadi memberontak akhirnya diam begitu mendengar seseorang yang ia kenali.

            Shilla menatap pemuda itu dengan tatapan sebal kemudian memukul tubuh pemuda itu dengan membabi buta. Debo sampai susah untuk menghentikan aksi gadis itu yang bisa saja membuat tubuhnya membiru akibat kekerasan yang dibuat Shilla.

“Ini semua gara gara loe. Gue jadi basah kan.” Ucap Shilla kesal.

“Kok gara – gara gue ?? Jelas lah ini semua salah loe, gara gara loe, baju gue jadi basah banget kaya gini.” Protes Debo seraya mengibas ngibaskan rambutnya yang basah. Shilla juga berusaha mengeringkan bajunya.

“Sorry deh kak. Kita berdua sama sama salah.”

“lagian ngapain loe lari sih. Kaya ngelihat hantu aja.”

“Bukan hantu, tapi penculik. Gue kirain loe penculik bayaran. Terus ntar korbannya di jual ke luar negeri. Ish ngeri.” Gidik Shilla membuat pemuda itu gemas. Dengan pelan, diacak acaknya rambut Shilla yang basah.

“Masih dingin Shill ??” Tanya Debo sambil terkekeh pelan.

“Iyalah. Loe fikir ini angin apa ?? Gak ada yang bisa melawat angin hujan tahu. Dinginnya hujan itu bisa bikin orang masuk rumah sakit.”

“Lebay.”

            Shilla hanya tersenyum tipis. Kemudian sibuk dengan kegiatannya sendiri. Begitupun juga dengan pemuda itu. Shilla menatap Debo dengan perasaan yang tidak bisa diartikan.

“Apa gue harus bilang sekarang yah.” Gumam Shilla. Beberapa detik kemudian, gadis itu terlihat mengangguk anggukan kepalanya.

“Kak.” Panggil Shilla lembut.

“Kenapa Shill ??” Tanya Debo seraya tersenyum manis.

“Em gini kak. Gue mau akhirin sandiwara kita. Makasih banget karena kak Debo udah mau ngebantuin Shilla. Makasih kak Debo udah berusaha ngeluangin waktunya buat ngebantuin Shilla, bikin kak Rio cemburu.”

            Debo menatap gadis itu dengan seksama. Ada gak relanya saat Shilla bilang begitu. Karena nyatanya pemuda ini sudah menyimpan rasa suka bahkan cinta kepada Shilla. Tapi sekarang, gadis itu malah memutuskan untuk berhenti mengakhirinya.

“Shill, loe harus tahu. Dari dulu, saat kita masih duduk di bangku SMP. Gue udah lebih dulu suka sama loe. Udah lebih dulu cinta sama loe. Tapi gue gak pernah punya keberanian buat bilang ke loe.”

            Shilla tidak membalasnya. Dia hanya diam seraya menundukkan kepalanya. Dia tahu akan hal ini. Tapi Shilla tidak pernah mau mengingatnya.

“Dan sekarang gue berani Shill. Karena sampai saat ini pun gue masih sangat cinta sama loe. Apa gue salah. Kalau gue ingin milikin loe saat ini.” Lanjutnya dengan nada yang pelan. Membuat Shilla merasa bersalah.

“Tapi kak. Kakak kan tahu kalau Shilla suka sama kak Rio.”

“Gue dari dulu cinta sama loe Shill. Sedangkan Rio ?? Dia hanya anak kemarin sore yang baru ketemu loe. Apa loe gak bisa ngasih gue kesempatan ???”

“Maaf kak. Tapi gue gak pernah bisa buat mencintai kakak.” Jawab Shilla pelan.

“Please Shill. Beri gue kesempatan buat mengajari loe bagaimana cara mencintai gue. Gue yakin, loe pasti bisa mencintai gue.”

            Shilla menggeleng gelengkan kepalanya. Air matanya tanpa disuruh pun sudah turun dengan membentuk anak sungai di kedua pipinya. Dia tidak mengerti mengapa semuanya menjadi seperti ini. Disaat dia mulai bisa bersatu dengan Rio. Mengapa ada saja masalah yang membuatnya menjadi rumit seperti ini ??
“Maaf kak. Shilla permisi.” Ucap Shilla seraya berlari menembus hujan untuk mencari kendaraan yang bisa mengantarkannya ke rumahnya.

            Debo hanya diam seraya menatap gadis itu yang berlari menjauhinya. Pemuda ini sangat tidak terima dengan aksi penolakan gadis itu walaupun dengan tidak terang terangan, tapi pemuda ini cukup tahu dengan sikap Shilla yang langsung pergi untuk menghindarinya.

“Suatu saat nanti, gue akan bisa membuat loe mencintai gue Shilla.”

**********
            
 Rio sedang latihan basket di sekolahnya sekarang. Entah mengapa tim’nya mendapat amanat dari sekolah untuk mengikuti pertandingan melawan sekolah lain. Dan karena itulah. Di hari libur seperti ini, dia harus berangkat untuk latihan.

            Karena hujan yang turun membasahi bumi, maka latihannya pun diadakan di lapangan indoor. Tapi hati pemuda itu benar – benar tidak tenang. Sedari tadi, gadis itu tidak mengirimkan pesan singkat padanya. Rio sudah berusaha untuk menghubungi gadis itu tapi hanya diabaikan oleh Shilla.

“Bro, Safa tuh ngelihatin loe mulu dari tadi. Dengan mata berbinar binar penuh cinta.” Ucap Cakka dengan terkekeh pelan.

“Lebay loe.” Sahut Rio. Kemudian menatap Safa. Dan benar saja. Gadis itu sedang tersenyum begitu manis seraya menatapnya dengan mata yang berbinar.

“Loe parah banget bro. Masa loe mengabaikan cewe secantik Safa. Dia bela belain dateng kesini bersama dengan genk’nya yang super duper seksi itu. Buat ngelihatin loe main basket bro. Kayaknya tuh cewe udah kecanduan loe deh.”

“Hati gue Cuma buat Shilla.” Jawab Rio cuek. Kemudian mendribble bolanya dan kembali sibuk dengan benda orange itu. Mengabaikan Cakka yang sekarang sedang sibuk tebar pesona.

            Sedangkan di pinggir lapangan, tepatnya di bangku penonton. Safa masih asyik melihat Rio yang sedang sibuk dengan benda orange’nya. Entah mengapa, pemuda itu jauh lebih ganteng dari yang dulu. Dan entah mengapa, Rio sangat menarik di matanya. Membuat Safa sangat terobsesi untuk memiliki pemuda itu.

“Loe yakin bisa mendapatkan Rio ?? Rio kan cinta banget sama Shilla.” Ucap salah satu teman satu genk’nya – Angel.”

“Gue punya cara sendiri buat bikin tuh cewe menyingkir dari Rio. Loe lihat aja nanti. Rio bakalan jadi milik gue.” Ucap Safa penuh tekad. Sedangkan teman temannya yang lain hanya menggeleng gelengkan kepalanya prihatin.

“Loe terlalu terobsesi sama keinginan loe itu Fa. Loe harus inget, loe Cuma kagum sama Rio.” Ucap Zahra.
“Kagum ?? Gue cinta sama dia. Udah deh. Mendingan loe semua diem aja. Loe bertiga hanya harus mengikuti jalan cerita gue aja.” Ucap Safa karena kesal.

            Ketiga sahabatnya yang lain langsung diam karena tidak ingin membuat leader mereka menjadi semakin marah. Safa kembali sibuk menatap Rio dengan penuh minat. Gadis ini sudah menyusun cara cara di otaknya untuk membuat Rio menjadi miliknya seorang.

“Loe akan jadi milik gue Rio.”

************
             
Sepulangnya dari latihan basket, Rio sempatkan untuk berkunjung ke rumah Shilla. Karena sampai sekarang pun gadis itu masih belum menghubunginnya. Bahkan pesan singkat yang ia kirimkan kepada gadis itu pun belum dibalasnya sampai sekarang. Dia hanya ingin memastikan gadis itu baik baik saja.

            Rio tersenyum begitu manis begitu melihat maid di rumah Shilla. Seorang wanita paruh baya yang juga menjadi orang tua kedua bagi gadis itu. Tentunya saat kedua orang tuanya tidak di rumah. Wanita itulah yang selalu menjadi teman curhat gadis itu. Rio cukup tahu tentang informasi itu.

“Mau ketemu non Shilla ya den.” Tebak bibi dan hanya dijawab anggukan oleh pemuda itu. Tentunya dengan senyuman ramahnya.

“Duduk dulu den. Biar bibi panggilin non Shilla dulu.” Lanjutnya.

“Iya. Makasih Bi.” Jawab Rio ramah. Kemudian pemuda itu berjalan ke ruang tamu dan duduk di salah satu sofa disana.

            Beberapa saat kemudian, Shilla turun dengan menggunakan pakaian serba panjang. Dan juga syal merah yang tergantung di lehernya. Dengan kedua tangan yang memegang sapu tangan yang diarahkan ke hidungnya. Sepertinya gadis itu sedang dalam keadaan tidak baik baik saja.

            Rio mengernyit heran. Melihat tampilan gadis itu dan juga suara bersin Shilla yang terjadi berturut turut. Shilla langsung duduk di sebelah pemuda itu. Rio masih diam seraya mengamati gadis itu.
“Ngapain sih. Ngelihatinnya begitu banget. Hatciii.” Ucap Shilla dan kembali bersin.

            Tangan rio terangkat dan mengacak acak rambut gadis itu. Pemuda itu juga menyempatkan untuk mencium kening Shilla yang terasa panas.

“Kenapa sih loe. Bersin bersin terus dari tadi. Badan loe juga anget.” Ucap Rio seraya menyentuh tangan Shilla dan kening gadis itu.

“Tadi Shilla kehujanan kak. Terus pulang pulang begini deh.” Jawab Shilla lemah. Tubuhnya ia senderkan ke dada bidang pemuda itu. Rio dengan senang hati membiarkan dan malah membalasnya dengan memeluk gadis itu.

“Kenapa hujan hujanan ?? Emangnya tadi mau kemana ??”

“Tadi mau ke supermarket. Awalnya sih mama udah nyuruh Shilla buat bawa payung sebelum mama pergi tadi. Tapi gue gak mau.”

“Makanya. Orang tua ngomong itu didengerin.” Omel Rio.

“Oya kak. Gue baru inget. Loe habis darimana ?? Kok bawa tas segala ??” Tanya Shilla yang baru menyadari tentang tujuan pemuda itu kerumahnya.

“Darimana aja loe dari tadi. Kenapa baru tanya.” Sindir Rio. Shilla masih sempat sempatnya menunjukkan deretan gigi putihnya.

“Gue hari ini ada latihan basket di sekolah.”

            Shilla langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengarkan penjelesan pemuda itu. Kenapa hal penting kaya gini dia sampai tidak tahu ??

“Kok gak ngasih tahu Shilla.” Protesnya.

“Gak ngasih tahu apaan. Orang gue udah menghubungi loe berkali kali. Bahkan banyak banget tuh pesan dari gue. Makanya, handphone loe jangan di cuekkin terus.”

“Masa ??” Tanya Shilla dengan raut wajah innocent. Membuat Rio gemas.

“Udah lupain. Gue kesini sebenernya mau memastikan keadaan loe. Ternyata gak baik baik aja. Sampai sakit kaya gini.”

“Gue baik baik aja kok kak. Paling besok juga sembuh.” Ucap Shilla. Kedua tangannya yang memegang sapu tangan sedari tadi sibuk bertengger di hidungnya.

“Gue mengharapkan juga begitu.” Sahut Rio seraya melihat kearah jam tangannya. “Udah siang ternyata. Gue pulang dulu yah Shill.” Pamitnya.

            Shilla langsung menunjukkan wajah tidak setujunya. Dia diam saja seraya menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa. Tidak perduli dengan ucapan pemuda itu yang bisa diartikan kalimat perpisahan untuk hari ini.

“Hey. Gue lagi pamit sama loe. Malah dicuekkin.” Ucap Rio.

“Siapa suruh pamit. Gak perhatian banget sih loe jadi cowok. Gue kan lagi sakit. Harusnya loe kan nemenin gue disini.”

“Tapi gue ada acara di rumah Shill.”

“Pokoknya gue gak ngijinin loe pergi dari rumah gue. Titik tanpa koma.” Tegas Shilla. Rio hanya menggelengkan kepalanya.

            Pada saat pemuda itu ingin menjawab ucapan gadis itu. Bel rumahnya keburu ada yang menekan. Jadilah Rio membatalkan ucapannya. Dan dengan penuh pengertian, pemuda itu akhirnya yang membukakan pintu. Karena tidak mungkin Shilla yang membukakan pintu dengan keadaan sakit begitu.

            Rio menatap sinis orang yang menekan bel rumah Shilla. Dia menatap tajam ‘tamu’ yang sudah membuat suasana hatinya memburuk. Debo. Pemuda itulah yang sekarang sedang berada di depan pintu rumah Shilla.

“Ngapain loe kesini.” Ucap Rio dengan nada yang tidak bisa dimengerti oleh Debo.

“Gue mau ketemu Shilla tentunya. Boleh gue masuk ?? Ah, ini rumah Shilla. Jadi, gue gak perlu buat minta ijin sama loe. Minggir.” Jawab Debo dan dengan santainya dia masuk setelah sebelumnya menyingkirkan Rio.

            Rio hanya melengos. Dia benar – benar sangat tidak suka dengan kehadiran pemuda itu sekarang. Apa Debo sering datang ke rumah ini tanpa sepengetahuannya ?? Rio dengan cepat langsung masuk ke dalam.

            Dan benar saja. Pemuda itu dengan lancangnya menyentuh kening Shilla. Dengan penuh kecemburuan, Rio duduk di depan mereka berdua. Menatapnya dengan tatapan tajamnya. Karena Debo sekarang sedang duduk di sofa yang sebelumnya ia duduki. Rio menghela nafas kasar.

“Loe kesini mau ngapain.”

            Dua orang yang duduk di seberang baru menyadari jika Rio sudah kembali. Mereka dengan serentak menatap kearah pemuda itu. Rio mengalihkan pandangannya dari tatapan mereka berdua.

            Shilla yang menyadari akan kecemburuan pemuda itu hanya tersenyum simpul. Merasa senang juga melihat reaksi pemuda itu. Amat sangat terlihat jelas bahwa pemuda itu sedang cemburu sekarang. Shilla punya ide untuk membuat pemuda itu cemburu lebih dalam.

“Makasih ya kak buat ini.” Ucap Shilla seraya mengangkat dompetnya. Rio yang mendengarkannya hanya membelalakan matanya.

“Sial, ucapan gue dicuekkin.” Batin Rio dengan kesal.

“Sama – sama Shilla. Loe udah baikkan ?? Maaf yah, tadi gue udah bikin loe hujan hujanan sampai sakit kaya gini.”

“Gak apa – apa kak, udah lumayan kok. Lagian tadi Shilla juga yang salah.”

“Tetep aja gue merasa bersalah.”

            Dan fix sekarang. Rio hanya menjadi orang yang tidak berarti disana. Hanya menjadi pendengar untuk 2 orang di hadapannya itu yang masih asyik melanjutkan obrolannya. Pemuda itu membuka ponselnya. Ada satu pesan singkat dari mama’nya yang menyuruhnya pulang sekarang.

            Rio kembali menatap kearah Shilla yang entah mengapa benar benar tidak perduli dengannya sekarang. Dan pemuda itu beralih ke orang yang membuatnya menjadi seperti ini – Debo. Rio menatap pemuda itu dengan tidak santai. Seperti ingin melemparkan sebuah bom kearah Debo.

“Shill.” Panggil Rio. Dan seperti sebelumnya, Shilla sama sekali tidak menyahuti ucapannya. Gadis itu masih asik mengobrol. Rio mendengus kesal.

            Lagi lagi pemuda itu menghembuskan nafas secara kasar. Kemudian memutuskan untuk membalas pesan mama’nya bahwa dia tidak bisa pulang sekarang. Rio tidak mungkin membiarkan Shilla berduaan dengan pemuda itu.

            Karena kedua insan di hadapannya masih sibuk sendiri. Rio memutuskan untuk berdiri dan berjalan kearah kedua orang itu. Dan tanpa di sangka, pemuda itu langsung duduk di tengah tengah setelah sebelumnya memberi peringatan kepada Debo untuk menyingkir. Dan pemuda itu menurutinya dengan hati yang kesal.

“Loe bisa sopan gak sih. Enak banget loe ngusir gue.” Protes Debo.

Rio menatap pemuda itu dengan tajam. “Ini tempat gue sebelum loe dateng. Jadi sudah sewajarnya loe menyingkir dari sini.”

            Shilla yang menyadari pemuda itu sedang sangat marah sekarang, hanya bisa terkekeh kecil. Puas banget rasanya membuat pemuda itu merasakan perasaan cemburu. Shilla juga ingin pemuda itu merasakan.

“Yang cepat dia duluan. Gue dulu yang nyampe sini. Tadi aja loe biasa aja. Kenapa sekarang loe marah. Aneh loe.” Ucap Debo masih tidak terima.

“Suara loe itu merusak pendengaran gue. Ngerti. Jadi, sebaiknya loe diem.”

            Shilla tidak bisa menahan tawanya. Dia langsung tertawa walaupun dengan suara yang nyaris tidak terdengar karena sakit flu’nya yang sedang menyerang tubuhnya. Rio mengangkat alisnya tinggi seraya menatap gadis di sampingnya yang sedang tertawa. Apa yang lucu ??

“Heh, ngapain loe ketawa ??”

Shilla menahan tawanya seraya menjawab. “Gak apa – apa. Emangnya kalau Shilla ketawa gak boleh ??”

“Muka loe lucu kaya badut berbadan gendut.” Sahut Debo kesal seraya pindah di sisi Shilla yang lain. Tepatnya di sebelah kanan gadis itu. Sedangkan Rio di sebelah kiri.

            Shilla yang mendengarnya kembali tertawa. Ucapan Debo benar – benar membuat perut gadis cantik ini sakit. Tidak bisa ditolerin lagi ekspresi Rio. Sudah benar – benar ingin memakan Debo hidup – hidup.

“Loe cari mati sama gue.” Desis Rio tajam. Tapi Debo sama sekali tidak merasa takut mendengar nada suara pemuda itu. 

“Gak usah dicari bro. Kematian itu takdir Tuhan. Gak usah di cari juga dateng sendiri. Loe aja yang bego.”

            Rio langsung bangkit karena tidak terima dengan nada suara pemuda itu. Shilla yang mengerti langsung menarik tangan Rio untuk kembali duduk. Sudah cukup sampai disini dia membuat pemuda ini marah. Gadis cantik itu akan mengakhirinya.

“Udah kak. Jangan berantem disini. Ntar kalau ada tetangga yang denger kan gak enak.” Ucap Shilla menengahi.

“Yaudah Shill. Kakak cabut dulu yah. Ada acara siang ini. Gak apa – apakan ??” Tanya Debo. Rio justru tertawa sinis.

“Jelas gak apa – apa. Itu malah bagus. Loe pergi itu sebuah kebahagiaan buat gue.”

“Kak Rio. Udah kenapa sih. Kaya anak kecil tahu nggak.” Omel Shilla. Kemudian gadis ini menatap kearah Debo. “Iya gak apa – apa kak. Makasih karena udah ngembaliin dompetnya yah.”

“Sama – sama cantik. Yaudah, kakak pergi. Cepet sembuh yah.” Ucap Debo lembut kemudian melangkah ke luar rumah setelah sebelumnya menatap sinis kearah Rio yang di balas dengan tatapan sinis pula oleh pemuda itu.

“Cemburu ??” Goda Shilla saat mobil Debo sudah berjalan menjauh.

            Rio menatap kearah Shilla sebentar kemudian kembali menatap kearah depan. Tubuhnya ia senderkan ke senderan sofa setelah sebelumnya menghembuskan nafas secara kasar. Kemudian menutup matanya.

“Kak Rio.” Panggil Shilla lagi karena pemuda itu mengacuhkannya.

“Gue pulang yah Shill.” Ucapnya tiba – tiba membuat Shilla tersentak.

            Pulang ?? Setelah sebelumnya berkata seperti mengusir Debo. Dan sekarang pemuda itu malah ingin pulang juga ?? Kalau tahu begini, Shilla pasti akan menahan Debo untuk menemaninya di sini. Dan membiarkan pemuda itu pulang sedari tadi.

“Terserah.” Ucap Shilla seraya berjalan masuk ke dalam rumah.

            Rio mengernyit. Kenapa sekarang gadis itu yang marah ?? Harusnya kan dia, sebagai orang yang dirugikan disini. Dengan cepat, Rio mengejar Shilla yang sudah sampai di pertengahan anak tangga.

“Heh, kenapa loe yang marah sih.” Ucap Rio setelah berhasil menangkap lengan gadis itu. Mereka sekarang sedang berdiri di beberapa anak tangga dari lantai atas.

Shilla menatap pemuda itu dengan mata berkaca - kaca. “Jelas lah gue marah. Kalau tahu gini, mendingan tadi gue gak ngijinin kak Debo buat pergi dan membiarkan loe yang pergi. Gue sendirian kak.”

            Rio menatap kearah gadis cantik itu yang sekarang sedang menundukkan wajahnya dengan air mata yang mengalir di kedua mata indahnya. Dengan pelan, Rio menarik gadis itu ke pelukannya. Memeluknya dengan sangat erat. Pemuda ini paling tidak suka melihat orang yang ia sayang menangis seperti ini.

“Maaf. Gue gak pernah ngerti apa yang loe mau.” Ucap Rio pelan. “Gue akan disini buat loe.” Lanjutnya.

            Shilla yang masih menangis hanya diam seraya menyenderkan kepalanya pada dada bidang pemuda itu. Membiarkan saja Rio memeluknya seperti ini. Toh, dia juga sangat menyukai pelukan pemuda itu yang selalu membuatnya merasa nyaman.

“Gue janji Shill. Ini terakhir kalinya gue membuat loe menangis.”

            Shilla mengangguk dalam tangisannya yang belum mereda. Rio bisa merasakan itu, karena sekarang bajunya juga basah karena air mata gadis itu. Menurut Rio, jika seorang laki – laki hanya bisa membuat seorang perempuan menangis seperti ini, dia adalah seorang pengecut. Dan Rio tidak ingin disebut pengecut.

            Karena pada dasarnya, pemuda itu mencintai Shilla. Tapi bukan sekarang saat yang tepat untuk dia meminta gadis itu menjadi kekasihnya. Ada saat tersendiri nanti. Rio sudah memikirkan semuanya. Dan cepat atau lambat, Shilla pasti akan menjadi miliknya. Tidak akan ia biarkan pemuda manapun untuk mendekati gadis cantik ini. Hanya Rio. Karena dia juga yakin, Shilla juga mencintainya.

*************

Gimana guys ??  Maaf banget kalau gak memuaskan ..
terima kasih buat kalian yang masih mau nungguin cerbung gue ini ..
mohon komentarnya :))