Minggu, 12 Oktober 2014

Benci Jadi Cinta - Part 14 ( YOSHILL )

Happy reading guys :))



PART 14


            Shilla sekarang sedang berdiri di depan rumah minimalis milik Rio yang sangat mewah dan megah. Sudah sejak tadi, dia menunggu si pemilik rumah tapi tidak ada satupun yang membukanya. Gadis ini mendengus kasar. Dia paling tidak suka menunggu. Dan itu juga merupakan satu – satunya sesuatu yang ia benci.

            Gadis itu perlahan mengambil handphone’nya dan berusaha untuk menghubungi pemilik rumah. Pikiran pertama langsung tertuju pada tuan muda Haling. Dan dia mendengus kasar seraya menatap handphone’nya marah.

“Ck, kemana sih nih orang. Nyebelin banget. Awas aja loe kalau ketemu. Gue ceburin ke laut sekalian.” Gumam Shilla kesal. Dia terus mengumpat umpat Rio seraya kembali menelepon seseorang.

“Hallo.”

            Gadis ini tersenyum begitu suara di seberang sana terdengar. Seenggaknya semua orang gak bikin dia BT di pagi hari yang sangat cerah ini kan ??

“Ray. Thanks banget loe udah ngangkat telepon gue.”

“Ini kak Shilla ??”

“Iya ini gue. Sekarang gue lagi di depan rumah loe Ray. Pada kemana sih. Kok sepi banget nih rumah. Sama sekali gak ada yang bukain pintu.” Cerocos Shilla karena sebal sedari tadi hanya berdiri di depan pintu.

“Santai kak ngomongnya. Gue lagi sama orang tua gue di rumah nenek sama kakek gue. Mumpung libur jadi gue liburan deh disini.”

“Kakak loe ??” Tanya Shilla heran.

“Oh kak Rio. Dia lagi disibukkin sama acara puncaknya OSIS katanya. Dan yang gue tahu, selama gue sama orang tua gue disini, kak Rio nginep di rumah kak Alvin.”

“Pembantu loe ?? Sopir ?? Penjaga rumah ??” Tanya Shilla beruntun.

“Mereka di liburin. Yah, masa gue liburan mereka gak liburan kak. Mereka kan juga punya keluarga yang mesti di urusin.”

“Ck, sok dramatis banget sih loe.” Ucap Shilla kesal.

“Bukannya loe yang sok dramatis kak. Loe nyari kak Rio sampe nunggu di depan rumah bermenit menit dan telepon gue sama yang lainnya kayak gak punya kerjaan.”

“Ck, sok tahu. Ya udah, gue tutup teleponya. Thanks buat infonya.”

“Sama sama kakak ipar. Haha. Bye.”

“RAY.” Teriak Shilla gemas. Tapi sayangnya telepon udah di tutup. Jadi Shilla hanya bisa mengumpat handphone’nya.

            Shilla kembali melirik ke kanan dan kiri, siapa tahu aja tuan muda Haling itu yang sudah membuatnya menunggu berada disana. Tapi ternyata nihil. Shilla berbalik dan memutuskan untuk menyusul ke rumah Alvin.

            Entah mengapa, semenjak kejadian lamaran Rio yang entah serius atau tidak, dia tidak pernah bertemu dengannya lagi. Dan pemuda itu juga tidak pernah menghubunginya lagi. Membuat Shilla bingung. Pasalnya, teleponya juga sama sekali tidak ada yang tidak di acuhkan oleh pemuda itu. Semuanya diacuhkan.

            Shilla tahu, kemarin dia salah karena sudah membuat pemuda itu berpikiran yang tidak – tidak tentangnya. Dan bisa saja pemuda itu berpikir bahwa dirinya menolak lamaran pemuda itu karena pertanyaannya yang memusingkan.

            Sudah dua hari Shilla merasa bersalah dan juga rindu. Bukan dia menolak. Dia juga mencintai pemuda itu dari dasar hatinya yang paling dalam. Tapi Shilla hanya butuh waktu untuk menjawab pertanyaan pemuda itu. Tapi sepertinya pemuda itu salah menerima sikapnya. Membuat Shilla amat sangat merasa bersalah.

            Dan hari ini, dia memutuskan untuk bertemu dengan Rio. Dan dia harus bertemu dengan pemuda itu untuk menjelaskan semuanya. Supaya tidak ada kesalahpahaman diantara mereka kembali. Shilla tidak bisa jauh dari pemuda itu. Karena dia menyayangi Rio, bahkan mencintai pemuda tampan itu.

************

            Rio duduk diam di sebuah bangku yang ada di lapangan outdoor sekolahnya dengan tatapan kosong yang mengarah ke depan. Lengan kaos birunya yang terlipat membuat pemuda ini tampak semakin keren. Wajahnya penuh keringat dan tangannya sibuk meremas remas kaleng minumanya dengan emosi.

            Ingatanya kembali ke kejadian beberapa hari yang lalu. Dia benar – benar tidak menyangka, aksi lamarannya – yang sudah susah payah dia tunjukkan ke gadis itu – hanya di anggap lelucon oleh Shilla. Bahkan setelah gadis itu menolaknya, dia masih bisa berpelukan dengan pemuda lain yang sudah jelas menyukainya.

            Rio menghembuskan nafasnya kasar kemudian melempar kaleng minumanya ke tempat sampah yang tidak jauh darinya dengan gamang. Kemudian merebahkan tubuhnya di bangku itu. kedua tangannya menyangga kepalanya, dan lagi lagi tatapannya hanya menatap lurus tanpa ekspresi.
“Emang yah, kalo orang lagi patah hati tuh bisa bikin akal gila.”

            Rio tidak perduli dengan perkataan sahabatnya – Cakka. Dia hanya ingin menenangkan diri untuk mengusir keresahan hatinya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mengerti perasaannya sekarang.

“Yo, loe jangan kaya gini terus dong, loe pikir kalo loe diem kaya gini, Shilla bakalan ada di depan loe apa.”

“Gue lagi gak mikirin dia.” Sangkalnya penuh emosi.

“Gak mikirin ?? Bocah TK aja tau loe lagi mikirin cewe itu. Di jidat loe ada nama Shilla tertulis gede tuh.” Ucap Cakka seraya duduk di sebelah kiri Rio yang masih tiduran tanpa pergerakan apapun.

“Loe gak tau perasaan gue.”

“Dari awal gue tau bro, loe terlalu memaksakan kehendak loe mungkin. Kalo Shilla jodoh loe, dia akan kembali. Kalo bukan yaudah, Shilla bukan takdir loe.”

            Rio bangun dari tidurannya kemudian menatap Cakka tajam. Dia sedang tidak ingin ribut dengan sahabatnya karena masalah yang sama setiap harinya, tapi sepertinya siapapun sedang minat sekali menganggunya disaat dia ingin sendiri.

“Itu semua bukan urusan loe.” Ucap Rio. Dan tanpa berperasaan, dia langsung pergi tanpa pamit kepada sahabatnya itu.

            Cakka hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya. Dia tersenyum menyadari bahwa takdirnya sudah menjadi miliknya. Tidak seperti Rio yang suka berputar seperti dipermainkan.

            Tapi setelah ini dia harus melakukan sesuatu untuk menolong sahabatnya. Dia tidak mungkin membiarkan Rio terus menerus seperti ini hanya karena seorang gadis. Padahal dulu, sahabatnya itu tidak suka membahas masalah ini.

            Cakka menatap ponselnya yang mengalunkan lagu favoritnya – favorite girl milik justin bieber dengan mengangkat alisnya tinggi. Nama Alvin muncul di layar membuatnya bingung.

“Halo bro.”

“ ....”

“Barusan dia pergi. Tapi gue gak tau kemana. Bro, loe suruh Shilla tunggu di situ bentar. Habis ini gue ke rumah loe, ada yang mau gue omongin sama tuh cewe.”

“....”

“Ok, gue cabut sekarang.” Cakka memutuskan panggilanya begitu saja tanpa memberikan Alvin kesempatan untuk membalas ucapannya.

“Mungkin ini bukan sesuatu yang berlebihan untuk bisa membantu loe bro, tapi gue Cuma pengin loe bangkit dari keterpurukan loe. Bukan Rio namanya kalo selalu kaya gini Cuma gara – gara seorang Shilla.”

**********

            Shilla duduk diam seraya memperhatikan Alvin yang sedang asyik dengan gadgetnya seraya tertawa tawa. Gadis itu beberapa kali mendengus kesal karena merasa di anak tirikan.

“Sampai kapan loe senyum senyum begitu. Gue kesini buat ketemu kak Rio, bukan buat liat loe yang seperti orang gila kak Alvin.” Sungut Shilla.

“Makanya, kalau hati udah memilih, jangan melirik hati yang lain. Jadi nyesel sendiri kan sekarang.” Sindir Alvin tanpa menatap Shilla.

“Gue gak ngerti maksud loe.”

“Sebentar lagi temen gue dateng, jadi mendingan loe diem. Paham.”

            Shilla lagi lagi hanya mencibir tanpa suara, bagaimana bisa Sivia memilih berpacaran dengan seorang cowo seperti Alvin. Yang nyebelin abis plus gak punya ekspresi. Mendingan dia yang milih Rio. Seenggaknya cowo itu manis banget kalau lagi sama Shilla.

“Nah ini nih cewe yang udah membuat sahabat gue menggalau terus akhir akhir ini.”

            Shilla mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Diliatnya Cakka yang sedang berjalan kearahnya. Shilla mengernyitkan keningnya bingung, dia kan minta Rio yang dateng, kenapa jadi cowo narsis ini sih yang dateng.

“Mana kak Rio ??”

            Cakka tidak menjawabnya, dia malah duduk di sebelah Alvin seraya menyenderkan kepalanya di kepala sofa.

“Kak Cakka.”

“Gue dateng kesini mau ngasih pertanyaan buat loe. Jawab dengan jujur. Apa loe suka sama Rio ??”
Shilla mengangguk dengan malas. Sahabat Rio ini benar – benar selalu membuatnya emosi. Pertanyaan apa itu ?? Sudah jelas – jelas dia tahu yang sebenarnya.

“Loe cinta sama dia ??”

“Kak Cakka please. Pertanyaan macam apa itu. Jelas jelas gue suka sama kak Rio bahkan udah mencapai tahap cinta. Buat apa loe tanyain lagi.”

“Sekarang gue tanya sama loe. Misalkan Rio berduaan sama cewe, loe bakalan marah ?? Apa yang akan loe lakuin sama cewe itu ??”

“Jelas aja gue marah. Bisa aja gue membuat tuh cewe menyingkir lebih dulu sebelum dapet gertakan dari gue.”

“Terus, kalau Rio sampai marahin loe dan lebih memilih buat ngebelain cewe itu, apa yang akan loe lakuin ??”

“To the point kak Cakka.” Jawab Shilla emosi. Lama – lama dia jadi kesel sendiri.

“Loe udah membuat sahabat gue menderita berkali – kali. Loe gak pernah ngertiin perasaan dia Shill. Loe pikir, dengan loe berdekatan terus sama Debo, Rio gak masalah ?? Loe pikir Rio bakalan terima alasan loe yang selalu mengatakan kalau loe sama Debo hanya acting ?? Sandiwara ??” Ucap Cakka tanpa ekspresi.

“Gue juga ngerasain hal yang sama. Dulu gue emang membantu loe buat bisa nyadarin perasaan Rio sama loe dengan membawa nama Debo. Tapi sekarang, Rio udah tahu Shill kalau kalian bersandiwara. Tapi kenapa loe tetep deket sama Debo bahkan di depan mata kepala Rio sendiri.” Lanjut Alvin emosi.

“Kalau loe emang gak serius sama Rio, mendingan kalian gak usah hidup bareng. Mending kalian tetep menjadi aku kamu. Dan jangan pernah maksain hubungan kalian menjadi kita. Gue juga gak setuju sama hubungan kalian kalau loe terus menyakiti Rio.” Ucap Cakka santai.

“Gue gak nyangka, pikiran kalian sedangkal itu. Buat apa juga gue deket deket sama kak Debo dengan perasaan, sementara perasaan gue aja semuanya buat kak Rio. Kalian pikir perasaan gue sedangkal itu apa. Gue itu udah cinta sama dia sebelum dia menyadari perasaannya ke gue kak. Apa loe pikir, itu sebuah permainan ??”

“Sekarang kasih tahu gue, dimana kak Rio ??”

“Apa loe bisa jamin, kalau gue kasih tahu dimana Rio, loe gak bakalan ngelakuin hal yang merugikan sahabat gue itu ??” Tanya Alvin.

“Iya gue janji.”

            Alvin memandang Cakka, pemuda itu menganggukkan kepalanya membuat Alvin menganggukan kepalanya juga. Kemudian Alvin menjelaskan dimana keberadaan Rio. Shilla langsung berpamitan dan berlari keluar dari rumah Alvin. Dia harus cepat cepat bertemu dengan pemuda itu jika hubungannya dengan pemuda itu ingin baik – baik saja.

**********

            Shilla masuk ke dalam sebuah club malam dengan perasaan was – was. Dia tidak pernah masuk ke tempat beginian. Baru sekarang, dan itu semua demi laki – laki yang sangat ia cintai sedang berada di dalam sana menurut informasi yang ia dapat dari kedua sahabat pemuda itu.

            Shilla berkali – kali menolak permintaan cowo tidak bermoral di dalam sana dengan tegas. Dia bukan wanita malam, jadi Shilla merasa direndahkan disini. Dia berlari dan langsung menuju ke sebuah bar kecil yang ada di sana. Tampak di depan matanya, semua bartender sedang sibuk mengurusi semua pelangganya. Shilla dengan sabar menunggu salah satu dari mereka menyelesaikan pekerjaannya.

“Mau pesan apa nona ??”

            Shilla mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Diliatnya seorang pemuda yang ia yakini bartender disana dari pakaiannya.

“Enggak, gue disini Cuma mau nanya, loe tahu dimana Mario ??”

“Mario ?? Siapa dia ??”

“Kalau Rio, loe tahu ?? Cowo yang suka dateng kesini sama sahabatnya. Ada Cakka, Alvin juga Gabriel. Loe tahu ??”

“Ooh, loe nyariin bos toh. Dia ada di atas. Loe naik tangga aja habis itu belok kanan.”

            Shilla menganggukkan kepalanya. Setelah mengucapkan terima kasih, dia langsung berlari kearah tangga dan mengikuti perintah bartender itu untuk belok kanan setelah sampai di lantai atas.

            Shilla mengedarkan pandangannya dan matanya membelalak melihat seseorang yang ia yakini adalah pemuda yang ia cari sedang berduaan dengan dua cewe di samping kiri dan kananya.

            Shilla mengepalkan tangannya dengan emosi. Wajahnya memerah karena menahan emosi yang begitu menggebu – gebu. Jelas saja dia emosi, lihatlah. Pemuda yang ia cintai habis – habisan malah sedang berduaan dengan dua cewe yang Shilla akui sangat cantik dan juga sexy.

            Dengan perasaan marah, Shilla menghampiri mereka dan langsung menarik tangan kedua cewe itu untuk berjauhan dengan pemuda itu – Rio.

“Ini apa – apaan sih.”

“Loe berdua dengerin gue, cowo yang kalian peluk itu adalah pacar gue. Gue berhak marah karena kalian seenaknya aja peluk peluk cowo orang.” Bentak Shilla emosi.

“Rio aja gak marah, loe yang marah.”

“Sekarang kalian pergi dari sini, atau gue panggilin satpam plus gue aduin loe berdua ke bos kalian supaya kalian dipecat, mau ??” Ancam Shilla seraya menatap tajam kedua cewe itu.

            Shilla menatap pakaian dua gadis di hadapannya. Semua cowo sama aja, lihat cewe sexy aja matanya langsung berbinar. Nyebelin. Sungutnya dalam hati.

            Gimana Shilla gak marah, kedua gadis di hadapannya sekarang seperti tidak memakai baju. Hanya memakai tanktop ketat dan hotpants yang amat sangat pendek. Ck, Rio benar – benar minta di beri pelajaran.

“Cabut Fa, ada cewe gila nyasar disini.” Ucap salah satu dari mereka seraya tersenyum sinis kearah Shilla. Kemudian kedua gadis itu pergi menjauh.

            Shilla tidak memperdulikan kedua gadis itu lagi, dia beralih menatap pemuda yang sedang tidak sadarkan diri di hadapannya sekarang. Mata Shilla tidak sengaja menangkap banyak minuman beralkohol di meja kecil disana. Shilla baru tahu, kalau hal ini yang dilakukan pemuda itu jika sedang ada masalah.

“Loe buat gue kecewa kak. Loe bisa curhat sama sahabat – sahabat loe kalau loe lagi punya masalah, kenapa mesti kesini sih.”

            Shilla menggenggam tangan kanan Rio dengan erat. Pemuda itu masih menutup matanya. Tangan kanan Shilla digunakan untuk mengelus pipi pemuda itu.

“Gue gak pernah rela loe disentuh sama cewe – cewe itu. Dan gue jamin, ini yang terakhir kali loe dateng kesini.”

“Loe tahu kak, gue cinta banget sama loe. Sama sekali gak pernah ada niat buat gue beralih dari loe. Masalah kak Debo ?? Gue gak pernah suka sama dia. Gue sukanya Cuma sama loe. Kenapa loe gak peka banget sih.”

“Untung aja tadi gue masih bisa sabar. Kalau enggak, cewe – cewe tadi bisa hancur di tangan gue. Loe nyebelin. Loe mau aja disentuh sama cewe murahan seperti mereka. Loe gak mikirin perasaan gue.”

“Janji sama gue kak, kalau ini adalah yang terakhir kali loe dateng kesini. Karena gue janji, gue bakalan ada di saat loe punya masalah.”

            Shilla terus menerus berbicara berharap Rio bisa mendengarnya walaupun pemuda itu sedang tidak membuka matanya. Dan berakhir dengan gadis itu menyenderkan kepalanya di dada bidang milik Rio.

“I love you kak Rio.”

***********

            Rio mengerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan retina matanya menerima cahaya yang ada di ruangan tersebut. Setelah berhasil terbuka semua, dia menatap sekeliling ruangan yang terasa asing baginya. Rio menatap alas yang ia gunakan untuk tidur tadi, sebuah kasur.

            Pemuda ini menggeleng gelengkan kepalanya yang terasa pusing. Dia baru sadar sekarang, tadi malam Rio sudah meminum minuman alkohol berkadar tinggi itu sebagai pelampiasan dari semua masalahnya dengan Shilla. Tapi mengapa sekarang ia berada di sini ?? Siapa yang membawanya ??

“Pagi kak Rio.”

            Rio yang mendengar suara sapaan penuh ceria itu segera mencari sumbernya. Dan mata Rio melebar sempurna melihat seorang gadis yang sangat ia kenali sedang berdiri di ambang pintu lengkap dengan seragam sekolahnya.

“Kok loe disini ??” Tanya Rio bingung.

            Shilla mendengus. Dia tidak memperdulikan pernyataan Mario, Shilla justru mendekat kearah pemuda itu dan melemparkan sepasang baju yang sama dengannya ke atas kasur.

“Pakai, Shilla tunggu kak Rio dimeja makan. 10 menit itu udah maksimal loh. Awas aja kalau sampai lebih.” Cerocos Shilla kemudian berbalik lagi menuju ke pintu kemudian menghilang dibaliknya.

            Rio hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan Shilla yang seperti anak kecil. Tunggu, mengapa Shilla berada di sini ?? Ini rumah siapa ?? Rumah Shilla ?? Tapi ...

“Itu urusan nanti Rio. Sekarang loe harus pergi ke sekolah dulu.”

            Dengan gerakan cepat, Rio berlari ke sebuah ruangan yang ia yakini adalah kamar mandi. Mendinginkan seluruh tubuhnya sepertinya akan membuatnya menjadi lebih baik. Setidaknya, Shilla sekarang sedang berada di sampingnya. Sebentar lagi, dia akan meluruskan semuanya. Ya, semuanya. Termasuk perasaannya.

***********

“Ini yang siapin loe semua Shill ??” Tanya Rio tidak percaya melihat banyak makanan yang ada di atas meja makan.

            Pemuda ini baru sampai di meja makan dan langsung mendapati sesuatu yang mengejutkan. Rio sudah menggunakan seragam sekolahnya lengkap. Dan setelah dia sampai di meja makan, dia mendapati Shilla yang sedang duduk di sana dengan bertopang dagu seraya memperhatikannya.

“Emang ada orang selain kita disini ??” Jawab Shilla santai.

            Rio berjalan mendekat kemudian mengangkat tangannya dan dengan sadisnya dia mendorong kening gadis itu dengan jari telunjuknya.

“Kak Rio.” Teriak Shilla seraya merapikan poninya yang berantakan karena ulah tangan jail pemuda yang sudah duduk di hadapannya sekarang.

“Loe gak masukkin racun ke dalam sini kan ??”

“Banyak. Sekali makan langsung tinggal bayangannya.” Jawab Shilla kesal.

“Berdoa aja supaya gue tetep sehat. Karena gue gak perduli. Yang penting gue laper sekarang.” Jawab Rio sekenanya kemudian mengambil makanan makanan yang sudah tersedia di atas meja makan. Sayang kan kalau tidak di makan.

            Shilla hanya mendengus sebal. Dia jadi tidak berselera lagi sekarang. pemuda ini benar – benar selalu merusak suasana. Shilla kan sudah membuatkan sarapan pagi ini dengan menu yang lebih dari kata luar biasa. Bisa – bisanya pemuda itu menghancurkan ini semua dengan seenaknya.
“Loe gak makan ??” Tanya Rio yang melihat Shilla tidak menyentuh makanan sama sekali.

“Gak mood.”

“Bagus deh. Berarti semua makanan ini buat gue.” Jawab Rio santai, kemudian pemuda itu asyik lagi melanjutkannya sarapannya.

            Shilla benar – benar telah mencapai tingkat kemarahannya yang paling tinggi. Dia mengambil sendok yang berada di atas piringnya kemudian tanpa perasaan melemparkan kearah Rio. Dan bingo, tepat sasaran. Mengenai kepala pemuda itu yang mengharuskannya berhenti menyuap makanan itu ke mulutnya.

“Loe ngajakkin gue perang ??” Ucap Rio marah.

“Iya. Kenapa ? Gak suka ?? Loe nyebelin banget tahu gak. Mana ada orang senyebelin loe.” Teriak Shilla karena emosi.

            Rio memundurkan kursinya kemudian berjalan mendekat kearah Shilla. Gadis itu menjadi takut melihat ekspresi pemuda itu yang sepertinya benar – benar marah. Tapi tidak semudah itu, Shilla malah menunjukkan wajah menantangnya kearah Rio. Rio tersenyum sinis kemudian menundukkan wajahnya hingga wajah dia hanya berada beberapa centi di depan wajah Shilla.

“Yakin sama ekspresi yang loe tunjukkan ini ??”

            Shilla menelan salivanya yang entah mengapa menjadi sangat sulit masuk ke tenggorokannya. Wajah Rio yang hanya berjarak amat sangat dekat dengan wajahnya membuat wajahnya memanas. Shilla hanya bisa meremas rok seragam sekolahnya dengan kencang untuk melampiaskan kegugupannya sekarang.

“Jawab nona Ashilla.” Goda Rio. Tangan pemuda itu sudah bertengger di pipi kiri gadis itu. Shilla masih belum bisa mengeluarkan suara normalnya.

“Kak, ki ... kita u  ... udah terlambat kak.”

“Terus ??”

            Shilla memutar otaknya agar bisa terbebas sekarang. Jika seperti ini terus, dia akan mati ditempat karena kerja jantungnya jauh lebih cepat dari biasanya. Oh, someone, help me please. Teriak Shilla dalam hati.

            Rio mengutuk seseorang yang mengganggu kegiatannya dengan Shilla sekarang. Getaran di saku celananya amat sangat menganggunya. Dengan sangat terpaksa dia menjauh dari Shilla kemudian melihat siapa yang menghubunginnya. Sedangkan Shilla sudah bersorak sorak kesenangan di dalam hatinya. Dia senang. Tentu saja.

“Ada apaan ??” Tanya Rio malas. Orang yang ternyata menghubunginnya ternyata sahabatnya sendiri, Gabriel.

“Lama banget sih loe. Di sekolah kita udah ramai banget karena kehadiran beberapa anak SMA Mahakarya. Loe tahu maksud gue kan ?? Debo dan gengnya lagi ada disini.”

            Ucapan penuh keburu buruan dari seorang Gabriel membuat kening Rio berkerut. Tidak biasanya seorang Gabriel terlihat panik seperti ini. Debo dan gengnya datang ke sekolahnya ?? Terus apa masalahnya ??

“Apa yang bikin loe ribut sih Yel ??”

“Bukan gue yang ribut. Tapi Debo dan gengnya. Gue gak ngerti mereka tujuannya apa. Tapi yang jelas mereka bikin keributan disini. Yo, loe problem solving kita sekarang. Jadi mending loe dateng ke sekolah secepatnya. Atau kita semua akan berakhir di ruang kepala sekolah.”

************



Please, tinggalkan jejak kalian :))

Love in Danger - Chapter 6 ( RIFY )



Disaat aku sudah bisa menerima, kamu memutuskan untuk meninggalkanku.

Apa sebenarnya rencanamu ??

Apa yang kau inginkan ??

Aku bukan seseorang yang bisa menebak perasaan seseorang.

Tapi yang harus kamu tahu, aku tidak bisa bersamamu.

Karena aku bukan seseorang yang selama ini kamu kenal.

***********

            Mario menatap tajam seseorang yang sedang berdiri dengan angkuhnya di depan pintu ruangannya. Dia ingin sekali memaki orang itu jika saja dia tidak ingat siapa yang berdiri disana. Beberapa saat kemudian, Mata Mario terfokus pada sebuah map yang berada diatas mejanya. Dia hanya bisa menatap nanar map itu.

“Tanda tangan Mario, setelah itu semuanya beres.”

            Mario mengalihkan pandangannya lagi kearah perempuan yang baru saja mengeluarkan suaranya setelah menit sebelumnya mereka hanya bisa saling pandang dengan tatapan yang mengandung banyak arti di dalamnya. Tatapan Mario sulit dijelaskan. Karena banyak sekali maknanya sampai sampai dia harus mengendalikannya jika tidak ingin menimbulkan hal yang tidak tidak.

“Apa yang loe inginkan Alyssa ??”

“Gue hanya menginginkan tanda tangan loe diatas kertas itu.”

            Mario menggeram. Sekali lagi dia menatap kertas yang berada di dalam map itu. Terlihat jelas bahwa kertas itu berisi surat pengunduran diri dari perusahaannya.

Bagaimana bisa wanita itu memilih mengundurkan diri dari perusahaannya ?? Dia baru bekerja baru tiga bulan dan dia menginginkan pergi ?? Mario tidak bisa berpikir jernih lagi sekarang.

            Pria itu mendekat kearah Alyssa yang masih berdiri dengan angkuhnya di dekat pintu ruangannya. Terlihat jelas dari tangannya yang dilipat di depan dada dan wajahnya yang terangkat dan menyunggingkan senyum datarnya yang justru terlihat mengerikan untuk dilihat.

            Mario berdiri di depan Alyssa. Wanita itu masih mempertahankan posisi sebelumnya walaupun sekarang wajah Mario sudah ditundukkan hingga mensejajari wajahnya sendiri.

“Apa yang loe inginkan ?? Coba loe jujur sama gue.”

            Kalian salah jika menganggap bahwa Alyssa sudah bisa mengontrol dirinya jika berhadapan sedekat ini dengan Mario. Nyatanya sekarang dia berusaha untuk tidak salah tingkah ataupun menjaga agar wajahnya tidak merona. Dia bersusah payah untuk mempertahankan tingkah angkuhnya yang sedari tadi ia tunjukkan kepada Mario.

“Gue ingin mendengar langsung dari mulut loe Alyssa. Sekarang.” Perintah Mario dan dengan sengaja meniupkan nafasnya tepat di depan wajah Alyssa membuat wanita itu memejamkan matanya sebentar kemudian membukanya lagi.

            Alyssa mendengus kemudian mengalihkan pandangannya kearah lain.

“Gue ingin mengundurkan diri dari sini.”

“Coba tatap gue sekarang.”

“Udahlah, apa yang loe Mario. Gue Cuma minta tanda tangan loe. Loe boleh gak ngasih gaji gue selama sebulan ini. Tapi tolong tanda tangan diatas kertas itu.”

“Iyalah loe gak butuh gaji loe. Loe udah dapet uang satu koper.” Ucap Mario dengan nada sinis dan tajamnya.

            Tiba – tiba saja emosinya menjadi naik mengingat bahwa Alyssa pernah menemani om – om yang bisa dibilang lebih mirip menjadi ayahnya daripada menjadi ‘patner kerja’. Mario hanya marah. Dan itu bukan berarti cemburu.

            Sedangkan Alyssa langsung melebarkan kedua matanya seraya menatap Mario. Dilihatnya pria itu sudah kembali ke posisi semula dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celananya dan wajahnya yang menyiratkan emosi di dalamnya serta tatapannya yang mengarah kearah lain.

“Darimana loe tahu ??”

“Apa yang gak gue tahu Alyssa.” Jawab Mario tegas. “Sekarang gue tanya, uang sebanyak itu buat apaan ??”

“Atas hak apa loe tanya. Memangnya loe suami gue apa.”

“kalau memang dengan cara menjadi suami loe gue bisa tahu apa aja tentang loe. Gue bersedia.” Ucap Mario sungguh – sungguh. Tapi Alyssa hanya tertawa.

“Bercanda loe.”

“Gue serius.”

“Uang itu buat apaan itu bukan urusan loe.”

            Mario mengepalkan kedua tangannya yang masih berada di dalam saku celananya. Entah mengapa, dia ingin sekali meluapkan emosinya kepada apapun itu agar emosinya bisa mereda. Tapi dia menahan diri karena didepannya adalah seorang perempuan. Jangan sampe loe lepas kontrol Mario. Batinya mengingatkan.

“Fine, sekarang gue tanya, dengan alasan apa loe mau mengundurkan diri ??”

“Gue mau kembali ke perusahaan Damanik.”

            Mata Mario melebar mendengar jawaban Alyssa. Damanik ?? perusahaan yang menjadi musuh besarnya selama ini. Apa – apaan.

Mario benar – benar tidak bisa menahan emosinya sekarang. Dia menarik Alyssa dan menyudutkan tubuhnya pada dinding lumayan keras membuat Alyssa terpekik pelan. Tapi Mario tidak perduli, dia menatap Alyssa dengan mata yang menyala karena menyimpan emosinya sedari tadi.

“Coba ulangi jawaban loe barusan.” Ucap Mario penuh penekanan di setiap katanya.

“Loe bener – bener gak punya hati.” Jawab Alyssa dengan nada sinisnya.

“Apa loe bilang ??” Mario mengeraskan rahangnya kembali. Emosinya benar – benar sudah mencapai puncaknya.

“Loe tahu siapa Damanik itu ?? Loe tahu ?? Dia itu musuh perusahaan gue. Seluruh perusahaan yang gue incer untuk gue ajak bekerja sama selalu mempertimbangkan lagi antara perusahaan gue dan perusahaan dia. Dan sekarang, loe dengan seenaknya keluar masuk dari dua perusahaan yang sudah bermusuhan sejak lama itu. Apa yang ada di otak loe Alyssa ??”

Alyssa hanya meringis pelan karena cengkraman tangan Mario pada lengan kirinya membuat tangannya memanas. “Mario sakit. Lepasin.”

“Enggak sebelum loe mencabut semua perkataan loe.”

“Gue gak bisa Mario. Gue mohon lepaskan gue dari perusahaan loe. Loe bisa mencari sekretaris yang jauh lebih hebat dari gue Mario.”

“Gue Cuma butuh alasan yang jelas Alyssa.” Tanpa sadar Mario membentak Alyssa dengan suara yang benar – benar keras.

            Entah mengapa hati Alyssa sakit mendengar bentakkan Mario yang keras. Seumur hidupnya, dia tidak pernah dibentak sedemikian keras seperti ini. Dan baru kali ini. Oleh orang yang membuatnya nyaman jika berada di sisinya.

            Kalian tahu apa rasanya ?? Sakit. Sakit sekali hingga membuat mata Alyssa yang terpejam mengeluarkan butiran bening membentuk anak sungai di pipi putihnya.

            Mario tersentak saat menyadari air mata Alyssa turun dari kedua mata wanita itu yang terpejam. Dia melonggarkan cengkramannya dan perlahan melepaskan tangan Alyssa.

“Alyssa, gue minta maaf. Gue benar benar minta maaf. Gue gak bisa mengendalikan emosi gue Alyssa. Gue minta maaf.” Racau Mario karena merasa bersalah.

            Tangan Mario terangkat mengusap kedua mata wanita itu hingga terbuka sempurna dan menatap kearahnya. Perlahan Mario menghilangkan air mata yang ada di wajah wanita itu dengan jarinya.

“Maaf.” Bisik Mario tepat di depan wajah wanita itu.

“Gue mohon tanda tangan.”

“Loe bisa memohon Alyssa, gue juga bisa. Sekarang gue yang memohon sama loe, tetap tinggal disini. Bersama gue, di perusahaan ini. Gue mohon.”

“Kalaupun gue bisa, gue udah melakukan itu Mario. Nyatanya gue harus melakukan itu karena ada sesuatu yang gue lakukan untuk hidup gue.” Tanpa sadar Alyssa berteriak dengan suara seraknya karena menahan tangisannya. Air matanya kembali turun dari kedua matanya.

“Loe bisa cerita sama gue Alyssa.”

“Enggak. Belum saatnya loe tahu Mario. Gue mohon, tanda tangan.”

“Fine. Gue akan menuruti apa yang loe mau. Kalau itu yang loe mau, gue akan melakukannya. Loe bener, gue bukan siapa siapa loe.” Ucap Mario kemudian membalikkan tubuhnya bersiap untuk kembali ke meja kerjanya.

            Tapi ada seseorang yang memegang lengannya. Membalikkan tubuh Mario dan ... mario hanya bisa terdiam setelah merasakan ada sesuatu yang kenyal yang berada di bibirnya. Itu bibir Alyssa. Kalian harus tahu, Alyssa menciumnya dengan menggebu. Kedua tangannya diletakkan tepat di belakang kepala Mario, bahkan sudah meremas rambut pria itu untuk menyalurkan perasaannya.

            Mario tidak juga bergerak, dia hanya diam. Dan tangan kanan Alyssa turun dari rambutnya menuju ke depan dadanya. Mengusapnya perlahan membuat Mario memejamkan matanya karena tidak kuat menerima rangsangan sebegitu hebatnya dari tangan halus Alyssa.

            Dengan tidak sabar, Mario membawa tubuh Alyssa ke sofa yang berada di sana. Membaringkan Alyssa dan dengan cepat dia berada di atas tubuh Alyssa dengan bibir yang masih bersahutan. Kali ini Mario yang memimpin. Dan suara yang berada di dalam kantor Mario yang tadinya hening sudah mulai terusik akan suara mereka akibat dari perbuatan yang sedang mereka jalankan sekarang.

            Tangan Alyssa sudah mulai membuka satu persatu kancing kemeja Mario dengan gerakan yang benar – benar menggoda iman pria itu. Setelah terlepas semua, dia melemparnya entah kemana. Sedangkan Mario yang sadar akan hal itu hanya tersenyum kecil di sela ciumannya yang menggebu.

            Alyssa mendorong wajah Mario saat dirasanya nafasnya mulai melemah. Dan untung saja Mario mau menurut. Itu memberi kesempatan Alyssa untuk mengambil nafas sebanyak banyaknya. Mario menatap Mario.

            Tanpa sadar tangannya terangkat dan berniat untuk membelai wajah Mario. Dari mulai dahi, turun ke alisnya yang tebal, mata indahnya yang setelah disentuh Alyssa terpejam menikmati, turun ke hidung mancungnya, dan terakhir bibirnya yang basah akibat perbuatan yang baru saja mereka lakukan.

            Kemudian terakhir menangkup kedua pipi pria itu dan menatapnya dengan tatapan penuh kagum. Alyssa kagum dengan Mario. Tentu saja. Bayangkan saja, diumur Mario yang masih 24 tahun ini, dia sudah bisa menjadi CEO yang benar – benar hebat. Penuh wibawa dan mampu menandingi perusahaan perusahaan besar di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

            Sesuatu yang menempel sebentar di bibirnya membuat dia kembali dari dunia khayalannya. Dia menatap Mario yang kini sudah tersenyum begitu manis di depan wajahnya. Bahkan mereka tidak punya jarak sepertinya, karena Mario menempelkan dahinya pada dahi Alyssa.

“Mau bicara sesuatu ?? Katakan.”

“Enggak, gue Cuma mau bilang kalau gue di perusahaan Damanik hanya sementara. Dan ada saatnya loe tahu nanti. Disaat itu, gue akan menceritakan semuanya yang mungkin membuat loe merasakan perasaan yang bermacam macam sama gue. Dan mungkin aja, loe akan menjauh dari gue.”

            Mario mengernyitkan keningnya bingung. Dia menjauhkan wajahnya dan membalikkan tubuhnya menjadi di bawah kemudian mengangkat Alyssa hingga berada di atasnya. Tangannya dengan nakal mengusap usap pinggang wanita itu membuat Alyssa bergerak gerak di atas tubuhnya karena geli.

“Gue gak ngerti.”

“Gue bilang gue akan memberi tahu kalau saatnya tiba nanti.”

“Loe mau coba main teka teki sama gue Alyssa. Hmm.”

“Enggak Mario. Lepaskan tangan gak sopan loe itu.”

“Gak sopan ?? Masa ?? Siapa yang tadi mencium lebih dulu, Hmm.”

“Gue refleks karena gue gak mau loe marah sama gue.”

“Gue memang marah sama loe dan loe harus membayarnya.” Dengan secepat kilat Mario kembali menempelkan bibirnya di bibir Alyssa. Kali ini lebih dikuasai oleh nafsu. Permainan Mario begitu menggebu membuat Alyssa berusaha menyeimbangi permainan lidah Mario yang berada di dalam mulutnya.

            Desahan penuh desahan mengiringi perbuatan mereka. Tangan Mario berusaha untuk menurunkan blazer Alyssa dan setelah terlepas, dia segera membuanganya sejauh mungkin. Dan Mario lagi – lagi memutar posisinya menjadi diatas – lagi.

“Mario. Gue gak bisa bernafas.” Ucap Alyssa seraya memukul dada pria itu pelan. Wanita itu masih menormalkan nafasnya kembali.

            Mario hanya tersenyum kemudian memindahkan ciumannya ke leher Alyssa. Refleks, kepala Alyssa langsung keatas begitu menerima siksaan sedemikian rupa oleh Mario. Tidak bisa dijelaskan oleh Alyssa bagaimana perasaannya saat ini.

            Kemeja putih Alyssa sudah terlepas semua kancingnya. Jadi Mario bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalamnya. Membuat gairahnya entah mengapa langsung menanjak naik. Dia dengan bersemangat mengecup leher Alyssa berkali kali membuat tanda kepemilikan disana yang pastinya akan berubah warna yang kontras dengan warna kulit Alyssa yang putih bersih.

            Setelah beberapa lama, akhirnya Mario menghentikan aksinya dan menatap wajah Alyssa yang entah mengapa jauh lebih sexy karena peluh yang ada di wajahnya, dan wajahnya yang merona merah serta bibirnya yang benar – benar basah menggodanya kembali untuk mengecupnya.

Tapi tidak untuk sekarang Mario.

“Gue minta maaf karena gak bisa menuntaskan apa yang udah kita lakuin barusan.”

            Alyssa hanya mendengus sebal. Seorang Mario yang dingin baru saja berbicara dengan nada manja dan di imut imutkan. Benar benar bukan seorang CEO.

“Gue ada meeting Alyssa. Dan gue harus menghadirinya karena ini menyangkut kerja sama dengan investor terbesar dari perusahaan lain.”

“Loe pikir gue sedemikian sedihnya apa melihat loe menghentikan aksi gila loe ini.”

            Mario terkekeh kemudian mengusap wajah Alyssa dengan lembut. Dia menghapus keringat yang berada di wajah wanita itu dengan tangannya. Kemudian dia bangkit dan berjalan kearah kemejanya di lempar oleh Alyssa.

“Lain kali kalau mau buang pakaian itu yang deket aja sayang.”

Alyssa menatap sinis. “Loe pikir loe enggak ?? Lihat tuh blazer gue.”

“Haha. Cukup menghibur sebelum gue dihadapakan sama kertas – kertas yang sangat membosankan itu.”

            Mario berjalan ke belakang mejanya dan merapikan berkas yang akan dia bawa untuk rapat hari ini. Alyssa menatap Mario dengan menggigit bibirnya pelan.

“Mario.”

“Iya.” Jawab Mario tanpa menatap kearah Alyssa.

“Loe mau menanda tangani surat itu kan ??” Tanyanya pelan. Mario langsung menatap Alyssa dengan menyipitkan kedua matanya. Alyssa buru buru menjawab lagi.

“Buat sementara. Gue janji, setelah urusan gue selesai, gue akan kembali ke perusahaan loe lagi. Gue janji.”

“Apa yang bisa gue pegang dari kata – kata loe barusan ??”

“Mario, gue udah mengijinkan loe mengambil harta berharga gue satu – satunya. Gue udah mengijinkan loe untuk menyentuh gue, dan gue juga udah merelakan loe buat melakukan apapun sama gue. Masih butuh bukti ??”

Mario berjalan kearah Alyssa dengan membawa tas nya yang ia jinjing di tangan kananya. “Gue setuju. Dan setelah urusan loe selesai, loe harus kembali lagi kesini. Tanpa alasan apapun. Mengerti.”

Alyssa menganggukkan kepalanya pelan.

“Dan saat itu, loe harus menceritakan semuanya sama gue. Tanpa terkecuali.”

“Iya, gue janji sama loe.”

“Okey, gue pergi dulu Alyssa.” Ucap Mario kemudian mencium dahi wanita itu dengan lembut kemudian mencium bibirnya dan melumatnya pelan.

            Mario tersenyum dan melangkah keluar ruangan. Lihatlah, bahkan ruangannya sudah bisa berbagi dengan Alyssa. Wanita yang baru dikenalnya selama beberapa bulan ini. Dia sudah percaya Alyssa, tentu saja. Jika tidak mana mungkin dia mengijinkan wanita itu untuk berada di ruangannya tanpa ia didalamnya.

            Alyssa duduk di atas sofa, menatap kepergian Mario dengan tatapan yang sulit diartikan. Kemudian dia menundukkan wajahnya dalam. Berulang ulang mengucapkan kata yang sama seperti dulu. Maaf.

************

            Mario berjalan dengan perlahan menuju ke sebuah ruangan yang sudah tidak asing lagi baginya. Dia ingin bertemu dengan sahabatnya. Lagian sudah lama juga dia tidak berkunjung ke kantor sahabatnya ini. Sedangkan sahabatnya sendiri sudah sering memunculkan batang hidungnya di perusahaannya.

            Mario berhenti di depan pintu ruang sahabatnya itu. Dia melirik ke samping dan mengernyit heran, biasanya sekretaris kesayangan sahabatnya – yang kata Alvin cantik dan sexy – ada disana menyambut siapapun yang ingin bertemu dengan bos’nya itu. Tapi sekarang ... ... nihil.

            Mario menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahu tidak perduli. Dia langsung membuka pintunya begitu saja. Dan matanya langsung membelalak begitu melihat adegan yang benar – benar tidak pantas dilakukan oleh seorang pemimpin perusahaan.

Alvin sedang bersama dengan sekretarisnya.

            Kalian bisa menebak apa yang mereka lakukan. Bagaimana bisa seorang sekretaris duduk di atas meja dan diapit oleh tubuh pemimpinnya. Mario, loe juga harus mengingatnya, bahwa loe pernah melakukan hal itu dengan Alyssa yang saat itu menjadi sekretaris loe Mario.

            Alvin asyik mencium sekretaris yang menurutnya sexy itu. Tangannya sudah kemana mana. Mario sekali lagi menggelengkan kepalanya prihatin. Sahabatnya memang playboy, tingkat atas lagi. Ckck, kapan sih Alvin tahan jika tidak menyentuh seorang wanita ?? Jawaban Mario tidak pernah. Itu kenyataannya.

“Selamat siang Bapak Alvin William.” Ucap Mario dengan nada sinis.

            Dia bisa melihat bahwa di depan sana, Alvin ribet sendiri. Dia menurunkan sekretarisnya itu dan menyuruhnya untuk memperbaiki tatanan tubuhnya. Mereka masih balik badan dan masih sibuk dengan urusannya sendiri.

Alvin sibuk memperbaiki pakaiannya yang sudah sangat amat berantakan. Begitupun dengan wanita itu, dia juga masih membenarkan penampilannya.

Mario hanya bisa tersenyum simpul.

            Karena apa ?? Karena dia dulu juga pernah di ganggu sahabatnya ini saat dia sedang berduaan dengan Alyssa. Sekarang – saatnya pembalasan. Tanpa sadar, Mario terkekeh sendiri dengan pembalasan.

“Nona, sebaiknya cuci muka anda terlebih dahulu. Bibir anda sangat basah dan leher anda sudah menimbulkan banyak tanda disana.” Sindir Mario seraya tersenyum geli.

            Alvin memukul bahu sahabatnya itu dengan kencang saat sekretarisnya sudah keluar dari ruangannya setelah sebelumnya pipinya merona merah saat mendapat sindiran dari seorang Mario Raditya.

“Salah loe sendiri gak kunci pintu. Untung yang masuk gue, kalau yang masuk orang lain, tamat riwayat loe.”

“Kedatangan loe benar – benar mengganggu Mario.” Desis Alvin penuh kemarahan. Aktivitasnya tertunda gara – gara kemunculan sahabatnya yang tidak tahu diri ini.

Mario tertawa pelan. “Buang sifat loe yang playboy itu, sekretaris sendiri di makan juga. Bikin malu gue aja loe.”

“Loe gak ada kaca dirumah ?? Alyssa gimana kabarnya ??” Sindir Alvin sinis.

“Seenggaknya gue Cuma menyentuh dia, gak seperti loe. Semuanya loe ambil. Gak inget umur loe ?? Kurangi lah Vin, cari cinta sejati loe.”

“Bro, loe tahu gue banget. Gue mencari cinta sejati ya dengan cara seperti ini. Saat gue berhubungan sama dia gue merasa nyaman, tandanya gue memang cocok sama dia.” Ucap Alvin seraya mengambil dua minuman dingin dan yang satunya ia lempar kearah sahabatnya yang sudah duduk di atas sofa ruanganya.

“Terserah loe deh.” Jawab Rio sekenanya, kemudian membaringkan tubuhnya di atas sofa itu. tubuhnya benar – benar lelahh.

“Kenapa loe ?? Kabur dari rumah ??”

“Kabur ?? Kalaupun itu bisa gue lakuin, udah gue lakuin dari dulu. Bokap gue punya banyak mata bro. Inget ??”

“Kenapa sih loe gak pernah akur sama bokap loe bro. Kasihan dia, dia Cuma punya loe sekarang.” Ujar Alvin seraya duduk di depan Mario.

“Kalau dia sayang sama gue, dia gak akan pernah bikin gue tertekan.”

            Alvin menghembuskan nafasnya kesal. Susah sekali membujuk sahabatnya itu untuk bisa lebih menghormati ayahnya sendiri.

            Sebenarnya Alvin sangat tahu mengapa sahabatnya sangat di kekang oleh ayahnya sendiri. Karena Pak Bara – ayahnya Mario, itu ingin anaknya menjadi anak yang akan berguna untuk semua orang kelak. Dan itu sudah Alvin tahu saat dia berbicara langsung dengan Pak Bara saat dia masih duduk di bangku SMA.

Dan Mario tidak tahu kalau Ayahnya menyimpan sebuah rahasia besar.

            Alvin sudah tahu, tapi dia tidak bisa memberitahu Mario karena permintaan Pak Bara sendiri. Alvin ingat sekali dengan perkataan Pak Bara yang membuatnya merasa kasihan dengan pria paruh baya itu.

“Saya yakin, Mario mencintai saya. Dan dia akan mengerti keadaan saya nanti. Walaupun bukan sekarang, tapi saya akan menunggu saat Mario tahu semua tentang keadaan saya. Saya ingin dia mengerti keadaan saya karena dia mencintai dan menyayangi saya sebagai ayah kandungnya.”

“Alvin.”

            Alvin tersadar dan menggelengkan kepalanya pelan. Dia menatap Mario yang masih berbaring di atas sofa dan sedang menatapnya penuh selidik.

“Apa yang loe pikirin ??”

“Enggak, gimana keadaan Alyssa ??” Tanya Alvin berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Dia sekarang berhenti dari perusahaan gue.”

“Kenapa ?? Gara – gara loe sentuh ??” Sindir Alvin lagi.

“Ck, dia malah ketagihan sama sentuhan gue. Entahlah karena apa, dia bilang dia punya pekerjaan yang berhubungan dengan Damanik itu.”

“Jadi dia balik lagi ke perusahaan Damanik ??” Tanya Alvin.

Mario mengangguk dengan lesu.

“Loe pernah terpikir gak sih bro, ada yang aneh sama tuh cewe. Mulai dari cerita loe yang bilang kalau loe pernah ketemu sama orang tua dia tapi dia bilang orang tuanya meninggal, dia bekerja di club malam tapi punya kost yang jelek abis, terus dia datang ke perusahaan loe minta pekerjaan dan belum ada satu tahun udah pindah lagi.” Ucap Alvin panjang lebar.

“Pertanyaan gue. Uanganya dia kemanain ?? Loe liat pakaian dia dong, gak ada mewah mewahnya. Terus apapun yang dia punya serba sederhana. Gue jadi curiga.”

“Curiga apa loe ?? Gak usah mikir yang enggak enggak. Mungkin dia punya alasan sendiri akan hal itu.” Jawab Mario dengan santai.

“Dan sampai sekarang loe belum tahu alasan dia apa kan ??”

“Karena gue percaya sama dia.”

“Percaya ?? Cissh, gombalan basi. Apa yang bisa loe percaya dari dia ?? Hah ??”

“Vin, loe jangan coba – coba buat gue marah sekarang. Gue lagi bener – bener emosi. Loe diem bisa gak ??” Jawab Mario dengan nada keras.

“Gue Cuma mau bantuin loe. Karena gue udah menganggap loe sebagai kakak gue sendiri. Tapi loe malah kaya gini. Terserah. Gue gak akan pernah ikut campur lagi semua urusan loe.”

            Mario hanya menatap sahabatnya itu dengan perasaan yang tidak bisa ia artikan sendiri. Mario mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kehidupannya ?? Mengapa semuanya membuat dirinya menjadi rumit ?? Dari ayahnya, Alyssa, dan sekarang sahabatnya juga ikut – ikutan.

Mario mencintai ayahnya ?? Tentu saja.

            Disaat seperti ini, dia merindukan pelukan hangat seorang ibu. Dia merindukan dimana dia , ayahnya dan ibunya berkumpul bersama dan bercanda bersama. Tapi semuanya berubah saat ibunya meninggalkannya sendiri. Ayahnya selalu mengekangnya untuk menjadi ini atau itu.

Ibu, Mario merindukanmu. Sungguh.

Mario memejamkan matanya perlahan. Dia berniat tidur sebentar di ruangan Alvin. Detik selanjutnya, Mario sudah terlelap di alam bawah sadarnya.

Semoga saat gue bangun, semuanya berubah menjadi lebih baik.

************

Udah panjang kan ??
Butuh perjuangan tuh buat nulis segini banyaknya.,
Kalian cukup membalasnya dengan cara meninggalkan jejak.
Komentar please, kasih saran buat gue biar ceritanya makin bagus.
Dan kalau kalian masih menghargai saya, jangan maksa buat lanjut. 

Sekian dan terima kasih :))