Sabtu, 31 Januari 2015

Twoshoot - Bad Girl in Love ( RIFY ) - Chapter 1

Apa kabar teman ??
Gue nyediain cerita lagi yang aneh bin ajaib.
entah kenapa mood nulis gue lagi meningkat drastis :D
Semoga sukaaaa :*
HAPPY READING !!!



CHAPTER 1

            Pemuda tampan dengan style modern sedang bersender di depan kap mobilnya. Dengan memasukkan kedua tangannya pada kedua saku celananya. Dengan rambut lebatnya tapi acak acakkan dan wajah manisnya membuat sebagian kaum hawa menatapnya dengan pandangan kagum. Tentunya dengan memakai seragam sekolah dengan celana kotak kotak warna biru dan baju’nya hanya garis di sebagian sisinya berwarna biru juga dan yang lainnya berwarna putih.

            Mario Stevano Aditya. Rio. Begitulah orang orang memanggilnya kepada pemuda tampan yang mempunyai senyum yang sangat manis ini. Dia hanya tersenyum miring melihat kearah depan yang terdapat beberapa orang yang sedang adu kekuatan. Tawuran. Yah memang sering terjadi tawuran di setiap minggunya di depan SMA Cilencia. Dan setiap saat pula pemuda ini hanya memandang remeh kejadian yang sering terjadi di depan sekolahnya itu.

            Bukan hanya kaum adam yang ikut dalam adu kekuatan itu. tapi terdapat juga beberapa kaum hawa yang termasuk ‘jago berantem’ dan mempunyai keahlian dalam bidang ini. Dilihatnya di seberang sana, di jalan raya yang cukup sepi itu terdapat banyak orang dengan peralatan lengkap yang sedang menyerang satu sama lain. Lagi lagi pemuda ini hanya tersenyum miring. Bukan tawurannya yang menjadi perhatian darinya selama ini. Tapi seorang gadis yang juga ikut masuk ke dalam tawuran tersebut.

            Beberapa saat kemudian, terdenganr bunyi sirine yang semakin mendekat. Yaps, mereka semua tahu. Pasti itu polisi yang datang. Dengan cepat mereka semua membubarkan diri dan menyelamatkan diri sendiri. Sedangkan seorang gadis tampak diam tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya melihat ke kanan dan ke kiri dengan wajah bingung. Sementara pemuda tampan yang sedari diam itu akhirnya berlari mendekati ke area kejadian dan langsung menarik gadis itu untuk masuk ke mobilnya. Rio langsung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menghindari kejaran polisi.

            Setelah cukup aman. Rio menghentikan mobilnya di pinggir jalan yang lumayan sepi. Dia mengatur nafasnya karena ikut gugup melihat polisi datang ke tempat kejadian tawuran berlangsung. Padahal Rio tidak terlibat. Begitupun dengan gadis di sebelahnya. Dia juga mengatur nafasnya yang tidak beraturan karena kaget dengan datangnya polisi yang tiba – tiba dan mengacaukan tawuran itu bersama teman temannya tadi.

“Loe gak ada jera jera’nya yah.” Omel Rio.

“Bodo amat.” Ucap gadis di sampingnya dengan nada tak suka.

“Loe tahu, perbuatan loe ini bisa membahayakan semua orang. Termasuk diri loe sendiri. Loe lihat tuh muka loe. cewek kok babak belur setiap hari. Loe gak malu ???”

“Buat apa gue malu. Gue bisa berantem. Gak kaya loe. Cowo kok gak bisa berantem.”

“Udah berapa kali gue bilang, gue bisa berantem.” Bentak Rio.

“Kalau loe bisa berantem, kenapa loe gak pernah mau ikut tawuran.”

“Tawuran ??? Loe fikir dengan ikut tawuran bakal di anggep hebat gitu ??? Latihan karate setiap hari gak ada gunanya kalau ujung ujungnya buat tawuran.”

“Gue tawuran ada alesannya Rio. Mereka menghina temen temen gue. Dan gue gak terima di perlakukan kaya gitu sama mereka.”

“Temen temen loe kan yang di hina ??? Dan ajaibnya temen temen yang loe maksud itu cowo semua. Loe fikir mereka gak bisa berantem sendiri ??? Dan loe fikir ilmu karate loe udah paling tinggi, gitu.”

“Ada cewenya Rio.” Bantah gadis itu dengan cepat.

“Iya. Dan temen cewe loe yang ikut tawuran itu juga sama sama gila kaya loe.”

“Loe nyebelin banget sih.” Teriak gadis ini seraya melotot tajam kea rah pemuda di sampingnya.

Gue nggak akan nyebelin kalau loe nurutin omongan gue.”

“Ish. Ngeselin loe.” Ucap gadis itu seraya membuang muka dan melihat kearah jendela mobil Rio.

“Loe mau ke rumah sakit gak ???”

“Gak.”

“Beneran ??? Loe mau pulang dengan keadaan kaya gitu. loe mau orang rumah tahu kalau loe abis ikut tawuran ???”

“Yang loe maksud orang rumah siapa ??? Pembantu gue ??” Ujar gadis itu dengan sinis membuat Rio terdiam. Dia lupa akan hal itu.

“Loe kenapa sih. Gimanapun juga nyokap bokap loe itu orang tua loe. tapi loe gak pernah mau nganggep mereka orang tua loe.”

“Gue bakalan nganggep mereka orang tua gue, kalau mereka juga nganggep gue sebagai anaknya.”

“Loe ngertiin mereka kenapa sih Fy. Mereka lakuin semua itu demi kebahagiaan loe.”

“Oya ?? Kebahagiaan. Apa loe pernah lihat gue bahagia selama ini ???” Tanya gadis yang Rio panggil ‘Fy’ itu yang ternyata bernama Ify.

“Jadi loe gak pernah bahagia sama gue ???”

            Gadis itu hanya diam. Tidak tahu harus menjawab dengan balasan apa. Pertanyaan yang dilontarkan oleh pemuda di sampingnya terlalu mematikan dirinya. Iya, dia memang selama ini tidak merasa bahagia. Hanya pemuda di sampingnya lah yang selalu ada untuknya. Entah alasan apa yang membuat Rio sebegitu ngototnya tetap berada di sampingnya. Setelah apa yang ia lakukan selama ini yang menurutnya sendiri tidak normal untuk seorang gadis sepertinya.

            Alyssa Saufika. Putri tunggal Bapak Umari dan Ibu Gina. Keluarga kaya yang mempunyai banyak perusahaan yang sudah berdiri kokoh atas jerih payahnya sendiri. Gadis cantik ini biasa di sapa dengan ‘Ify’. Hanya orang orang tertentu yang memanggilnya dengan nama ‘Ify’. Termasuk pemuda di sampingnya. Dengan memiliki hidung mancung, kulit putih bersih, wajah cantik, rambut hitam lebat yang selalu ia kuncir selama berada di luar rumah, dan tinggi yang cukup untuk gadis sepertinya  serta berat badan yang ideal membuat para kaum adam menatap terpesona.

            Tapi karena sifatnya yang suka main kekerasan. Dan selalu bersikap galak kepada siapa saja yang di temuinnya membuat kaum adam mundur ketakutan. Ify jika di lihat secara luar pasti sudah banyak yang terpesona kepadanya. Tapi setelah tahu seperti apa sifat gadis ini yang sebenarnya, para kaum adam tidak ada yang berani mendekatinya kecuali pemuda yang berada di sampingnya sekarang.

            Ify kembali melihat kearah pemuda di sampingnya yang juga ikut melihat ke arahnya. Pemuda ini berhasil membuat hatinya menjadi serba salah. Apa yang ia lakukan selalu merasa salah di hadapan pemuda itu. Pemuda yang berhasil merebut hatinya selama beberapa bulan belakangan ini.

“Jadi bener, loe gak pernah bahagia sama gue selama ini ???” Ulang Rio membuat gadis yang berada di sebelahnya kembali ke alam nyata.

“Gue bahagia Rio.” Jawab Ify pelan.

“Fy, gue tahu apa yang loe rasain. Gue juga alamin Fy. Bokap nyokap gue juga sering kaya gitu. Tapi gue selalu positive thinking selama ini, karena gue yakin, apa yang mereka lakuin itu buat gue.”

“Tapi bokap nyokap gue gak pernah perduli sedikitpun sama gue Yo. Gue ngerasa kesepian selama ini.”

“Loe punya gue Fy. Loe masih nganggep gue cowo loe kan ???” Ify hanya mengangguk.

“Kalau mau ngelampiasin semuanya bukan dengan cara kaya gini sayang. Bukan dengan tawuran. Loe ikut karate itu supaya kalau ada bahaya yang mengancam nyawa loe, loe bisa bertindak. Bukan dengan adu kekuatan kaya gini.”

“Tapi gue suka ngelakuinnya.”

“Fy, setiap hari wajah loe tuh babak belur kaya gini. Loe masih bilang suka ??? Loe cewe, sehebat apapun ilmu karate yang loe punya, tetep aja loe bakal kalah. Apalagi lawan loe itu cowo. Cowo yang tingkatannya masih di bawah juga bisa menang lawan loe. loe gak bisa kaya gini terus Fy.”

“Gue suka Rio. Loe gak berhak ngatur hidup gue.” Bentak Ify.

“Gue punya hak Fy. Gue pacar loe.”

“Oh, jadi kalau kita putus loe gak akan pernah bisa seenaknya lagi sama gue. Okeh, sekarang juga kita ……”

“Apa. Loe mau minta putus lagi. Loe gampang banget yah ngomong kaya gitu. loe fikir gue apaan. Boneka loe, yang di saat lagi loe butuhin selalu siap buat loe peluk. Dan kalau loe gak butuhin loe buang ke bawah kasur. Gitu.” Ucap Rio emosi.

“Gak gitu Yo.”

“Gue manusia Fy. Tugas gue sebagai pacar loe itu buat ngasih yang terbaik buat loe. buat bimbing loe supaya loe ngelakuin hal yang positif. Bukan buat jadiin loe salah satu anggota tawuran yang namanya pernah ada di kantor kepolisian.”

“Cukup Yo. Cukup. Okeh gue tahu apa yang selama ini gue lakuin itu selalu salah di mata loe. Gak pernah bener kan gue ??? Tapi ini hidup gue Yo. Loe itu Cuma pacar gue. Loe gak berhak memasuki kehidupan gue lebih jauh lagi. Ini pilihan gue Yo.”

“Fy. Loe tahu, gimana perasaan gue waktu loe di tahan sama pihak kepolisian karena tawuran ??? Dan loe tahu perasaan gue kaya gimana setiap loe lagi tawuran sama temen temen loe itu ??? Loe gak pernah mikirin perasaan gue Fy. Loe egois tahu gak. Loe selalu ingin menang sendiri. Loe gak pernah mau dengerin omongan orang lain.”

“Terus mau loe apa ???”

“Gue pengin loe berubah. Jadi Ify yang dulu. Ify yang ceria dan penuh semangat. Gue pengin lihat loe berhenti ikut tawuran. Gue pengin lihat loe peringkat satu di kelas kaya dulu. Gue pengin loe …”

“CUKUP. Loe fikir gue bakal lakuin itu ??? Gak. Jadi kalau loe gak suka, silahkan pergi dari hidup gue.”

“Jadi itu yang loe mau ???” Tanya Rio penuh emosi karena gadis di sebelahnya selalu menganggap remeh dirinya.

Sepertinya pemuda ini sudah kehabisan kesabaran menghadapi gadis keras kepala ini. Emosi dia sudah mencapai puncak. Tapi Ify tidak ada takut sama sekali. Dia malah menatap mata tajam Rio dengan tatapan penuh tantangan. Pantang bagi seorang Ify menyerah dengan tatapan tajam seorang cowo seperti Rio. Dia tidak akan pernah berubah. Itu janjinya yang telah di tanamkan di lubuk hatinya yang paling dalam. Dan dia tidak akan pernah melanggarnya hanya karena seorang Rio.

“Iya, gue lebih suka kalau loe itu pergi dari hidup gue. Gak usah ngurusin gue lagi. Sekarang gue mau kita PUTUS Mario.”

“Okeh, kalau itu mau loe. loe fikir loe siapa ??? Loe fikir dengan gue putus sama loe gue akan jadi cowo paling menyedihkan di dunia ini. Loe salah besar. Silahkan loe bangkit sendiri sekarang. Seperti yang loe mau tadi. Gue akan pergi dari kehidupan loe.”

“Bagus. Itu lebih baik.” Sinis Ify seraya membuka pintu mobil Rio dan menutupnya dengan keras dan gadis itu langsung berlari menjauh dari mobil Rio.

            Sedangkan di dalam mobil, Rio hanya diam memandang punggung gadis itu yang berlalu pergi meninggalkannya. Meninggalkan semua kenangan yang sudah mereka lalui bersama selama 6 bulan ini. Rio menghela nafas’nya secara kasar. Sepertinya dirinya dengan gadis itu benar benar sudah END. Tapi hatinya masih ragu meninggalkan gadis itu sendirian dalam kesepiannya. Tapi ia berusaha untuk tidak perduli, toh Ify juga tidak memperdulikannya kan.

            Lagi lagi pemuda tampan ini menghela nafasnya secara kasar. Kemudian dia melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata rata. Dia tidak perduli dengan pengemudi yang mencaci maki dirinya karena melajukan mobilnya tidak normal. Toh sekarang hatinya juga lagi tidak baik. Jadi di marahi oleh pengemudi lain mah tidak ada apa apannya. Rio terus melajukan mobilnya ugal ugalan membelah jalanan ibu kota yang selalu ramai. Berharap dengan itu, dia bisa melupakan kekasihnya, ralat ‘mantan kekasihnya’.

*********

            Beberapa bulan berlalu setelah kejadian tidak menyenangkan yang dialami oleh Rio dan Ify. Rio menjalani kehidupannya seperti biasa, dia sudah tidak memperdulikan apapun yang dialami oleh mantan kekasihnya itu. Tapi dia juga belum bisa untuk melupakan perempuan itu. Masih ada nama Ify yang terukir manis di dalam hatinya.

            Sedangkan Ify, entah mengapa dia bertambah frustasi akhir akhir ini. Tidak ada orang yang memperdulikannya lagi. Satu satunya orang yang ia yakini akan menjadi orang yang selalu ada untuknya juga sudah pergi meninggalkannya sendirian. Entah apa yang salah dengan dirinya sehingga Tuhan menghukumnya dengan memberikan kehidupan yang menyedihkan kepada dirinya.

            Ify sudah siap dengan sepatu kets’nya. Dengan pakaian baju longgar dan hotpants di atas lutut dia siap untuk berkumpul dengan teman – temannya lagi. Ify mengambil tas slempangnya yang tergelatak asal di sofa rumahnya. Dia bersiap keluar dari rumahnya.

“Non mau kemana ??”

            Ify menghentikan langkahnya. Dia diam kemudian melirik pria paruh baya di hadapannya dengan tatapan dinginnya. Pria paruh baya ini sudah bekerja di rumahnya dari dia bayi. Maka dari itu, Ify sudah menganggapnya sebagai pamannya sendiri.

“Mau pergi sebentar paman.”

“Non, non Ify kan baru pulang dari sekolah. Apa gak sebaiknya non istirahat di kamar aja ??”

“Paman gak usah ikut campur urusan Ify. Ify bukan anak kecil lagi yang mesti di kasih ceramah dulu sebelum melakukan apapun. Ify udah gede.”

“Paman anter ya non ??”

“Gak usah paman, Ify bisa jalan kaki.”

            Paman Galih hanya menggeleng gelengkan kepalannya. Dia menghela nafasnya kasar. Dia merasa bersalah atas berubahnya nona mudanya itu. Dulu, Ify sangat ramah dan murah senyum kepada semua pekerja di rumahnya. Tetapi beberapa tahun belakangan dia tidak pernah menunjukkan keramahannya lagi justru sebaliknya. Dan itu terjadi setelah kedua orang tuanya sering bertengkar.

            Setiap berada di rumah, mereka tidak pernah absen untuk bertengkar. Memecahkan semua barang barang kaca yang mahal di rumahnya dan melempar barang – barang itu kemanapun. Setelah selesai, mereka pasti memutuskan untuk pergi sendiri sendiri dan akan pulang beberapa bulan sekali. Mereka tidak pernah memikirkan anak tunggalnya.

            Dan semenjak itu, Ify berubah. Semua yang ada pada diri Ify semua tertutup karena rasa bencinya kepada kedua orang tuanya. Pekerja di rumah itu hanya merasa prihatin dengan nona mudanya itu. Merasa kasihan dan merasa bersalah. Semoga suatu saat nanti, nona mudanya itu bisa berubah seperti dulu lagi.

*********

“Nih Fy.”

            Ify mengernyit menatap bungkusan yang ia yakini itu bungkusan rokok dengan heran. Kemudian menatap teman laki – lakinya masih dengan kening berkerut.

“Ambil aja. Cobain. Gue yakin loe pasti ketagihan.”

“Enggak ah, gue gak pernah ngerokok.”

“Cemen loe. Beginian aja gak mau nyobain, gimana loe mau jadi ketua geng kalau begini aja gak mau.”

            Ify menatap tajam temannya itu. kemudian matanya beralih ke bungkusan yang masih disodorkan oleh Rava – salah satu teman satu geng’nya. Kemudian dia mengambilnya dengan kasar. Ify bisa mendengar suara tertawaan teman – temannya.

“Ayo Fy, cobain. Sempurna loe kalau loe mau ngerokok kaya kita – kita.”

            Ify dengan ragu – ragu mengambil satu batang rokok. Kemudian menatap Rava lagi yang sekarang sedang menyodorkan korek api kearahnya. Dengan ragu, Ify mulai menyalakan rokoknya dan menghisapnya.

“Uhuk uhuk.”

            Ify bisa mendengar lagi suara tawa teman – temannya. Dia tidak perduli lagi dengan mereka. Dengan nekad, Ify kembali menghisapnya walaupun tubuhnya tidak mau merespon dengan baik. Dia akan membuktikan pada teman temannya bahwa dia bukan wanita lemah yang takut apapun.

“Setelah ini kita pikirin gimana caranya menyingkirkan Sma Pelita. Dan yang paling penting gak ketahuan polisi. Gue gak mau nama gue tercantum disana lagi.”

“Kayaknya ada seseorang dibalik ini semua bro. Gak mungkin kan polisi selalu nemuin kita. Di tempat tersembunyi aja polisi tahu. Loe semua yakin gak sih, ada seseorang yang sengaja nusuk kita dari belakang.”

“Siapa ??”

“Rio.”

            Ify menegang di tempat. Nama itu. Mengapa nama Rio bisa disebut sebagai salah satu orang yang akan mencelakakan mereka semua ?? Tidak. Rio tidak terlibat disini. Dia tidak pernah melaporkan tawuran mereka kepada siapapun apalagi polisi.

“Loe lihat gak sih bro, Rio selalu ada di tempat kalau kita lagi tawuran. Siapa lagi kalau bukan dia. Dia gak pernah takut juga kan kalau ada polisi dateng.”

“Dia kan cowonya Ify.”

“Sebagai cowonya, harusnya Rio ikut ngebantuin Ify dong. Tapi ini enggak. Dia Cuma ngeliatin doang. Loe tahu kan, Rio itu salah satu emasnya Sma Cilencia. Ya siapa tahu aja dia mau nyari muka sama guru guru di sekolah kita.”

Ify sudah tidak tahan lagi sekarang. Dia tidak mau Rio ikut terlibat. “Guys, Rio gak mungkin ngelakuin hal itu. Dia gak tahu apa – apa. Dia Cuma mau gue berubah kok. Dan dia gak mungkin nusuk gue dari belakang. Dia gak pernah ikut campur masalah tawuran itu guys, dia Cuma gak suka gue ikut tawuran itu.” Jelas Ify.

 “Loe ngebelain dia ?? Bukannya kalian udah end ??”

“Iya. Dan loe semua tahu kan, setelah gue putus sama dia, dia gak pernah ada lagi disaat kita tawuran. Dan polisi tetep dateng, jadi gue yakin banget bukan Rio orangnya.” Ucap Ify berusaha meyakinkan. Walaupun mereka sudah putus, tetap saja perasaan Ify ke Rio tidak pernah berubah. Dia hanya mencintai Rio. Tidak ada pemuda lain lagi.

“Bener juga.”

            Ify menghembuskan nafas lega. Seenggaknya Rio gak terlibat disini. Dia tidak mau pemuda itu kenapa napa. Cukup dia saja yang hatinya hancur berantakan. Jangan Rio. Dia tidak bisa memaafkan siapapun yang berani menganggu pemuda itu.

“Guys, gue dapet info kalau nanti malem Sma pelita bakalan ada di Markas.”

“Ladenin. Dan kita gak boleh kalah kali ini.”

            Mereka menganggukkan kepalanya bersamaan. Ify ikut mengangguk. Kali ini dia harus bisa mengalahkan mereka semua. Dia tidak ingin membiarkan Pelita menang. Itu bukan gayanya. Dan dia berharap tidak ada polisi lagi malam ini.

*********

            Rio sedang melajukan mobilnya ke arah rumah. Dia baru saja pulang sekolah sekarang. Rio benar benar lelah. Dia harus menghadapi beberapa adik kelasnya yang mau ikut olimpiade untuk diberikan soal latihan. Dan tentu saja dia harus mau, mengingat gurunya sendiri yang menyuruhnya.

            Rio menepikan mobilnya saat merasakan getaran ponsel di saku celananya. Dia mengambill handphone’nya kemudian mengernyitkan dahinya bingung. Tumben pekerja rumah Ify meneleponnya. Sepertinya ada yang tidak beres dengan perempuan itu. Dan ini bukan pertanda baik.

“Halo Pak.”

“Halo den Rio, maaf den bapak menganggu.”

“Tidak apa – apa pak. Ada yang bisa Rio bantu ??”

“Begini den, non Ify .. non Ify.”

“Kenapa pak ??”

“Non Ify sekarang berada di kantor kepolisian den. Dia terlibat tawuran sama pemakaian obat obatan terlarang den. Bapak gak tahu lagi harus minta tolong siapa.”

            Rio terdiam di dalam mobilnya. Matanya ia pejamkan erat – erat dan tangan kananya mengepal di atas kemudi. Obat – obatan ?? Sejak kapan Ify memakainya. Rio benar – benar tidak habis pikir Ify bisa sampai serusak ini.

“Rio akan kesana. Bapak tenang aja dirumah. Berdoa yang terbaik aja pak.”

“Terima kasih den Rio.”

            Rio melempar ponselnya asal ke jok belakang mobilnya. Dia benar – benar tidak habis pikir. Dengan kesal dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan diatas rata – rata untuk menuju ke kantor kepolisian.

            Rio melihat Ify yang sedang menundukkan wajahnya di sudut meja. Bersama teman – temannya tentunya. Mereka semua menatap Rio dengan bingung. Berbeda dengan Ify. Dia mendekat kearah mereka semua. Dan berdiri tepat di depan Ify.

“Kamu puas sekarang Fy.”

“Bro, loe mendingan selamatin kita – kita sekarang. Gak usah menghakimi Ify kaya gitu.”

“Loe semua diem. Gue gak ngomong sama loe semua.” Ucap Rio dingin. Teman – teman Ify langsung diem mendengar suara Rio yang tidak biasanya. Setelah mencibir, mereka semua kembali diam.

“Kamu ikut aku sekarang.”

            Dengan kesal, Rio menarik tangan Ify menuju ke ruangan pemeriksaan di kantor kepolisian itu. Rio berusaha meyakinkan bahwa Ify tidak bersalah. Dia hanya korban disana. Dan selama itu pula, Ify hanya diam menunduk. Tidak berani menatap Rio ataupun orang – orang yang ada disana.

“Terima kasih atas pengertiannya pak. Saya permisi dulu.”

            Rio kembali menarik tangan Ify berjalan keluar kemudian menuju ke mobilnya dan Rio dengan kasar membuka pintunya kemudian menyuruh Ify masuk. Perempuan itu hanya menuruti saja permintaan pemuda itu. Rio langsung memutar mobil kemudian duduk di bangku kemudi dan melajukannya penuh emosi.

            Rio memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Ify. Dia masih tidak menatap Ify. Selama perjalanan tadi mereka juga hanya saling diam. Tidak ada yang berniat membuka suaranya.

“Keluar.” Perintah Rio dengan nada dingin.

            Ify hanya diam dalam posisi yang sama. Tanpa sadar air matanya sudah menetes membasahi kedua pipi putihnya. Dia masih tidak beranjak dari duduknya.

“Gue bilang keluar.” Bentak Rio dengan nada tinggi.

            Ify menundukkan kepalanya, air matanya tidak berhenti mengalir. Ify selalu menghapus kasar air matanya tetapi tetap saja keluar. Bahkan semakin deras. Dan kini suara tangisannya sudah tidak bisa ditahannya lagi membuat Rio memejamkan matanya erat.

            Dengan tergesa, Rio keluar dari mobilnya dan memutar mobilnya kemudian membuka pintu mobil yang lain. Dia menarik Ify dengan kasar untuk keluar dari mobilnya. Dia tidak perduli lagi dengan tangisan perempuan itu. Dia sudah lelah untuk memberitahukan Ify tentang betapa salah kelakuan perempuan itu selama ini.

“Kenapa nangis ??”

            Ify tetap diam seraya tangannya sibuk mengusap air matanya yang semakin menetes. Dia menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Rio.

“Apa yang membuat loe nangis ??”

“Gue udah capek memperingatkan loe Fy. Bahkan sekarang loe udah berani pake obat – obatan terlarang. Apa yang membuat loe begini ??”  Bentak Rio di akhir kalimatnya. Dia masih menatap tajam perempuan itu.

“Dan ini apa.” Rio mengangkat bungkusan rokok di tangan kananya yang ia temukan di dalam tas perempuan itu saat tadi dia membantinya ke jok belakang dan menemukan bungkusan itu.

“Loe ngerokok ??” Tanya Rio dengan tatapan tidak percaya.

            Jelas saja pemuda itu tidak percaya. Dulu, saat masih berpacaran dengannya, Ify masih belum berani menghisap bungkusan laknat itu (read : rokok), dan Ify juga belum berani memakai obat – obatan terlarang. Tetapi sekarang perempuan ini benar – benar sudah melebihi batas kelakuannya.

“Loe punya mulut kan ?? Kenapa Cuma diem ??”

            Rio menatap perempuan itu sebentar kemudian melempar bungkusan itu ke tempat sampah yang tidak jauh darinya. Rio langsung menarik perempuan itu ke dalam pelukannya setelahnya.

            Pemuda itu bisa mendengar suara tangisan Ify yang jauh lebih keras dari sebelumnya. Dia hanya mengusap usap punggung perempuan itu dengan penuh sayang dan membiarkan Ify menumpahkan semuanya dalam pelukannya.

“IFY.”

            Teriakan itu membuat Rio langsung mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Dan matanya membelalak begitu melihat Ayah Ify berdiri di depan pintu rumahnya. Dan dia bisa merasakan pelukan Ify yang semakin mengerat di tubuhnya.


*********

Hanya membuat cerita aneh bin ajaib guys :D
Cuma berharap kalian suka, seneng, cinta sama karangan gue yang satu ini :*
Semoga aja yaaaa.
Gue butuh jejak kalian guys, gak sekedar jadi silent readers :p
Komentarnya ya guys ;)