Rabu, 30 April 2014

Love in Danger - Prolog (RIFY)

Buat semuanya yang mau baca ini, baca doa keselamatan dulu yah :D
Jujur, gue gak tahu ini apa. Cerpen ?? Oneshoot ?? Atau hanya prolog :o
karena gue membuat ini dengan penuh rasa tertekan :D #sok banget bahasa gue :D
ini cuma buat selingan yah guys :D karena gue pusing banget mau lanjutin cerbung yang mana -___-
yang jelas, loe semua jangan ada yang pada demo sama gue :o
Okeh, langsung aja, HAPPY READING ALL :*


Love in Danger

                Suara musik menggema di sebuah tempat terlarang di kota metropolitan. Musik berderu dengan kencang membuat setiap orang yang berada di dalam sana menjadi bersemangat dalam melakukan perbuatan yang mereka suka tanpa memikirkan akibat dari perbuatan itu.

          Ruangannya sangat gelap dan menjadi berwarna warni karena sebuah permainan lampu di dalamnya. Bau alkohol dan asap rokok menyebar di penjuru ruangan. Dan yang menjadi ciri khas dari tempat ini adalah, dipenuhi oleh manusia manusia yang merusak harga diri mereka sendiri.

          Melody’s club adalah nama dari tempat terlarang ini. Tempat yang menjadi tujuan orang – orang tertentu yang tidak bisa menghadapi hidup.

          Beberapa wanita dengan pakaian yang sangat minim sedang asyik meliuk liukkan tubuhnya di tengah ruangan dengan didampingi oleh beberapa pria yang asyik menikmati tubuh terbukanya. Sesekali tangan mereka meraba sekujur tubuh sang wanita.

          Sedangkan di tempat bar kecil, tampaklah bartender yang sepertinya sedang sibuk mengurusi para pelanggan. Sesekali wanita yang memesan minuman apapun tampak menggoda bartender tersebut.

          Serta di sofa sofa panjang yang mengelilingi ruangan itu, beberapa pasangan sedang asyik melakukan perbuatan yang dilarang. Mereka tidak perduli jika ada seseorang yang melihat kelakuan mereka. Yang menjadi prinsip para pria datang ke tempat ini adalah, bersenang senang dengan semua wanita penggoda yang ada disana.

          Tetapi tidak dengan di sofa kecil yang berada pada ujung ruangan. Disana terlihat beberapa pria yang sedang asyik meminum sesuatu berkadar tinggi. Mereka tidak tertarik untuk turun ke lantai dansa ataupun mengajak para wanita penggoda yang dari mereka masuk ke dalam tempat ini sudah menyambutnya.

          Mario Raditya dan Alvin William. Dua orang bersahabat itu selalu datang ke tempat terlarang ini. Tapi sampai sejauh ini pun mereka tidak pernah menyentuh para wanita penggoda yang ada di sana. Mereka hanya ingin merileks’kan pikirannya yang setiap harinya selalu dipenuhi oleh masalah.

          Tidak akan ada yang percaya bahwa dua orang bersahabat itu merupakan pemimpin sebuah perusahaan ternama di kota metropolitan ini. Karena mereka tidak pernah bertemu dengan pekerja yang ada di kantor mereka di tempat ini. Dan juga, tempat ini terletak sangat jauh dari perusahaan mereka.

          Mario kembali menenggak minuman beralkohol dengan kadar yang cukup tinggi itu. Karena sudah terbiasa, berapa banyak pun minuman yang ia tenggak, tidak akan bisa membuatnya kehilangan keasadarannya. Walaupun itu hanya 10 % saja.

“Loe beneran gak mau main bro ??” Tanya Alvin yang sudah terkapar dengan bersender pada senderan sofa.

          Mario melirik ke sahabatnya yang sepertinya benar – benar tidak mempunyai kesadarannya lagi. Dia menghembuskan nafasnya secara kasar. Dengan kasar, dia meletakkan botol beralkohol tinggi itu ke meja kaca kecil di hadapannya sampai menghasilkan bunyi yang keras.

          Laki – laki itu menatap ke lantai dansa. Kemudian tersenyum miring. Laki – laki ini benar – benar muak dengan semua wanita yang ada disini. Mereka seperti tidak mempunyai harga diri. Menjual tubuhnya hanya untuk mendapatkan sejumlah uang. Rela tubuhnya dijamah hanya untuk mendapatkan barang yang mereka inginkan.

“Wanita murahan.” Gumamnya pelan.

          Kemudian Mario berjalan menuju kearah toillet. Sesekali tangannya mengusir wanita – wanita yang mengajaknya ‘bermain’. Dia tidak akan pernah rela jika harus bersentuhan dengan wanita – wanita penggoda seperti mereka.

“Loe itu bayar gue buat nemenin loe minum kan. Bukan buat main sama loe. Jadi lepaskan gue.”

          Teriakan itu menggema begitu keras. Mario berhenti berjalan kemudian memutar tubuhnya sehingga sekarang dia menghadap ke sebuah kamar dengan pintu tertutup. Mario sangat yakin, jika teriakan itu berasal dari dalam.

“Gue gak mau. Lebih baik loe cari wanita lain yang mau main sama loe. Lepaskan.”

          Teriakan itu kembali terdengar. Laki – laki ini mengangkat alisnya tinggi – tinggi. Dibayar ?? Minum ?? Bermain ?? . Kemudian Mario tersenyum tipis. Dia mengerti maksud teriakan itu. Tapi yang menjadi pertanyaan disini adalah, mengapa wanita itu berteriak ‘tidak mau’ untuk bermain ??

“Sok jual mahal. Cish.” Desisnya pelan.

“Gue gak mau. Lepaskan. Tolong. Please, tolongin gue.”

          Mario membelalakan matanya. Baru kali ini, dia mendengar wanita yang sudah dibayar meminta tolong untuk dilepaskan. Tetapi mendengar teriakan meminta tolong itu berlanjut terus menerus membuat laki – laki ini panik sendiri.

          Dengan gerakan cepat, Mario mendobrak pintu kamar itu. Tidak perduli dengan apa yang terjadi nanti. Yang jelas, dia harus mengikuti kata hatinya yang menyuruhnya untuk masuk dan menolong wanita itu.

BRAK !! BRAK !! BRAK !!

          Dilihatnya seorang wanita yang sedang berbaring di kasur dengan keadaan yang sangat berantakan. Dan seorang pria yang sepertinya sedang berusaha membuka baju wanita itu dengan cara merobeknya.

“Brengsek. Siapa loe.” Teriak laki – laki itu seraya menatap tajam kearah Mario.

          Mario meludah disertai dengan senyum miring plus sinisnya. Dia bisa melihat air mata di wajah wanita itu. Dan juga baju mininya sudah banyak yang robek dimana – mana. Mario beralih menatap ke pria gila dihadapannya. Dia menatap tajam dan menyiratkan kemarahan yang luar biasa.

“Loe yang brengsek. Ngapain loe maksa dia buat menuruti keinginan loe.”

“Gue udah bayar dia.” Teriak pria itu. Mario kembali tersenyum miring.

          Dengan pelan, dia mendekat kearah pria itu. Senyum miringnya menghiasi wajah tampannya. Kemudian ....

BUK BUK BUK BUK 

“Keluar.” Perintah Mario dingin saat pria itu sudah terkapar di depannya dengan wajah yang lebam karena pukulannya tadi.

“Gue udah bayar dia.” Jawab pria itu. Mario tersenyum sinis kemudian mengeluarkan beberapa uang dari dalam dompetnya dan melemparkannya ke tubuh pria itu.

          Pria itu segera keluar dari kamar itu meninggalkan Mario dan seorang wanita yang sekarang sedang bersandar pada kepala ranjang dengan menutup tubuhnya menggunakan selimut tebal.

          Setelah pria itu keluar dari kamar. Mario mendekati wanita itu yang sekarang sedang memeluk tubuhnya dengan air mata yang masih berlinangan di wajahnya.

“Loe itu kalau mau jadi wanita murahan ya udah. Gak usah sok jual mahal dengan menolak pelanggan loe itu yang udah bayar loe mahal.”

          Wanita itu menggeleng gelengkan kepalanya dengan tangisan yang semakin menjadi. Mario jadi pasrah dan berjalan lebih dekat ke wanita itu. Dan dengan gentle’nya dia melepas jaketnya dan diberikan ke wanita itu.

“Pakai. Kita keluar dari sini.”

          Wanita itu mengangguk kemudian melepaskan selimutnya sehingga terlihat kulit mulusnya. Karena banyaknya sobekan dimana dimana membuat kulitnya sangat terlihat. Apalagi wanita itu menggunakan gaun terusan berlengan pendek dengan panjang hanya mencapai beberapa senti di atas lutut. Mario meneguk ludahnya kasar melihat tubuh mulus wanita itu. Dia menggeleng gelengkan kepalanya dan menatap kearah lain.

          Mario mendengarkan suara keributan yang tidak jauh darinya. Dia menggeram kesal kemudian cepat – cepat menarik wanita itu untuk mendekat kearahnya. Mario sangat tahu, jika keributan itu karena dirinya. Karena dia sudah memukul pria tadi yang mungkin memiliki banyak bodyguard di luar sana.

          Karena suara tersebut semakin dekat, Mario menarik wanita itu menuju ke sebuah lemari besar yang terdapat di dalam kamar. Kemudian dia masuk ke dalam sana setelah sebelumnya menarik wanita itu untuk ikut masuk. Lemarinya sangat sempit membuat mereka harus berdekatan di ruangan tanpa udara itu.

“Diem kalau loe pengin selamat.”

          Wanita itu mengangguk anggukan kepalanya. Mereka berdua sesekali menahan nafas. Kedua tangan Mario memeluk pinggang gadis itu. Sedangkan wajah keduanya tampak sangat dekat.

          Dan Mario baru menyadari jika wanita di pelukannya sekarang amat sangat cantik. Matanya cantik, hidungnya mancung dan bibirnya sangat seksi, membuat Mario ingin mengecupnya.

“Ehem.” Dehem wanita itu pelan membuat Mario tersadar kemudian mengalihkan wajahnya kearah lain dengan menggaruk lehernya salting.

          Sedangkan wanita itu terkekeh pelan. Dia tahu gerak – gerik laki – laki di hadapannya sekarang. Diam – diam, dia mengakui bahwa laki – laki di hadapannya sangat tampan. Tubuhnya tinggi atletis, matanya seksi, hidung mancung dan bibirnya sangat pas untuk ukuran seorang pria. Seksi juga menarik.

“Kayaknya udah aman. Kita keluar.” Ucap Mario dan menarik tangan wanita itu untuk keluar juga bersamanya. Mereka menghembuskan nafas lega.

“Thanks banget udah nolongin gue.” Gumam wanita itu pelan. Tapi Mario masih bisa mendengarnya. Laki – laki itu hanya tersenyum miring.

“Bersikaplah buat menerima keadaan. Gue baru sekarang ini lihat cewe bayaran kaya loe meminta tolong buat dilepaskan.” Ucap Mario tanpa perasaan.

“Terserah loe mau mikir apa. Gue Cuma ingin berterima kasih sama loe. Permisi.” Ucapnya pelan kemudian wanita itu melangkah keluar kamar.

          Mario hanya menatap langkah wanita itu yang berjalan sangat pelan. Sempat merasa bersalah karena perkataannya barusan. Tapi Mario tampak tidak perduli dan melangkah keluar kamar. Laki – laki ini berjalan ke sofa yang berada di ujung ruangan. Sahabatnya masih berada disana dengan dua wanita disebelahnya.

“Darimana bro.” Tanya Alvin dalam keadaan setengah sadar. Kedua tangannya merangkul pada bahu kedua wanita di kanan kiri pria ini.

“Cabut. Ini udah jam 3 pagi Vin.” Ucap Mario dengan menarik tangan sahabatnya. Alvin hanya menurut setelah sebelumnya memberikan ciuman di kedua pipi wanita itu. Mario hanya geleng – geleng kepala kemudian beranjak keluar.

          Entah berawal darimana sampai dua sahabat itu bisa menemukan tempat terlarang ini. Hampir setiap hari mereka ketempat itu. Tidak perduli dengan akibat – akibat yang mungkin saja terjadi pada mereka suatu saat nanti. Mereka berdua hanya ingin mendapatkan kebebasan. Dan kebebasan itu mereka cari pada malam hari. Seperti sekarang. Dan dua laki – laki itu hanya punya dua atau tiga jam untuk mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak.

**********

Menjadi seorang pemimpin di perusahaan ternama di dunia merupakan sebuah pekerjaan yang tidak mudah. Banyak hal – hal yang harus dilakukan untuk bisa tetap mempertahankannya. Entah itu harus fokus untuk memilih perusahaan mana yang bisa untuk diajak bekerja sama maupun harus fokus dalam menandatangani semua berkas – berkas penting menyanngkut perusahaan.

          Seperti sekarang. Mario sang pengusaha muda sedang duduk di kursi tertingginya. Dengan ditemani oleh kertas - kertas pentingnya mengelilingi sebuah meja besar di ruangannya.

Pakaiannya sekarang ini sangat berwibawa. Kemeja putih dengan jas hitamnya yang tersampir di kursi tertingginya. Celana hitam dan sepatu pantofel yang berwarna senada dengan jas’nya. Rambutnya tampak rapi. Tidak seperti pakaiannya jika sudah berada di sebuah tempat terlarang itu. Ini Mario yang sesungguhnya. Mario sang pengusaha sukses yang terkenal sebagai orang yang berwibawa.

Ceklek.

Suara pintu yang dibuka membuat Mario mengalihkan tatapannya dari berkas berkas penting di kedua tangannya. Dlihatnya seorang pria paruh baya yang sudah ia anggap sebagai ayahnya sendiri.

“Maafkan saya Pak Mario. Saya tidak sopan karena sudah membuka pintu ruangan bapak tanpa meminta ijin terlebih dahulu.”

Mario tersenyum. “Ada apa Pak ??”

“Hari ini sekretaris baru sudah mulai bekerja. Apa Pak Mario mempunyai waktu untuk bisa bertemu dengannya ??”

“Suruh masuk pak. Saya bisa mengerjakan ini nanti.”

          Pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya dan langsung membungkukan setengah badannya kemudian keluar ruangan.

          Mario tersenyum tipis. Dia sangat percaya dengan pria yang satu itu. Menurut Mario sendiri, pria paruh baya itu lebih tinggi derajatnya dibandingkan ayahnya sendiri di matanya juga di hatinya. Karena itu, dia menempatkan pria paruh baya itu sebagai Managing direktur atas usul ayahnya juga. Mengingat ayahnya, membuatnya tidak mood untuk meneruskan pekerjaanya.

“Ini pak sekretaris yang baru.”

          Mario mengangkat kepalanya untuk bisa melihat wajah sang sekretaris baru. Dan matanya membelalak begitu melihat wanita yang sedang berdiri di depan pintu dengan wajah yang sama kagetnya dengan dirinya. Tapi dengan cepat, Mario menguasai diri dengan berdehem pelan.

“Baiklah pak. Bapak bisa keluar dari ruangan saya. Saya ingin mengenal sekretaris yang bapak pilih lebih lanjut.”

          Setelah pria paruh baya itu pergi, Mario kembali menatap wanita yang sedang berdiri gelisah di depan pintu. Itu bisa terlihat karena wanita itu menggigit bibirnya dan meremas tangannya sendiri. Sepertinya wanita itu sangat amat takut sekarang. Karena yang menjadi bos’nya sekarang adalah, orang yang pernah menolongnya.

          Mario menatap wanita yang sedang menundukkan kepalanya itu dari atas hingga bawah. Dia tersenyum miring melihat cara berpakaian wanita itu yang sangat sopan sekali. Rok’nya saja beberapa senti di bawah lutut.

“Duduk.” Perintahnya tegas.

“Baik Pak.” Jawab wanita itu seraya berjalan dan duduk di kursi di hadapan Mario.

“Gue gak ngerti kenapa cewe kaya loe bisa jadi sekretaris disini.” Mario tersenyum miring menatap wanita yang duduk hanya terbatasi dengan meja besar itu.

“Maaf pak. Perkenalkan, nama saya Alyssa Sellina.” Ucap Wanita itu dengan mengalihkan pernyataan dari bos barunya dengan memperkenalkan diri.

          Mario bangkit dari duduknya dan memutar meja besar di ruangannya itu dan mendekat kearah wanita yang sedang menundukkan wajahnya dalam. Dia lagi – lagi tersenyum miring seraya duduk di atas meja tepat di depan wanita itu.

“Alyssa Sellina.” Mario mendekatkan wajahnya. “Gak usah berpura pura sok suci di depan gue. Kita sedang berdua sekarang.” Desisnya kemudian menjauhkan wajahnya.

“Gak nyangka, wanita murahan kaya loe bisa diterima di perusahaan ini. Gue gak ngerti apa yang membuat Pak Adit menerima loe. Atau jangan – jangan, loe merayu lagi, dengan tubuh loe itu.” Ucapnya penuh dengan kesinisan.

          Mario terus menatap wanita itu yang sedari tadi terus menundukkan wajah cantiknya. Dia bisa melihat air mata yang jatuh ke tangan wanita itu karena sedang di letakkan di atas pahanya.

          Yang tidak bisa di mengerti oleh Mario adalah, wanita itu adalah seorang wanita yang semalam baru ia tolong di Melody’s Club dari seorang pria yang sudah membayarnya. Dengan pelan, dia menggelengkan kepalanya miris. Kemudian, dia kembali duduk di kursi tertingginya.

“Pernah bekerja di perusahaan mana sebelumnya ??”

          Wanita itu mengangkat wajahnya mendengarkan pertanyaan lembut dari seorang pria yang menjadi bos’nya sekarang. Dengan cepat dia menghapus air matanya yang tiba – tiba mengalir setelah mendengarkan ucapan pedas dari seorang pria di hadapannya.

“Di perusahaan Damanik Pak.”

          Mario mengangguk anggukan kepalanya. Tidak bisa dipungkiri, bahwa yang disebutkan oleh wanita itu merupakan saingan terberat perusahaannya.

“Sebagai apa ?? Dan kenapa kamu bisa pindah kesini ??”

“Pernah menjadi karyawan, kepala bagian, supervisor dan sekretaris pak.”

“Pertanyaan kedua kenapa tidak dijawab Alyssa.” Ucap Mario tegas.

“Mmm, tempat kost saya berada tidak jauh dari perusahaan bapak. Maka dari itu, saya mengundurkan diri dari perusahaan Damanik dan beralih ke perusahaan ini.”

Mario mengernyitkan keningnya bingung, dengan refleks, wanita itu melanjutkan keterangannya agar tidak membuat bos’nya itu semakin marah.

“Karena saat saya masih di perusahaan Damanik, saya sering terlambat pak. Akibat dari bangun tidur saya yang sering kesiangan dan juga mencari kendaraan yang bisa mengantarkan saya ke perusahaan Damanik yang letaknya sangat jauh dari tempat kost saya.” Terang wanita itu dengan nada sopan.

“Alasan diterima. Kamu bisa mulai bekerja hari ini.”

“Terima kasih pak. Saya akan bekerja sebaik mungkin disini.”

“Bagus. Kamu tahu perusahaan menjadi terbaik itu apa kan ??” Tanya Mario dengan nada lembut. Wanita di hadapannya hanya diam.

“Okeh saya jelaskan, sebuah perusahaan akan memiliki kualitas yang baik jika semua pekerjaan dikerjakan dan dilakukan oleh kerja sama yang baik. Tidak memonopoli atau melakukan kecurangan dalam sebuah proyek yang akan dikerjakan nanti.”

“Dan dengan ini, perusahaan lain akan melihat sebuah eksperimen untuk melakukan kerja sama yang mungkin akan bisa menguntungkan satu sama lain. Semua itu dilakukan demi menunjukkan sebuah perusahaan yang dimiliki sebagai implementasi setiap perusahaan yang akan bermodal tinggi. Kamu tahu maksud saya kan ??”

          Wanita itu mengangguk anggukan kepalanya. Dia sebenarnya sangat terpana melihat kewibawaan seorang Mario. Pengusaha muda yang sangat tampan dan juga kaya raya. Perempuan mana yang tidak ingin menjadi kekasihnya atau istrinya. Semua wanita sepertinya sangat ingin menjadi bagian terpenting di hati Mario.

“Saya tidak akan melihat kamu sebagai wanita malam yang bekerja di Melody’s Club selama dikantor. Anggap saja kita baru bertemu sekarang. Mengerti ??”

“Mengerti Pak.”

“Silahkan kamu kembali ke tempat kamu. Dan bekerjalah dengan sepenuh hati.”

“Pasti pak. Saya permisi.”

          Mario menatap wanita itu dengan senyuman miring. Dia benar – benar tidak menyangka jika wanita yang semalam ia temui di tempat terlarang itu juga pernah bekerja di perusahaan terbaik milik Damanik. Mempunyai kepribadian ganda, sama seperti dirinya. Dan sepertinya, dia akan lebih bisa bermain main sedikit dengan wanita itu mengingat mereka akan bertemu setiap hari.

“Permainan ?? Sungguh menarik.”

***********

END !!!
Fix itu END guys :D Bukan TBC loh yah ..
sorry banget gantung, sorry banget gaje, sorry banget kalau judul sama ceritanya gak nyambung :D
Insya Allah, kalau mood gue lagi bagus, gue lanjutin :))
Mohon komentarnya guys :*
@IndahNurAmalia9

Jumat, 18 April 2014

Benci Jadi Cinta - Part 12 (YOSHILL)



HAPPY READING ALL !!!

 BENCI JADI CINTA
PART 12

As the time goes by, I miss you so much.

I want to make you feel, that I love you until the day I die.

And I promise, that I won’t make you cry.

Because, I will make you smile forever and ever.

***********
             
Seorang gadis sedang berada di sebuah halte sekarang. Kepalanya sibuk menatap hujan yang turun membasahi bumi dengan hebatnya. Disertai dengan angin kencang yang membuat siapa saja menggigil hanya dalam waktu beberapa saat.

            Shilla – gadis yang berada di halte sekarang – menggosok gosokkan kedua tangannya. Berusaha untuk menghangatkan tubuhnya saat ini. Entah mengapa cuaca sedang tidak bersahabat dengannya.

            Hari ini hari minggu, dan seperti sekolah pada umumnya, sekolah gadis ini juga libur. Jadi, shilla bisa bersantai sedikit dengan membebaskan otaknya dari pelajaran pelajaran yang membuat otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya.

“Nih hujan kapan selesainya yah. Gak mungkin gue terjebak di tempat ini terus. Mana handphone ketinggalan lagi.” Gerutu Shilla seraya duduk di sebuah bangku yang sudah tersedia disana.

            Shilla merutuki dirinya saat keluar dari rumah tadi. Sang mama sudah memperingatkan untuk membawa sebuah payung, tapi Shilla tetap saja tidak mau membawanya dikarenakan payungnya akan membuatnya repot. Dan sekarang Shilla menjadi tahu, jika perkataan orang tua itu tidak ada yang salah.

            Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depan halte. Shilla langsung membelalakan matanya begitu melihatnya. Dilihatnya ke kiri dan kanan. Gawat !! tidak ada siapapun disini. Apa orang yang berada di dalam mobil itu berniat untuk menculiknya ?? Atau berniat mengganggu Shilla ?? atau jangan jangan …

            Shilla menggelangkan kepalanya berusaha untuk membuang semua pikiran negatifnya. Sebelum pemikiran negatifnya terjadi, gadis ini harus lebih dulu melakukan sesuatu. Dan dengan secepat kilat, Shilla berlari menembus hujan yang masih turun dengan derasnya.

            Sedangkan seorang pemuda di dalam mobil hanya membelalakan matanya, melihat seorang gadis yang berlari menembus hujan dengan pakian yang tidak bisa melindungi tubuh gadis itu dari hawa dingin yang menyerang kulit gadis itu yang terbuka. Dengan gerakan cepat, pemuda ini langsung turun dan berlari mengejar gadis itu.

“SHILLA.” Teriaknya sangat keras. Tapi sayangnya suara hujan tidak bisa tertandingi oleh suaranya. Dan benar saja, gadis itu terus berlari menghindarinya.

“Shilla berhenti. Ini Gue.” Lanjutnya dengan mempercepat langkah untuk berlari.

HAP.

            Dengan gerakan cepat, pemuda itu langsung memeluk Shilla dengan eratnya supaya gadis itu berhenti berlari. Dengan paksa. Pemuda itu membawa Shilla menuju ke tempat yang bisa melindungi tubuh mereka berdua yang sudah basah kuyup.

“Hey. Ini gue Debo.” Ucap pemuda itu yang ternyata Debo. Shilla yang sedari tadi memberontak akhirnya diam begitu mendengar seseorang yang ia kenali.

            Shilla menatap pemuda itu dengan tatapan sebal kemudian memukul tubuh pemuda itu dengan membabi buta. Debo sampai susah untuk menghentikan aksi gadis itu yang bisa saja membuat tubuhnya membiru akibat kekerasan yang dibuat Shilla.

“Ini semua gara gara loe. Gue jadi basah kan.” Ucap Shilla kesal.

“Kok gara – gara gue ?? Jelas lah ini semua salah loe, gara gara loe, baju gue jadi basah banget kaya gini.” Protes Debo seraya mengibas ngibaskan rambutnya yang basah. Shilla juga berusaha mengeringkan bajunya.

“Sorry deh kak. Kita berdua sama sama salah.”

“lagian ngapain loe lari sih. Kaya ngelihat hantu aja.”

“Bukan hantu, tapi penculik. Gue kirain loe penculik bayaran. Terus ntar korbannya di jual ke luar negeri. Ish ngeri.” Gidik Shilla membuat pemuda itu gemas. Dengan pelan, diacak acaknya rambut Shilla yang basah.

“Masih dingin Shill ??” Tanya Debo sambil terkekeh pelan.

“Iyalah. Loe fikir ini angin apa ?? Gak ada yang bisa melawat angin hujan tahu. Dinginnya hujan itu bisa bikin orang masuk rumah sakit.”

“Lebay.”

            Shilla hanya tersenyum tipis. Kemudian sibuk dengan kegiatannya sendiri. Begitupun juga dengan pemuda itu. Shilla menatap Debo dengan perasaan yang tidak bisa diartikan.

“Apa gue harus bilang sekarang yah.” Gumam Shilla. Beberapa detik kemudian, gadis itu terlihat mengangguk anggukan kepalanya.

“Kak.” Panggil Shilla lembut.

“Kenapa Shill ??” Tanya Debo seraya tersenyum manis.

“Em gini kak. Gue mau akhirin sandiwara kita. Makasih banget karena kak Debo udah mau ngebantuin Shilla. Makasih kak Debo udah berusaha ngeluangin waktunya buat ngebantuin Shilla, bikin kak Rio cemburu.”

            Debo menatap gadis itu dengan seksama. Ada gak relanya saat Shilla bilang begitu. Karena nyatanya pemuda ini sudah menyimpan rasa suka bahkan cinta kepada Shilla. Tapi sekarang, gadis itu malah memutuskan untuk berhenti mengakhirinya.

“Shill, loe harus tahu. Dari dulu, saat kita masih duduk di bangku SMP. Gue udah lebih dulu suka sama loe. Udah lebih dulu cinta sama loe. Tapi gue gak pernah punya keberanian buat bilang ke loe.”

            Shilla tidak membalasnya. Dia hanya diam seraya menundukkan kepalanya. Dia tahu akan hal ini. Tapi Shilla tidak pernah mau mengingatnya.

“Dan sekarang gue berani Shill. Karena sampai saat ini pun gue masih sangat cinta sama loe. Apa gue salah. Kalau gue ingin milikin loe saat ini.” Lanjutnya dengan nada yang pelan. Membuat Shilla merasa bersalah.

“Tapi kak. Kakak kan tahu kalau Shilla suka sama kak Rio.”

“Gue dari dulu cinta sama loe Shill. Sedangkan Rio ?? Dia hanya anak kemarin sore yang baru ketemu loe. Apa loe gak bisa ngasih gue kesempatan ???”

“Maaf kak. Tapi gue gak pernah bisa buat mencintai kakak.” Jawab Shilla pelan.

“Please Shill. Beri gue kesempatan buat mengajari loe bagaimana cara mencintai gue. Gue yakin, loe pasti bisa mencintai gue.”

            Shilla menggeleng gelengkan kepalanya. Air matanya tanpa disuruh pun sudah turun dengan membentuk anak sungai di kedua pipinya. Dia tidak mengerti mengapa semuanya menjadi seperti ini. Disaat dia mulai bisa bersatu dengan Rio. Mengapa ada saja masalah yang membuatnya menjadi rumit seperti ini ??
“Maaf kak. Shilla permisi.” Ucap Shilla seraya berlari menembus hujan untuk mencari kendaraan yang bisa mengantarkannya ke rumahnya.

            Debo hanya diam seraya menatap gadis itu yang berlari menjauhinya. Pemuda ini sangat tidak terima dengan aksi penolakan gadis itu walaupun dengan tidak terang terangan, tapi pemuda ini cukup tahu dengan sikap Shilla yang langsung pergi untuk menghindarinya.

“Suatu saat nanti, gue akan bisa membuat loe mencintai gue Shilla.”

**********
            
 Rio sedang latihan basket di sekolahnya sekarang. Entah mengapa tim’nya mendapat amanat dari sekolah untuk mengikuti pertandingan melawan sekolah lain. Dan karena itulah. Di hari libur seperti ini, dia harus berangkat untuk latihan.

            Karena hujan yang turun membasahi bumi, maka latihannya pun diadakan di lapangan indoor. Tapi hati pemuda itu benar – benar tidak tenang. Sedari tadi, gadis itu tidak mengirimkan pesan singkat padanya. Rio sudah berusaha untuk menghubungi gadis itu tapi hanya diabaikan oleh Shilla.

“Bro, Safa tuh ngelihatin loe mulu dari tadi. Dengan mata berbinar binar penuh cinta.” Ucap Cakka dengan terkekeh pelan.

“Lebay loe.” Sahut Rio. Kemudian menatap Safa. Dan benar saja. Gadis itu sedang tersenyum begitu manis seraya menatapnya dengan mata yang berbinar.

“Loe parah banget bro. Masa loe mengabaikan cewe secantik Safa. Dia bela belain dateng kesini bersama dengan genk’nya yang super duper seksi itu. Buat ngelihatin loe main basket bro. Kayaknya tuh cewe udah kecanduan loe deh.”

“Hati gue Cuma buat Shilla.” Jawab Rio cuek. Kemudian mendribble bolanya dan kembali sibuk dengan benda orange itu. Mengabaikan Cakka yang sekarang sedang sibuk tebar pesona.

            Sedangkan di pinggir lapangan, tepatnya di bangku penonton. Safa masih asyik melihat Rio yang sedang sibuk dengan benda orange’nya. Entah mengapa, pemuda itu jauh lebih ganteng dari yang dulu. Dan entah mengapa, Rio sangat menarik di matanya. Membuat Safa sangat terobsesi untuk memiliki pemuda itu.

“Loe yakin bisa mendapatkan Rio ?? Rio kan cinta banget sama Shilla.” Ucap salah satu teman satu genk’nya – Angel.”

“Gue punya cara sendiri buat bikin tuh cewe menyingkir dari Rio. Loe lihat aja nanti. Rio bakalan jadi milik gue.” Ucap Safa penuh tekad. Sedangkan teman temannya yang lain hanya menggeleng gelengkan kepalanya prihatin.

“Loe terlalu terobsesi sama keinginan loe itu Fa. Loe harus inget, loe Cuma kagum sama Rio.” Ucap Zahra.
“Kagum ?? Gue cinta sama dia. Udah deh. Mendingan loe semua diem aja. Loe bertiga hanya harus mengikuti jalan cerita gue aja.” Ucap Safa karena kesal.

            Ketiga sahabatnya yang lain langsung diam karena tidak ingin membuat leader mereka menjadi semakin marah. Safa kembali sibuk menatap Rio dengan penuh minat. Gadis ini sudah menyusun cara cara di otaknya untuk membuat Rio menjadi miliknya seorang.

“Loe akan jadi milik gue Rio.”

************
             
Sepulangnya dari latihan basket, Rio sempatkan untuk berkunjung ke rumah Shilla. Karena sampai sekarang pun gadis itu masih belum menghubunginnya. Bahkan pesan singkat yang ia kirimkan kepada gadis itu pun belum dibalasnya sampai sekarang. Dia hanya ingin memastikan gadis itu baik baik saja.

            Rio tersenyum begitu manis begitu melihat maid di rumah Shilla. Seorang wanita paruh baya yang juga menjadi orang tua kedua bagi gadis itu. Tentunya saat kedua orang tuanya tidak di rumah. Wanita itulah yang selalu menjadi teman curhat gadis itu. Rio cukup tahu tentang informasi itu.

“Mau ketemu non Shilla ya den.” Tebak bibi dan hanya dijawab anggukan oleh pemuda itu. Tentunya dengan senyuman ramahnya.

“Duduk dulu den. Biar bibi panggilin non Shilla dulu.” Lanjutnya.

“Iya. Makasih Bi.” Jawab Rio ramah. Kemudian pemuda itu berjalan ke ruang tamu dan duduk di salah satu sofa disana.

            Beberapa saat kemudian, Shilla turun dengan menggunakan pakaian serba panjang. Dan juga syal merah yang tergantung di lehernya. Dengan kedua tangan yang memegang sapu tangan yang diarahkan ke hidungnya. Sepertinya gadis itu sedang dalam keadaan tidak baik baik saja.

            Rio mengernyit heran. Melihat tampilan gadis itu dan juga suara bersin Shilla yang terjadi berturut turut. Shilla langsung duduk di sebelah pemuda itu. Rio masih diam seraya mengamati gadis itu.
“Ngapain sih. Ngelihatinnya begitu banget. Hatciii.” Ucap Shilla dan kembali bersin.

            Tangan rio terangkat dan mengacak acak rambut gadis itu. Pemuda itu juga menyempatkan untuk mencium kening Shilla yang terasa panas.

“Kenapa sih loe. Bersin bersin terus dari tadi. Badan loe juga anget.” Ucap Rio seraya menyentuh tangan Shilla dan kening gadis itu.

“Tadi Shilla kehujanan kak. Terus pulang pulang begini deh.” Jawab Shilla lemah. Tubuhnya ia senderkan ke dada bidang pemuda itu. Rio dengan senang hati membiarkan dan malah membalasnya dengan memeluk gadis itu.

“Kenapa hujan hujanan ?? Emangnya tadi mau kemana ??”

“Tadi mau ke supermarket. Awalnya sih mama udah nyuruh Shilla buat bawa payung sebelum mama pergi tadi. Tapi gue gak mau.”

“Makanya. Orang tua ngomong itu didengerin.” Omel Rio.

“Oya kak. Gue baru inget. Loe habis darimana ?? Kok bawa tas segala ??” Tanya Shilla yang baru menyadari tentang tujuan pemuda itu kerumahnya.

“Darimana aja loe dari tadi. Kenapa baru tanya.” Sindir Rio. Shilla masih sempat sempatnya menunjukkan deretan gigi putihnya.

“Gue hari ini ada latihan basket di sekolah.”

            Shilla langsung menegakkan tubuhnya begitu mendengarkan penjelesan pemuda itu. Kenapa hal penting kaya gini dia sampai tidak tahu ??

“Kok gak ngasih tahu Shilla.” Protesnya.

“Gak ngasih tahu apaan. Orang gue udah menghubungi loe berkali kali. Bahkan banyak banget tuh pesan dari gue. Makanya, handphone loe jangan di cuekkin terus.”

“Masa ??” Tanya Shilla dengan raut wajah innocent. Membuat Rio gemas.

“Udah lupain. Gue kesini sebenernya mau memastikan keadaan loe. Ternyata gak baik baik aja. Sampai sakit kaya gini.”

“Gue baik baik aja kok kak. Paling besok juga sembuh.” Ucap Shilla. Kedua tangannya yang memegang sapu tangan sedari tadi sibuk bertengger di hidungnya.

“Gue mengharapkan juga begitu.” Sahut Rio seraya melihat kearah jam tangannya. “Udah siang ternyata. Gue pulang dulu yah Shill.” Pamitnya.

            Shilla langsung menunjukkan wajah tidak setujunya. Dia diam saja seraya menyenderkan tubuhnya pada sandaran sofa. Tidak perduli dengan ucapan pemuda itu yang bisa diartikan kalimat perpisahan untuk hari ini.

“Hey. Gue lagi pamit sama loe. Malah dicuekkin.” Ucap Rio.

“Siapa suruh pamit. Gak perhatian banget sih loe jadi cowok. Gue kan lagi sakit. Harusnya loe kan nemenin gue disini.”

“Tapi gue ada acara di rumah Shill.”

“Pokoknya gue gak ngijinin loe pergi dari rumah gue. Titik tanpa koma.” Tegas Shilla. Rio hanya menggelengkan kepalanya.

            Pada saat pemuda itu ingin menjawab ucapan gadis itu. Bel rumahnya keburu ada yang menekan. Jadilah Rio membatalkan ucapannya. Dan dengan penuh pengertian, pemuda itu akhirnya yang membukakan pintu. Karena tidak mungkin Shilla yang membukakan pintu dengan keadaan sakit begitu.

            Rio menatap sinis orang yang menekan bel rumah Shilla. Dia menatap tajam ‘tamu’ yang sudah membuat suasana hatinya memburuk. Debo. Pemuda itulah yang sekarang sedang berada di depan pintu rumah Shilla.

“Ngapain loe kesini.” Ucap Rio dengan nada yang tidak bisa dimengerti oleh Debo.

“Gue mau ketemu Shilla tentunya. Boleh gue masuk ?? Ah, ini rumah Shilla. Jadi, gue gak perlu buat minta ijin sama loe. Minggir.” Jawab Debo dan dengan santainya dia masuk setelah sebelumnya menyingkirkan Rio.

            Rio hanya melengos. Dia benar – benar sangat tidak suka dengan kehadiran pemuda itu sekarang. Apa Debo sering datang ke rumah ini tanpa sepengetahuannya ?? Rio dengan cepat langsung masuk ke dalam.

            Dan benar saja. Pemuda itu dengan lancangnya menyentuh kening Shilla. Dengan penuh kecemburuan, Rio duduk di depan mereka berdua. Menatapnya dengan tatapan tajamnya. Karena Debo sekarang sedang duduk di sofa yang sebelumnya ia duduki. Rio menghela nafas kasar.

“Loe kesini mau ngapain.”

            Dua orang yang duduk di seberang baru menyadari jika Rio sudah kembali. Mereka dengan serentak menatap kearah pemuda itu. Rio mengalihkan pandangannya dari tatapan mereka berdua.

            Shilla yang menyadari akan kecemburuan pemuda itu hanya tersenyum simpul. Merasa senang juga melihat reaksi pemuda itu. Amat sangat terlihat jelas bahwa pemuda itu sedang cemburu sekarang. Shilla punya ide untuk membuat pemuda itu cemburu lebih dalam.

“Makasih ya kak buat ini.” Ucap Shilla seraya mengangkat dompetnya. Rio yang mendengarkannya hanya membelalakan matanya.

“Sial, ucapan gue dicuekkin.” Batin Rio dengan kesal.

“Sama – sama Shilla. Loe udah baikkan ?? Maaf yah, tadi gue udah bikin loe hujan hujanan sampai sakit kaya gini.”

“Gak apa – apa kak, udah lumayan kok. Lagian tadi Shilla juga yang salah.”

“Tetep aja gue merasa bersalah.”

            Dan fix sekarang. Rio hanya menjadi orang yang tidak berarti disana. Hanya menjadi pendengar untuk 2 orang di hadapannya itu yang masih asyik melanjutkan obrolannya. Pemuda itu membuka ponselnya. Ada satu pesan singkat dari mama’nya yang menyuruhnya pulang sekarang.

            Rio kembali menatap kearah Shilla yang entah mengapa benar benar tidak perduli dengannya sekarang. Dan pemuda itu beralih ke orang yang membuatnya menjadi seperti ini – Debo. Rio menatap pemuda itu dengan tidak santai. Seperti ingin melemparkan sebuah bom kearah Debo.

“Shill.” Panggil Rio. Dan seperti sebelumnya, Shilla sama sekali tidak menyahuti ucapannya. Gadis itu masih asik mengobrol. Rio mendengus kesal.

            Lagi lagi pemuda itu menghembuskan nafas secara kasar. Kemudian memutuskan untuk membalas pesan mama’nya bahwa dia tidak bisa pulang sekarang. Rio tidak mungkin membiarkan Shilla berduaan dengan pemuda itu.

            Karena kedua insan di hadapannya masih sibuk sendiri. Rio memutuskan untuk berdiri dan berjalan kearah kedua orang itu. Dan tanpa di sangka, pemuda itu langsung duduk di tengah tengah setelah sebelumnya memberi peringatan kepada Debo untuk menyingkir. Dan pemuda itu menurutinya dengan hati yang kesal.

“Loe bisa sopan gak sih. Enak banget loe ngusir gue.” Protes Debo.

Rio menatap pemuda itu dengan tajam. “Ini tempat gue sebelum loe dateng. Jadi sudah sewajarnya loe menyingkir dari sini.”

            Shilla yang menyadari pemuda itu sedang sangat marah sekarang, hanya bisa terkekeh kecil. Puas banget rasanya membuat pemuda itu merasakan perasaan cemburu. Shilla juga ingin pemuda itu merasakan.

“Yang cepat dia duluan. Gue dulu yang nyampe sini. Tadi aja loe biasa aja. Kenapa sekarang loe marah. Aneh loe.” Ucap Debo masih tidak terima.

“Suara loe itu merusak pendengaran gue. Ngerti. Jadi, sebaiknya loe diem.”

            Shilla tidak bisa menahan tawanya. Dia langsung tertawa walaupun dengan suara yang nyaris tidak terdengar karena sakit flu’nya yang sedang menyerang tubuhnya. Rio mengangkat alisnya tinggi seraya menatap gadis di sampingnya yang sedang tertawa. Apa yang lucu ??

“Heh, ngapain loe ketawa ??”

Shilla menahan tawanya seraya menjawab. “Gak apa – apa. Emangnya kalau Shilla ketawa gak boleh ??”

“Muka loe lucu kaya badut berbadan gendut.” Sahut Debo kesal seraya pindah di sisi Shilla yang lain. Tepatnya di sebelah kanan gadis itu. Sedangkan Rio di sebelah kiri.

            Shilla yang mendengarnya kembali tertawa. Ucapan Debo benar – benar membuat perut gadis cantik ini sakit. Tidak bisa ditolerin lagi ekspresi Rio. Sudah benar – benar ingin memakan Debo hidup – hidup.

“Loe cari mati sama gue.” Desis Rio tajam. Tapi Debo sama sekali tidak merasa takut mendengar nada suara pemuda itu. 

“Gak usah dicari bro. Kematian itu takdir Tuhan. Gak usah di cari juga dateng sendiri. Loe aja yang bego.”

            Rio langsung bangkit karena tidak terima dengan nada suara pemuda itu. Shilla yang mengerti langsung menarik tangan Rio untuk kembali duduk. Sudah cukup sampai disini dia membuat pemuda ini marah. Gadis cantik itu akan mengakhirinya.

“Udah kak. Jangan berantem disini. Ntar kalau ada tetangga yang denger kan gak enak.” Ucap Shilla menengahi.

“Yaudah Shill. Kakak cabut dulu yah. Ada acara siang ini. Gak apa – apakan ??” Tanya Debo. Rio justru tertawa sinis.

“Jelas gak apa – apa. Itu malah bagus. Loe pergi itu sebuah kebahagiaan buat gue.”

“Kak Rio. Udah kenapa sih. Kaya anak kecil tahu nggak.” Omel Shilla. Kemudian gadis ini menatap kearah Debo. “Iya gak apa – apa kak. Makasih karena udah ngembaliin dompetnya yah.”

“Sama – sama cantik. Yaudah, kakak pergi. Cepet sembuh yah.” Ucap Debo lembut kemudian melangkah ke luar rumah setelah sebelumnya menatap sinis kearah Rio yang di balas dengan tatapan sinis pula oleh pemuda itu.

“Cemburu ??” Goda Shilla saat mobil Debo sudah berjalan menjauh.

            Rio menatap kearah Shilla sebentar kemudian kembali menatap kearah depan. Tubuhnya ia senderkan ke senderan sofa setelah sebelumnya menghembuskan nafas secara kasar. Kemudian menutup matanya.

“Kak Rio.” Panggil Shilla lagi karena pemuda itu mengacuhkannya.

“Gue pulang yah Shill.” Ucapnya tiba – tiba membuat Shilla tersentak.

            Pulang ?? Setelah sebelumnya berkata seperti mengusir Debo. Dan sekarang pemuda itu malah ingin pulang juga ?? Kalau tahu begini, Shilla pasti akan menahan Debo untuk menemaninya di sini. Dan membiarkan pemuda itu pulang sedari tadi.

“Terserah.” Ucap Shilla seraya berjalan masuk ke dalam rumah.

            Rio mengernyit. Kenapa sekarang gadis itu yang marah ?? Harusnya kan dia, sebagai orang yang dirugikan disini. Dengan cepat, Rio mengejar Shilla yang sudah sampai di pertengahan anak tangga.

“Heh, kenapa loe yang marah sih.” Ucap Rio setelah berhasil menangkap lengan gadis itu. Mereka sekarang sedang berdiri di beberapa anak tangga dari lantai atas.

Shilla menatap pemuda itu dengan mata berkaca - kaca. “Jelas lah gue marah. Kalau tahu gini, mendingan tadi gue gak ngijinin kak Debo buat pergi dan membiarkan loe yang pergi. Gue sendirian kak.”

            Rio menatap kearah gadis cantik itu yang sekarang sedang menundukkan wajahnya dengan air mata yang mengalir di kedua mata indahnya. Dengan pelan, Rio menarik gadis itu ke pelukannya. Memeluknya dengan sangat erat. Pemuda ini paling tidak suka melihat orang yang ia sayang menangis seperti ini.

“Maaf. Gue gak pernah ngerti apa yang loe mau.” Ucap Rio pelan. “Gue akan disini buat loe.” Lanjutnya.

            Shilla yang masih menangis hanya diam seraya menyenderkan kepalanya pada dada bidang pemuda itu. Membiarkan saja Rio memeluknya seperti ini. Toh, dia juga sangat menyukai pelukan pemuda itu yang selalu membuatnya merasa nyaman.

“Gue janji Shill. Ini terakhir kalinya gue membuat loe menangis.”

            Shilla mengangguk dalam tangisannya yang belum mereda. Rio bisa merasakan itu, karena sekarang bajunya juga basah karena air mata gadis itu. Menurut Rio, jika seorang laki – laki hanya bisa membuat seorang perempuan menangis seperti ini, dia adalah seorang pengecut. Dan Rio tidak ingin disebut pengecut.

            Karena pada dasarnya, pemuda itu mencintai Shilla. Tapi bukan sekarang saat yang tepat untuk dia meminta gadis itu menjadi kekasihnya. Ada saat tersendiri nanti. Rio sudah memikirkan semuanya. Dan cepat atau lambat, Shilla pasti akan menjadi miliknya. Tidak akan ia biarkan pemuda manapun untuk mendekati gadis cantik ini. Hanya Rio. Karena dia juga yakin, Shilla juga mencintainya.

*************

Gimana guys ??  Maaf banget kalau gak memuaskan ..
terima kasih buat kalian yang masih mau nungguin cerbung gue ini ..
mohon komentarnya :))