Sabtu, 05 September 2015

Love in Danger - Part 11 (RIFY)

PART 11



            Mario sedari tadi berdiri di depan kamar Alyssa. Melakukan segala cara agar orang yang berada di dalam sana keluar dari sarangnya. Dari mengetuk pintu dari cara halus sampai ke cara yang kasar sudah ia lakukan tetapi sang empunya belum keluar-keluar juga, membuatnya frustasi.

“Alyssa. Ini gue, buka pintunya please.” Teriak Mario untuk kesekian kalinya. Tetapi nihil, lagi-lagi tidak ada jawaban.

“Loe tuh kurang kerjaan yah.” Bentak seseorang yang membuat Mario langsung mencari sumber suara. Dan seketika dia mendengus sebal menyadari seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah musuh Alyssa.

“Gue gak ada urusan sama loe.”

“Iya lah. Ngapain juga gue punya urusan sama loe. Tapi loe udah mengganggu ketenteraman kost gue.”

            Mario tidak mendengarkan malah melakukan kegiatan seperti sebelumnya lagi, membuat wanita yang berdiri dengan tangan bersedekap di depan dada menatapnya malas.

Jika laki-laki itu bukan mangsa Alyssa, pasti dia sudah lebih dulu menangkap laki-laki itu. Sayangnya dia sudah di pakai Alyssa, dan dia tidak akan pernah mengambil apa yang sudah dipakai oleh wanita malam itu. Batin wanita itu.

“Mario. Dengerin gue untuk sekarang ini. Alyssa gak ada di dalem. Mau loe dobrak pintunya juga loe gak akan ketemu sama dia. Karena Alyssa udah keluar dari kost gue. Loe gak mungkin gak tahu tentang hal itu kan ??”

            Mario terdiam, tangannya terkepal dan menatap wanita itu dengan tatapan tajamnya. “Alyssa gak pernah memberitahu gue tentang kepindahannya dia. Jadi loe jangan mencoba untuk membuat gue jauh dari Alyssa.”

“Jadi loe gak percaya ?? Loe gak tahu aja kalau Alyssa menyimpan semuanya dari loe. Dan gue yakin banget kalau loe gak tahu juga tentang kepindahan dia. Pikir aja, seberapa penting loe buat dia sampai dia gak memberitahukan semuanya sama loe.”

“Alyssa buka pintunya. Gue tahu loe di dalem Lys.” Teriak Mario tanpa menyambut ucapan ucapan dari musuh kekasihnya itu.

“Berisik Mario. Loe dengerin ucapan gue. Mau loe percaya atau gak gue gak perduli. Yang penting sekarang, loe jangan berisik. Ini masih pagi.”

“Loe gila ?? Ini udah jam 9. Cewe macam apa loe yang bilang jam 9 masih pagi.”

“Whatever loe mau ngomong apa tentang gue. Yang jelas loe segera enyah dari kost gue. Berisik. Kalau loe mau tahu lebih lanjut tentang cewe malam itu loe tanya langsung sama ibu kost.”

            Mario hanya diam seraya menatap kamar Alyssa dengan pandangan sayunya. Kemudian beralan menuju ke mobilnya terpakir. Dia tidak habis pikir dengan wanitanya itu. Mengapa semuanya selalu dirahasiakan ?? Tidak bisakan Alyssa menceritakan semuanya kepada dirinya ?? Apa yang perlu ditakutkan ??

            Untuk urusan kepindahan Alyssa yang Mario tidak tahu menahu tentang hal itu, Mario merasa kecewa. Sangat kecewa. Bagaimana mungkin wanita yang sudah ia beri kepercayaan lagi-lagi melakukan hal seperti ini ??

            Mario melihat ke jam tangannya sekali lagi. Kemudian memutuskan untuk pergi ke perusahaan Gabriel. Dia tahu, pasti wanita itu ada disana. Mario hanya butuh penjelasan, tidak lebih dari itu. Jika memang tidak ada disana. Mario berjanji tidak akan mencari keberadaan Alyssa jika memang itu yang diinginkan oleh wanita itu.

**********

            Mario menatap Gabriel dengan tatapan permusuhannya. Mereka sekarang sedang berada di dalam ruangan mewah Gabriel di kantor laki-laki itu. Mario benar-benar datang kesana hanya untuk mencari seorang Alyssa.

“Gue Cuma mau loe kasih tau keberadaan Alyssa. Cuma itu.” Desis Mario dengan pandangan matanya yang masih mengarah ke Gabriel.

“Udah gue bilang berapa kali juga, Alyssa dari beberapa hari kemarin gak pernah berangkat kerja. Loe kira gue bego bisa kalian tipu segampang itu.”

“Gue gak ngerti apa yang loe omongin.”

“Gue tau loe bersekongkol sama Alyssa. Dan kedatangan loe kesini udah direkayasa sama kalian berdua. Seolah olah, loe memang lagi mencari keberadaan wanita gak tahu diri itu.” Jawab Gabriel dengan pandangan permusuhannya.

“Pantas aja banyak karyawan loe yang gak suka sama loe. Sifat loe kayak gini ternyata.” Sinis Mario.

“Lebih pantas gue daripada loe yang jadi pemimpin. Mana ada pimpinan yang siang-siang begini nyari seseorang. Perusahaan loe udah gak bisa dikembangin lagi ??”

Mario mengepalkan kedua tangannya, benar-benar marah dengan orang di hadapannya sekarang. “Gue kesini Cuma nyari Alyssa. Dimana dia ??”

“Gue juga lagi nyari dia. Kunci perusahaan gue ada di dia, jadi gue gak akan membiarkan tuh cewe lolos begitu aja dari jangkauan gue.”

“Percuma gue ngomong sama loe, gak ada guna.”

            Mario membalikkan tubuhnya seraya menuju ke pintu keluar. Saat menutup pintu ruangan Gabriel, dia melakukannya sediki keras membuat Shilla yang saat itu sedang ingin menuju ke ruangan Gabriel menjadi berhenti tak jauh dari Mario.

            Mario berhenti melangkah saat melihat Shilla yang berhenti tak jauh dari keberadaannya sekarang. Mata Mario menatap wanita itu, tepatnya pada mata Shilla. Pertemuan ini, pertemuan yang sangat ingin Mario hindari.

“Shilla tunggu.”

            Teriakan Mario yang menyuruhnya berhenti saat dia berniat kembali ke ruangannya benar-benar menghentikan langkahnya. Dia mencekram berkas yang dia peluk di depan dadanya. Mario berlari kemudian berhenti tepat di hadapan Shilla.

“Gue baru tahu kalau perusahaan yang loe maksud adalah perusahaan ini Shill.”

“Please Yo, gue mohon. Pura-pura kalau kita gak saling mengenal selama gue masih berada di kantor ini.” Ucap Shilla pelan tanpa memandang Mario.

“Kenapa loe gak jujur sama gue ??”

“Karena gak ada gunanya kita saling jujur satu sama lain. Jadi gue mohon, urusan apa yang membawa loe kesini, please, jangan menyangkut pautkan sama gue.”

            Mario hanya diam seraya menatap wanita di hadapannya yang benar-benar tidak ingin melihat kearahnya. Merasa bersalah. Hanya itu yang ada di benaknya saat ini untuk Shilla. Karena merasa tidak ada gunanya lagi mereka berduaan disana, Shilla mengundurkan dirinya dari sana. Kembali ke ruangannya dan membatalkan pertemuannya dengan atasannya itu.

            Mario masih tetap diam seraya menatap punggung wanita itu hingga Shilla menghilang di dalam lift. Mario menghela nafasnya pelan. Mungkin dia harus membereskan dulu masalahnya dengan Alyssa, setelah itu baru dia akan menyelesaikan masalahnya dengan keluarganya.

*********

            Alyssa menegak minumannya sekali lagi. Dia menatap sinis teman-temannya yang sedang berdansa di lantai dansa dengan beberapa laki-laki hidung belang yang memang sengaja datang kesini untuk menarik salah satu wanita yang bekerja disini.

            Alyssa hanya tersenyum sinis melihat semua laki-laki yang datang kesana hanya mempunyai 1 tujuan, yaitu memuaskan diri sendiri. Entah bagaimana bisa Alyssa masih betah disana, hanya menyaksikan adegan yang sebenarnya membuat wanita itu mual seketika. Tetapi Alyssa tetap bertahan disana.

“Fy.”

            Alyssa mengalihkan pandangannya kearah sumber suara. Bunda Shinta. Pemilik sekaligus penerima tamu di Club itu. Alyssa hanya tersenyum tipis melihatnya kemudian melanjutkan meminum minumannya lagi.

“Yakin gak mau gabung dengan mereka ??” Ucap Bunda seraya menunjuk sekumpulan teman Alyssa yang sedang melakukan pekerjaannya.

            Alyssa menggeleng tegas seraya menyenderkan tubuhnya di sofa.

“Kamu bisa melakukannya hanya untuk hari ini Ify. Setelah itu, kalau kamu mau berhenti lagi untuk keesokan harinya silahkan.”

“Enggak Bunda. Aku dateng kesini Cuma ingin nyari ketenangan. Bukan buat bekerja.”

Bunda mengangguk anggukan kepalanya tetapi masih belum menyerah. “Banyak yang mau kamu Fy. 1 kali ya, uang yang akan kamu dapatkan akan jauh lebih banyak dari sebelumnya. 2 kali ya, tambah banyak. Apalagi 3, 4, 5 kali.”

“Ify memang lagi butuh uang Bunda, tapi bukan seperti ini caranya.”

“Lakukan aja pekerjaan kamu seperti sebelumnya Fy. Without touching. Biasanya seperti itu kan. Lakukan aja seperti kamu biasanya.”

            Alyssa terdiam. Dia memikirkan apakah akan ia ambil pekerjaan ini atau tidak. Hanya untuk 1 hari. Dia benar-benar sedang membutuhkan uang banyak sekarang. seperti kata Bunda without touching, jadi loe gak udah khawatir.

“Okeh bun, aku ambil.”

            Bunda tersenyum lebar, kemudian dia memilihkan target untuk Alyssa. Dan Alyssa memilih 1 dari hampir 10 orang yang ingin mendapatkannya malam ini. Dan seperti sebelumnya, dia melakukan pekerjaannya. Tanpa sentuh lebih dari bibir dan tangan. Setidaknya dia akan mendapatkan uang untuk malam ini.

*********

            Mario memasuki melody’s club dengan pakaiannya yang sudah sangat berantakan. Tetapi justru itulah yang membuatnya terlihat lebih keren. Kemejanya sudah keluar dari apitan celana, dan dasinya hanya menggantung sembarang di kerah kemeja. Tujuannya saat ini hanya untuk mencari Alyssa. Seperti sebelumnya. Selama Alyssa belum bisa ia temukan, Mario tidak akan pernah berhenti mencarinya.

            Berdasarkan informasi yang berhasil ia dapatkan dari Ayahnya – Pak Adit, Alyssa sedang berada di sini dari kemarin. Dan Mario langsung menuju kesini setelahnya. Dia hanya ingin berhenti dengan wanita itu, hanya ingin memastikan bahwa Alyssa baik baik saja.

            Mario menuju ke mini bar kemudian duduk disana. Memesan minuman seadanya kemudian matanya mengitari seluruh penjuru club. Mencari keberadaan wanitanya itu, Alyssa.

“Mencari seseorang mas ??”

Mario tersenyum mendengar pertanyaan dari bartender disana. Dia mengangguk.

“Kalau boleh tahu siapa mas ?? Siapa tau saya bisa bantu.”

“Namanya Alyssa. Dia dulu kerja disini, tapi udah beberapa bulan ini dia berhenti. Loe tahu ??”

Bartender itu hanya mengerutkan alisnya heran. “Alyssa ?? Saya sudah bekerja disini bertahun tahun tapi baru kali ini denger ada pekerja disini yang namanya Alyssa.”

            Giliran Mario yang mengerutkan alisnya bingung. Baru kali ini ?? Bekerja bertahun tahun ?? Aneh. Teringat sesuatu, Mario mengeluarkan handphone’nya kemudian menunjukkan foto Alyssa yang ia ambil saat mereka masih bersama dan menunjukkannya kepada bartender itu.

“Mas salah. Ini namanya Ify bukan Alyssa mas. Sejak kapan mba Ify namanya jadi Alyssa.” Ucap Bartender itu lagi seraya tersenyum.

“Ify ??” Mario merasa bingung disini. Nama Ify disebut untuk keberapa kalinya dari nama Alyssa. Laki-laki ini benar-benar dibuat bingung oleh Alyssa.

“Yah Ify, maksud gue dia. Loe lihat ??”

“Tadi dia barusan dapat pelanggan. Tapi saya kurang tau mas dia ada di kamar nomor berapa.”

“Sial.” Sungut Mario dengan marah, rahangnya mengeras dan tangannya terkepal. “Gue bisa nanya siapa untuk tahu dia lagi ada di kamar nomor berapa.”

“Bunda. Wanita yang lagi duduk disana.” Ucap bartender itu seraya menunjuk wanita paruh baya yang masih cantik karena perawatan yang dilakukannya secara rutin itu.

            Mario mengangguk kemudian mendekati wanita itu yang disebut bartender itu dengan sebutan Bunda. Setelah melakukan beberapa paksaan, akhirnya Bunda memberitahu keberadaan Alyssa dimana. Mario langsung berlari dengan membabi buta menuju ke kamar yang dimaksud.

“Alyssa, buka pintunya.” Teriak Mario dari luar kamar.

“Kalau loe gak buka pintu dalam hitungan ketiga, gue dobrak pintunya.” Teriak Mario sekali lagi seraya tangannya menggedor gedor pintu kamar itu.

            Mario memundurkan tubuhnya saat tahu pintu akan dibuka. Setelah melihat siapa yang membuka, Mario langsung melayangkan pukulannya ke wajah pria hidung belang yang berada dalam 1 kamar dengan Alyssa. Alyssa ?? Mario menghentikan pukulannya kemudian mengalihkan pandangannya pada wanita yang masih diam di tengah ranjang dengan pandangan mengarah padanya. Dengan cepat, dia berlari mendekati Alyssa.

“Gue gak akan mentolerir untuk hal ini Lys. Loe akan mendapatkan hukumannya setelah ini.” Ucap Mario tegas seraya membantu Alyssa membetulkan pakaiannya yang sudah tidak beraturan.

“Lepas, gue gak ada urusan sama loe lagi Mario. Lepaskan.”

“Loe ikut gue sekarang.”

“Denger, gue lagi kerja, dan gue udah dibayar. Jadi mending loe minggir sekarang.”

“Alyssa.” Teriak Mario dengan kerasnya sampai membuat Alyssa memejamkan matanya erat. “Gue bisa bayar loe lebih dari dia bayar loe. Ngerti.” Desis Mario.

            Mario langsung menarik tangan Alyssa untuk mengikutinya hingga ke mobilnya. Dan Mario langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju apartement’nya.

            Setelah sampai di apartement’nya, Mario langsung menarik tangan Alyssa menuju ke kamarnya. Dan dia mendudukan Alyssa diatas ranjangnya dengan kasar.

“Kenapa Lys ??”

“Loe gak ada hak untuk tanya apapun sama gue.”

“Gak ada hak ?? Jadi cowo pertama yang mengambil mahkota berharga loe masih anggep gak punya hak tentang loe ??”

“Jangan pernah mengungkit hal itu lagi.” Teriak Alyssa frustasi.

“Gue akan menuruti perintah loe kalau loe juga menuruti perintah gue.”

“Mario, hubungan kita hanya sebatas atasan dan bawahan. Gak lebih dari itu.”

“Terserah loe Alyssa. Mulai sekarang, loe tinggal sama gue di apartement gue. Gak ada alasan loe untuk nolak permintaan gue.”

“Otoriter. Gue benci sama loe.”

            Mario mendekat kearah Alyssa kemudian membaringkan tubuh Alyssa dengan tubuhnya yang berada di atas tubuh wanita itu. Alyssa berusaha mendorong Mario untuk menjauh dari tubuhnya. Tetapi tetap saja tidak bisa, Mario terlalu kuat jika dibandingkan dengan tubuhnya sendiri yang kecil.

“Gue gak suka tubuh loe disentuh orang lain. Apalagi sama orang yang seharusnya pantas menjadi ayah loe Alyssa. Gue gak suka. Dan gue akan menghapus bekas dia di tubuh loe. Semua yang ada di diri loe, adalah milik gue.”

            Mario langsung mencium Alyssa dengan membabi buta setelah mengucapkan kalimat itu. Selanjutnya, Mario benar-benar melakukan kegiatan yang sudah ia rindukan selama Alyssa tidak berada dalam jangkauannya. Dan sekarang, ia benar-benar melampiaskannya langsung kepada wanita yang selalu berada dalam pikirannya.

            Alyssa juga tidak bisa menolaknya. Karena sesungguhnya, dia juga merindukan Mario. Merindukan semua yang berada dalam diri laki-laki itu. Alyssa benar-benar merindukannya. Malam itu, mereka melakukannya sekaligus melepas rindu yang sudah lama mereka pendam.

**********

            Alyssa mengerjap ngerjapkan matanya. Berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya yang masuk melalui jendela kamar tersebut. Dia menguap sebentar kemudian merasakan berbeda dengan tempat yang sedang dirinya tempati sekarang.

            Alyssa memutar bola matanya ke penjuru ruangan dan baru menyadari jika dia sekarang sedang berada di dalam kamar Mario. Terbukti karena laki-laki itu sedang berada di sebelahnya dengan tangan kanan Mario memeluk perutnya. Kemudian Alyssa memejamkan matanya erat karena baru mengingat apa yang sudah mereka lakukan semalam.

“Lepasin tangan loe Mario.” Ucap Alyssa seraya menyingkirkan tangan besar Mario. Bukannya melepaskan, laki-laki itu malah memeluk perutnya semakin kencang.

“Mario, please. Lepaskan. Gue mau ke kamar mandi.”

            Mario membuka matanya perlahan kemudian tersenyum seraya menatap wajah Alyssa yang tetap cantik walaupun baru bangun tidur. Dia semakin mengeratkan pelukannya membuat Alyssa menghembuskan nafas frustasi setelahnya.

“Akhirnya bisa melepaskan rindu juga sama loe Lys.”

“Gue gak kangen sama loe.” Ucap Alyssa cuek.

“Yakin ?? Gue gak yakin tuh. Yang paling jelas, gue udah bisa menghapus bekas sentuhan pria hidung belang yang udahh nyentuh loe tadi malem.”

“Udah berapa kali gue bilang, kerjaan gue gak serendah itu Mario.”

“Gue tahu. Gue Cuma gak suka sama pekerjaan loe itu. Dan mulai sekarang, gue gak akan pernah mengijinkan loe menginjakkan kaki loe di Club itu.”

“Emang loe siapa ??”

“Gue Mario, satu-satunya cowo yang pernah menyentuh loe.”

“Pervert. Sekarang lepasin tangan loe, gue mau ke kamar mandi Mario.”

Mario menganggukkan kepalanya. “Boleh, tapi syaratnya loe harus ngasih gue morning kiss dulu. Baru gue lepasin.”

            Karena habis kesabaran, Alyssa menghadapkan tubuhnya kearah Mario kemudian memberikan ciumannya di bibir laki-laki itu. Setelahnya, dia menjauhkan wajahnya dan melihat Mario yang sedang tersenyum puas karena keinginannya lagi-lagi berhasil ia dapatkan.

“Okeh tuan putri. Silahkan.”

            Alyssa hanya mendengus kesal karena laki-laki itu selalu menggodanya. Dia bergegas bangkit kemudian menuju ke kamar mandi. Mario tersenyum puas karena bisa membuat Alyssa tidak bisa berkutik seperti itu. Dia memandang langit kamarnya. Misinya kali ini adalah menyelidiki tentang semua hal yang berhubungan dengan Alyssa. Dia sudah mencapai tingkat maksimum untuk ingin tahu apa saja yang terjadi dengan wanita itu yang tidak diketahui oleh dirinya.

            Teringat jika pintu kamar mandi yang sekarang sedang ditempati Alyssa tidak mempunyai kunci, Mario bergegas menyusul kesana dengan seringainya yang membuatnya terlihat tampan. Dan kalian mengetahui sendiri apa yang terjadi di dalam sana.

********

“Shilla kemana ??” Tanya Gabriel saat dia sampai di depan ruang receptionist di lantai 4. Seperti sebelumnya, dia terlebih dahulu pergi ke lantai 4 untuk melihat Shilla. Seperti sudah menjadi kebiasaan sekarang.

“Mohon maaf pak. Sepertinya Ibu Shilla hari ini ijin libur karena ada kepentingan keluarga. Sebelumnya sudah mengatakan pada Ibu Sarah Pak.

            Gabriel mengangguk anggukkan kepalanya, untungnya dia sudah bilang pada Sarah yang notabene adalah atasan Shilla. Jika tidak, Gabriel pasti mempunyai alasan untuk bisa bertemu dengan wanita itu, walaupun hanya untuk memarahinya. Karena alasan dia memarahi Shilla, salah satunya adalah untuk bisa dekat dengan wanita itu. Walaupun caranya salah, menurut Gabriel sendiri, ini cara yang wajar.

“Okeh, pastikan pekerjaan hari ini dilakukan dengan benar oleh karyawan lain.”

“Baik Pak.”

            Gabriel mengangguk kemudian beranjak menuju ke ruangannya sendiri. Kembali memasuki ruangannya yang baginya seperti neraka baginya. Karena jika Gabriel sudah masuk ke dalam sana, rasanya waktu istirahatpun dia tidak mempunyai hal itu.

            Gabriel berhenti di depan meja sekretaris. Harusnya meja itu ditempati oleh Alyssa, tapi lagi-lagi wanita itu hilang entah kemana. Dia juga masih belum tahu, apakah Mario berhasil menemukan Alyssa atau tidak. Meja itu terpaksa ditempati oleh Eva, salah satu bagian HRD untuk menggantikan posisi Alyssa untuk sementara.

“Tolak semua tamu untuk hari ini selama saya belum memberi ijin kamu untuk menerima tamu, Paham.”

            Eva hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian Gabriel bergegas memasuki ruangannya. Dia hanya ingin ketenangan hari ini. Ingin memikirkan apa yang Alyssa lakukan sehingga wanita itu tidak pernah kembali ke dalam kantor lagi. Ck, seharusnya dulu dia menyelidikinya terlebih dahulu alasan Alyssa kembali ke perusahaannya. Sial.

            Mungkin sore nanti, dia akan menuju ke rumah Shilla untuk meminta bantuan wanita itu. Hanya wanita itu yang bisa membantunya untuk saat ini. Setidaknya, dia bisa lebih dekat dengan wanita itu. Walaupun bukan dengan cara yang seharusnya.

*********

            Mario tersenyum melihat wanitanya yang sedang menyantap makananya dengan lezatnya. Alyssa hanya tersenyum tipis menyadari laki-laki di hadapannya yang selalu menatap kearahnya. Walaupun lama-lama merasa risih juga dilihat secara terang-terangan seperti itu.

“Mulai hari ini, loe resmi tinggal disini.”

            Alyssa hanya melirik dan menatap sinis laki-laki di hadapannya. Percuma saja dia menolak, ujung-ujungnya Alyssa akan menuruti kemauan laki-laki itu juga.

“Percuma kan gue nolak.”

“Pinter.” Mario tersenyum puas melihat Alyssa yang tidak bisa menolak keinginanya.

“Mario.”

            Mario mengangkat wajahnya seraya menatap wanita di hadapanya. Dia mengernyit melihat Alyssa malah menjadi diam. “Kenapa ??” Tanyanya.

“Gue mau masuk ke perusahaan loe lagi. Gue akan keluar dari perusahaan Gabriel.”

            Mario hanya tersenyum mendengarnya kemudian melanjutkan makannya lagi. Dia menganggukkan kepalanya tanda sudah menyetujui permintaan wanitanya.

“Meja itu emang milik loe Lys. Alasan apa lagi sekarang ??”

“Enggak, gak ada alasan apa-apa. Gue Cuma udah menyelesaikan urusan gue sama perusahaan Damanik aja.”

            Mario hanya mengangguk anggukkan kepalanya. Merasa percuma jika harus bertanya lebih lanjut mengenai hal-hal yang pastinya Alysssa tidak akan menceritakannya kepada dirinya.

“Sorry, gue Cuma belum bisa mengungkapkan semuanya sama loe Mario. Gue janji, suatu saat nanti. Loe akan tahu semuanya.”

Mario lagi lagi hanya mengangguk. “Tapi gue Cuma ingin tahu satu hal dari loe Alyssa. Mengenai keluarga loe. Loe yakin orang tua loe udah meninggal ?? Dan loe gak punya 1 keluarga pun yang deket sama loe ??”

            Alyssa terdiam. Dia menundukkan wajahnya dalam. Sebenarnya tidak ada salahnya jika dia memberitahukan semuanya kepada Mario. Tetapi yang jadi ketakutannya, Bunda dan Ayah menjadi tahu jika ada orang lain yang mengetahui mengenai masalahnya itu. Akan bahaya untuk Mario nantinya.

“Lys, loe bisa percaya sama gue.”

“Orang tua gue emang beneran udah gak ada Mario.”

            Mario terdiam seraya menatap wajah Alyssa. Menunggu kelanjutan cerita wanitanya. Mungkin Alyssa memang belum bisa percaya sepenuhnya dengan dirinya. Dan dia akan membuat wanitanya percaya kepada dirinya.

“Gue masih punya kakak. Kakak kandung gue. Satu-satunya saudara kandung yang gue punya.”

“Seseorang yang loe sebut Bunda itu siapa ??”

            Alyssa menatap wajah Mario yang menunggu jawabannya. Mungkin jika dia bercerita kepada laki-laki itu, Mario bisa membantunya suatu saat nanti untuk menyelamatkan seseorang yang sangat dia sayang dan dia cintai.

“Gue dulu pernah diangkat menjadi anak oleh sebuah keluarga. Dan Bunda adalah Ibu tiri gue. Kalau tahu seperti ini kehidupan gue setelah menganal Bunda. Gue gak akan menerima mereka mengangkat gue menjadi anak Yo.”

            Mario hanya bisa mengusap lengan wanitanya untuk menenangkannya. Dia juga baru tahu jika Alyssa mempunyai orang tua yang ternyata bukan orang tua kandungnya. Setidaknya, wanitanya sudah mau menceritakan masalahnya pada dirinya, walaupun belum semuanya diceritakan oleh Alyssa.

“Kakak kandung loe ??”

“Dia ....” Alyssa menghentikan kalimatnya. Menatap dalam mata Mario. Antara yakin dan tidak yakin untuk menceritakan hal itu kepada lelakinya.

“Gue gak akan maksa kalau loe gak mau cerita.”

            Alyssa bangkit dari bangkunya kemudian menuju ke tempat Mario yang duduk di hadapannya. Lalu dia duduk di atas pangkuan Mario. Sedangkan laki-laki itu merasa senang karena Alyssa bersedia untuk berdekatan dengannya tanpa harus ia paksa seperti biasanya.

Alyssa mengecup bibir Mario kemudian mengalungkan tangannya di leher laki-laki itu. “Loe harus janji kalau loe akan jaga rahasia gue, dan gak akan pernah menanyakan lebih lanjut mengenai hal itu.”

            Mario mengangguk seraya menata rambut Alyssa yang berantakan. Dia mengusap usap pipi wanitanya dengan sayang membuat Alyssa merasa yakin untuk menceritakannya.

“Kakak kandung gue pernah mengalami kecelakaan dulu. Yang membuat kaki dia patah dan terpaksa kaki kakak gue diamputasi dan menjadikan kakak gue gak punya kaki kananya.”

            Mario mengusap lengan Alyssa dengan sayang. dia menggelengkan kepalanya jika Alyssa tidak mau menceritakan semuanya. Mario mengecup bibir wanita itu untuk menguatkannya. Alyssa melepasnya kemudian tersenyum kepada laki-laki itu.

“Dan karena itu juga, gue yang harus jadi tulang punggung keluarga. Ayah sama Bunda nyuruh gue nyari uang buat membiayai mereka. Kalau gue enggak bisa menghasilkan uang, kakak gue akan dibunuh.”

“Kok bisa tega banget orang tua tiri loe ??”

“Gue enggak tahu.”

“Itu alasan loe, kenapa loe bisa sebegitu giatnya nyari uang ??” Alyssa hanya mengangguk sebagai jawabannya.

            Mario hanya mengusap rambut halus Alyssa dengan sayang. Dia akan berjanji kepada diri sendiri jika dia akan melindungi Alyssa juga kakak iparnya itu dari siapapun. Dan dia akan berjanji menyelamatkan kakak kandung Alyssa.

“Gue tahu gimana sedihnya loe. Gue janji akan membantu loe. Loe gak sendirian sekarang.”

            Alyssa hanya mengangguk. Dia tahu, bahkan sangat tahu. Jika dia menceritakannya kepada Mario, maka hasilnya akan membuat dirinya bahagia. Dia juga percaya kepada laki-laki itu. Dia sangat percaya Mario.

“Thanks Mario.”

            Mario tersenyum begitu manis kemudian mencium bibir wanita itu dengan lembut. Alyssa ikut tersenyum seraya menyambut perlakuan Mario. Alyssa benar-benar mencintai pria ini. Tapi dia masih belum bisa menebak apakah Mario mencintainya atau tidak. Entah apa jadinya jika Mario tidak mencintainya melainkan hanya memanfaatkannya saja sebagai pemuas nafsu pria itu.

            Alyssa tidak ingin melihat Mario dengan wanita lain. Mulai saat ini, dia harus bisa membuat Mario mencintainya. Harus. Karena Alyssa sudah meyakinkan dirinya bahwa dia benar-benar mencintai pria itu. Dan mulai saat ini, dia akan berusaha untuk bisa membuat Mario hanya mencintai dirinya seorang.


**********

Alhamdulillah part 11 clear juga :)
Tinggalkan jejak kalian ya guys, kalau bisa saran dan komentarnya :)
Semakin banyak saran dan komentar, maka makin semangat gue nulisnya, dan makin cepet gue ngepost'nya :)
See you next time ^^

Jumat, 04 September 2015

Love in Danger - Part 10 (RIFY)

Sebelumya gue mau ngucapin permintaan maaf buat kalian semua.
Gak pernah ada pemikiran buat PHP'in kalian :( 
Bener-bener gak ada kuota buat share tulisan gaje gue. Sorry :(

Next, gue mau ngucapin selamat buat MARIO, yang udah bisa nyiptain lagu sendiri. Walaupun baru single, gue selalu menanti single kalian yang lain, kalau bisa ALBUM. Amiin :)
Semangat terus buat RIO ALVIN, sukses selalu yaaaa ;) 




PART 10

            Mario sedang sibuk dengan makananya. Pria ini sekarang sedang bersama Alyssa di apartement’nya. Setelah meyakinkan wanita itu akan kesetiannya, akhirnya Alyssa luluh juga dengan kalimat-kalimatnya. Pria ini berhasil membawa wanita itu ke apartement’nya.

            Dia menatap kembali ke makanan Alyssa dan menatap wanita itu bergantian. Ada yang aneh dengan mata wanita itu, tampak kosong. Mungkin Alyssa memang sedang banyak pikiran. Batin Mario.

“Ehem.” Mario mengernyit karena tidak mendapati tanggapan dari wanita itu.

            Pria itu menyentuh lengan Alyssa yang masih berada di atas meja dan mengusapnya pelan. Alyssa langsung terbangun dari lamunannya. Dia menatap Mario sebentar kemudian memakan kembali makananya yang sudah tampak dingin.

“Kenapa ??” Tanyanya dengan tangan kirinya yang masih mengusap lengan Alyssa.

“Enggak. Cuma kepikiran sesuatu aja.”

“Kapan loe bisa berbagi masalah loe sama gue Lys.”

“Gue gak kenapa-kenapa Mario.”

Mario menghela nafas pasrah. Dia menyerah untuk membuat wanitanya mau jujur dan berbagi masalahnya dengan dirinya.

“Wanita yang kemarin sama gue namanya Zahra Lys. Dia mantan gue.” Ucap Mario mencoba menjelaskan kepada wanita itu.

“Loe udah menjelaskannya kemarin.” Jawab Alyssa singkat.

“Gue dulu pernah pacaran sama dia selama 2 tahun. Dan kita putus, saat gue harus ke Italia buat melanjutkan study gue. Dia gak mau LDR, makanya gue putusin dia. Tapi dia juga waktu itu gak mau putus sama gue. Yang artinya, dia gak mengijinkan gue buat ke Italia.” Mario menjelaskan kembali, tidak perduli kalau Alyssa mau mendengarkannya atau tidak.

“Sebenernya Italia bukan sasaran gue buat dijadiin tempat gue meneruskan study gue. Tapi ini perintah Papa. Dan saat Zahra bilang dia gak mengijinkan gue buat ke Italia, gue langsung mengiyakan. Karena waktu itu perasaan gue juga masih besar buat dia. Dan Papa marah besar sama gue.” Lanjutnya.

“Tapi setelah itu, gue patuh juga sama Papa. Gue mau, waktu papa menginginkan gue buat ke Italia lagi. Karena Papa mengeluarkan ancaman yang gak bisa gue toleransi lagi. Zahra dan keluarganya akan menderita kalau gue gak mau nurutin perintah Papa Lys. Itu yang bikin gue terpaksa putus sama dia.”

“Dan saat gue di Italia, gue udah lost contact sama dia. Karena Handphone gue jatuh entah dimana membuat semua yang berhubungan dengan Zahra hilang. Dan gue bener-bener memulai hidup baru gue disana. Menjadi Mario yang seperti sekarang.”

            Mario menatap mata Alyssa yang tidak memberikan komentar apapun saat dia bercerita tadi. Wanita itu masih diam dengan tangan yang bergerak aktif memainkan sendok di atas makananya. Membuat makanan itu sudah tidak berbentuk lagi dan tidak pantas untuk dimakan.

“Loe marah sama gue ??”

            Alyssa menghela nafas kemudian mengalihkan pandanganya dan sekarang menatap mata Mario dalam. “Enggak, justru gue bangga sama loe, loe udah mau jujur sama gue tentang masa lalu loe. Loe membuat gue percaya sama loe.”

Mario tersenyum kemudian mencium bibir wanita itu pelan.

“Gara-gara loe hidup terlalu lama di Italia, loe jadi pervert seperti sekarang.” Lanjut Alyssa datar seraya menatap makanannya lagi.

“Gimana lagi. Loe tahu kan Italia itu kayak gimana. Disana, gak ada pakaian tertutup. Apalagi daerah deket kampus gue. Gue gak pernah bosen tinggal disana.” Ucap Mario menyahuti perkataan Alyssa seraya menggoda wanita itu.

            Alyssa hanya menatap sinis pria itu membuat Mario tertawa lepas. Dengan pasti, dia mendekat kearah Alyssa kemudian mengangkat tubuh wanita itu ke atas pangkuannya membuat Alyssa reflek memukul lengan pria itu.

“Karena makanan loe udah gak layak dimakan, gimana kalau kita berdua makan makanan gue bareng. Biar romantis Lys.”

“Ck, apanya yang romantis. Minggir, gue gak nafsu makan Mario.”

“Kan makan’nya sama gue. Bukannya kalau sama gue, nafsu loe selalu tinggi ya.” Goda Mario yang membuat kepalanya mendapat sasaran dari tangan jail wanitanya.

            Mario hanya terkekeh kemudian menyuapi Alyssa dengan makananya. Dan wanita itu sudah mau menerima suapan darinya. Mereka makan bersama dengan candaan kecil yang menengahi acara makan bersama mereka.

            Mario menatap wajah wanita itu dengan seksama saat Alyssa masih sibuk dengan handphone’nya. Wanita itu berada di atas pangkuannya –yang sekarang sudah berubah menjadi menyamping- dan mereka masih berada di meja makan. Mario tersenyum kecil saat menatap wajah wanitanya. Cantik. Dia sangat menyukai bentuk wajah wanitanya. Entah mengapa tidak pernah bosan untuk dilihat kapanpun dan dimanapun.

“Ck, gak usah ngeliatin gue gitu banget Mario.” Tegur Alyssa kesal. Masih tidak perduli dan masih sibuk dengan handphone’nya.

Mario terkekeh kecil. “Enggak, gue seneng aja kalau lagi ngeliatin wajah loe.”

“Alasan apa lagi sekarang ??” Tanya Alyssa masih tanpa menatap Mario.

“Enggak ada. Dan efek gue ngeliatin loe terus, gue jadi pengin bawa loe ke kamar dan kita berbaring bersama di atas kasur. Dengan posisi loe yang dibawah gue dan gue yang ......Aw.”

            Alyssa dengan sadisnya mencubit lengan Mario. Tidak perduli dengan ringisan dan teriakan pria itu yang menyuruhnya berhenti. Gila. Pria ini memang sudah gila. Bisa-bisanya mengungkapkan apa yang diinginkannya –yang seharusnya tidak di ucapkan- secara bebas seperti itu.

“Lepasin Alyssa. Ini beneran sakit.” Ringis Mario seraya berusaha menyingkirkan tangan wanita itu dari lengannya.

“Siapa yang nyuruh loe buat mengungkapkan keinginan pervert loe secara bebas seperti itu Mario.” Desis Alyssa.

“Iya iya maaf. Lepasin dulu tangan loe sayang.”

            Dengan perasaan kesalnya, dia melepaskan jarinya dari lengan pria itu karena tidak tega melihat ringisan pemuda itu yang sepertinya memang sedang menahan sakit. Dia melirik sekilas ke lengan pemuda itu yang sepertinya memerah di bagian cubitan dia tadi. Tapi dia tidak perduli.

“Loe tega banget sama gue Lys.” Ucapnya manja seraya mengusap usap lengannya.

“Bodo.” Ucap Alyssa seraya bangun dari pangkuan laki-laki itu. Kemudian beranjak untuk menata kembali meja makan dengan membawa piring bekas mereka makan dan membawanya ke dapur.

“Alyssa.” Teriak Mario tetapi tidak didengarkan oleh wanita itu. Saat dia ingin menyusul wanita itu, getaran handphone menghentikan niatnya. Dia melirik sekilas, ponsel Alyssa.

            Mario mengernyit melihat ada yang aneh disana, tulisan ‘Bunda’ yang hadir di layar handphone wanitanya. Dengan ragu, dia mengambil handphone wanita itu dan menatap nama si pemanggil dengan bingung. Hanya menatapnya tanpa berniat untuk menjawab panggilan tersebut.

            Sesaat kemudian getaranya benar-benar berhenti. Mario masih menatap nanar layar handphone Alyssa. Bunda ?? Maksudnya apa ?? Alyssa bilang kepadanya jika dia sudah tidak mempunyai orangtua, tetapi mengapa sekarang ada nama Bunda yang melakukan panggilan dengan wanita itu ??

            Mario menundukkan wajahnya, merasakan kepalanya berputar karena terlalu rumit dengan semua kejadian ini. Dia mengangkat kembali wajahnya saat dirasakan handphone Alyssa yang masih berada dalam genggamanya bergetar kembali.

Dengan nama pemanggil yang masih sama dengan sebelumnya.

Apa yang harus ia lakukan ?? Mengangkatnya atau membiarkannya ??

            Karena dia ingin tahu apa yang terjadi, Mario menekan tombol hijau kemudian mendekatkannya ke telinga.

“Ify, kamu bener-bener anak kurang ajar. Berani-beraninya kamu gak ngangkat telepon saya tadi, habis darimana hem ?? Kamu jangan main main sama saya Ify.”

            Mario hanya diam mendengarkan apa yang diucapkan oleh si pemanggil. Tetapi sesaat setelah mendengarkan kalimat itu, dia mengepalkan tangan kirinya yang tidak memegang handphone. Berani sekali dia membentak wanitanya. Tetapi sesaat dia juga tersadar jika si pemanggil dengan nama ‘Bunda’ di layar juga menyebut Alyssa dengan Ify. Siapa Ify ??

“Saya sudah mendengar penjelasan dari Bos kamu. Keluar ?? Apa yang ada dalam pikiran kamu ?? Darimana kamu dapet uang kalau kamu keluar Ify ??”

            Mario hanya mengurut pelipisnya yang terasa menjadi sangat pegal disana. Kepalanya berputar membuatnya pusing. Sebenarnya si pemanggil salah sambung atau bagaimana ?? Sudah jelas jika si pemilik handphone bernama Alyssa. Mengapa sedari tadi dia menyebut nama Ify disana ?? Lalu Bos ?? Apa maksudnya ?? Batin Mario menyuarakan banyak pertanyaan yang membuatnya pusing sendiri.

“Malam ini, kamu harus mengirim uang kepada saya. Harus. Dan saya tidak menolak penolakan kamu. Atau 1 nyawa menghilang.”

            Desisan terakhir disertai dengan panggilan yang ditutup oleh si pemanggil di seberang sana. Mario meletakkan handphone’nya lemas di atas meja. Jadi apa maksudnya ini semua ?? Mario benar-benar butuh penjelasan sekarang. Tetapi bagaimana dia menanyakannya kepada Alyssa ??

“Mario.”

            Mario mengangkat wajahnya mendengar sapaan lembut yang selalu hadir dalam hidupnya akhir akhir ini. Dia menatap wajah Alyssa yang nampak terkejut melihat handphone milik wanita itu sedang berada dalam genggamannya. Dia merasakan Alyssa yang merebut handphone’nya secara kasar dari tangannya. Tetapi Mario masih belum mau merespon semuanya. Dia masih terlalu bingung.

“Apa yang loe lakuin sama handphone gue Mario. Jawab.” Teriak Alyssa, wanita ini merasa marah karena laki-laki dihadapannya merebut privacy’nya.

            Mario tersadar kemudian menundukkan wajahnya. Memikirkan bagaimana cara dia mengungkapkan kepada Alyssa. Dan Alyssa menatap Mario dengan mata indahnya yang sudah nampak berkaca kaca. Dengan cepat, dia mengutak atik handphone’nya. Dan matanya membelalak melihat 1 panggilan yang dijawab beberapa menit yang lalu. Dia menatap Mario dengan mata berkaca-kaca. Kemudian dengan cepat dia keluar menuju ke ruang depan dimana tasnya berada disana dan bersiap pulang.

            Mario yang tersadar segera berlari kemudian menahan wanita itu dan memeluknya secara paksa. Dia bisa mendengar tangisan wanitanya walaupun wajah Alyssa terendam didadanya. Dia hanya bisa mengusap usap punggung dan rambut wanita itu untuk menenangkannya. Semua ini terlalu cepat. Dia tidak bisa berpikir secara rasional sekarang. Yang ada di pikirannya, dia harus menenangkan wanita itu. karena pasti, Alyssa sedang dalam masa kalutnya sekarang.

            Setelah tangisan wanitanya berhenti, Mario melepaskannya kemudian menjajarkan tinggi mereka sehingga wajah keduanya sekarang benar-benar berhadapan. Tangannya terangkat mengusap air mata yang masih membekas di wajah cantik Alyssa.

“Gue mohon tetap disini. Gue tahu loe belum bisa cerita sama gue tentang semuanya. Gue akan nunggu saat loe siap buat cerita Lys.”

            Alyssa menggelengkan kepalanya dengan mata yang berkaca kaca lagi. Dia menghapus kasar air matanya yang berhasil menetes kemudian menatap Mario tajam. Dia sedang tidak ingin bersama siapa-siapa sekarang.

“Gue mau pulang.” Ucap Alyssa yang membuat Mario mendesah kecewa.

            Dia hanya mengangguk dan bersiap untuk mengambil kunci mobilnya tetapi tangannya ditahan oleh Alyssa.

“Gue pulang sendiri.”

“Enggak, gue akan anterin loe pulang selamat sampai rumah.”

“Mario, please.” Ujar Alyssa lemah, menatapnya dengan penuh permohonan.

            Mario mendesah keras kemudian mengusap wajahnya kasar. Dia menatap wajah Alyssa kembali yang sekarang sedang menundukkan wajahnya.

“Loe harus janji sama gue loe akan baik-baik aja. Telepon gue selalu. Dan harus minta bantuan gue kalau loe butuh bantuan.”

            Alyssa tidak merespon ucapannya. Mario mengangkat dagu wanita itu kemudian mendekatnya wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir wanita itu. Dengan mata tertutup, berusaha meresapi semua yang baru saja terjadi. Alyssa meneteskan air matanya kembali saat dirasakan laki-laki itu menciumnya dalam keadaan mata yang tertutup. Kemudian, dia ikut menutup matanya.

            Mereka masih berada di posisi seperti itu. Hingga Mario benar-benar mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi dan mencium wanita itu dengan lebih berani. Pria itu melumat bibir Alyssa dan memperdalam ciumannya. Perlahan, tangan Alyssa terangkat kemudian mengalungkannya di leher Mario. Ikut meresapi ciuman pria itu yang baginya adalah penyemangat hidupnya.

*********

Gabriel berjalan dengan pelan seraya melirik kanan kirinya memasuki gedung besar yang sudah sah menjadi miliknya. Dia mengernyit karena tidak menemukan salah satu objek yang sedari tadi dicarinya. Merasa aneh, pria itu menggeleng gelengkan kepalanya pelan kemudian meneruskan langkahnya menuju lift untuk sampai di ruangannya di lantaii atas.

“Selamat pagi Pak Gabriel.” Sapa salah seorang karyawati.

“Pagi.” Jawab Gabriel datar seraya berjalan menuju kearah lift dan memasukinya.

            Gabriel menekan tombol 4, kemudian lift berjalan pelan. Pria itu menghembuskan nafasnya frustasi saat pintu lift sudah terbuka. Buat apa dia kemari ?? Ah, dia bisa menggunakan jabatannya untuk alasannya nanti.

“Selamat pagi Pak Gabriel. Mohon maaf sebelumnya, tetapi ada apa Bapak kemari ??” Tanya seorang bagian recepcionist disana. Memang, di kantor Gabriel, setiap lantai pasti ada bagian recepcionist’nya. Jadi, tidak jarang tamu yang tidak berkepentingan harus merasakan yang namanya ditolak oleh bagian itu.

“Hanya ingin melihat lihat secara langsung saja.”

“Baik Pak, silahkan.” Karyawati itu mengekor di belakang direkturnya itu. Dia hanya mengikuti semua perintah atasanya itu, karena jika dia menolak barang sekali saja, sudah pasti pekerjaannya sekarang akan menghilang begitu saja.

“Semuanya lancar ?? Gak ada kendala apapun ??”

“Lancar Pak. Dan tidak ada kendala apapun. Semuanya baik-baik saja.” Jawab Karyawati itu sopan. Tidak biasanya atasanya ini ingin mengetahui secara langsung kinerja karyawannya.

            Gabriel memberhentikan langkahnya. Dia menatap 1 objek yang sedari tadi dicarinya tanpa sadar. Ashilla. Wanita itu sedang duduk di bangkunya dengan wajah tidak semangat. Memang, wanita itu sedang bekerja sekarang. Tetapi dilihat dari wajahnya, itu sudah membuktikan bahwa wanita itu sedang tidak dalam mood yang baik.

“Ehem. Mohon perhatiannya. Pak Gabriel sedang ingin memeriksa kinerja kita semua secara langsung. Mohon bantuannya.”

            Sesaat setelah suara karyawati itu, seluruh karyawan yang berada disana mengalihkan pandangan mereka pada Gabriel yang masih berdiri di dekat dengan ruangan mereka. Dengan kompak mereka membungkukan badanya tanda hormat. Gabriel terus melihat kearah Shilla yang sama sekali tidak melihat kearahnya.

“Silahkan bekerja kembali.” Perintah Gabriel dengan datar.

            Mereka mengangguk kemudian meneruskan pekerjaan mereka. Termasuk Shilla. Wanita itu masih tidak ingin melihat kearah atasanya. Gabriel berjalan memutar dari meja satu ke meja yang lain. Mengamati, tetapi pikirannya hanya bisa fokus pada wanita yang berada di seberang sana. Dan setelah berada di hadapan meja Shilla, Gabriel berhenti.

“Kamu tidak bisa untuk lebih menghormati saya ??” Desis Gabriel.

Shilla mengangkat kepalanya menatap atasanya itu. “Mohon maaf Pak, tetapi apa salah saya ??”

“Kamu mengabaikan saya Ashilla. Tidak seharusnya sikap seorang karyawan seperti itu kepada atasanya.”

“Maafkan saya pak.”

            Gabriel masih menatap wanita di hadapannya yang sekarang sudah menundukkan wajahnya kembali. Dia bisa melihat kedua tangan perempuan itu meremas satu sama lain.

“Kamu dapat jatah lembur hari ini sebagai hukuman kamu.”

            Gabriel langsung berjalan meninggalkan ruangan itu. Dia kembali berjalan menuju lift untuk menuju ke ruangannya sendiri. Tangannya terkepal erat dan matanya terpejam. Entah dia sadar atau tidak apa yang sudah ia lakukan pada Ashilla.

            Sedangkan Ashilla hanya menyembunyikan wajahnya pada lipatan kedua tangannya yang ia taruh diatas meja kerja. Merasa malas jika harus berurusan selalu dengan atasanya itu. Dia sudah merasa lelah dengan semuanya. Tetapi dia belum bisa berhenti bekerja sekarang. Ada sesuatu hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Setelah itu, dia akan keluar dari nerakanya menurutnya.

**********

            Alyssa sedang duduk di atas meja makan di dalam tempat kos’nya yang selama ini ia tinggali. Dan mungkin malam ini menjadi malam terakhir dia bermalam disana. Karena mulai besok, Alyssa akan mencari apartement kecil saja untuk menjadi tempat tinggalnya selanjutnya. Banyak alasan mengapa Alyssa akan pindah tempat tinggal. Dan ini sudah menjadi keputusanya.

Alyssa menghembuskan nafasnya secara frustasi. Dia baru menyadari satu hal sekarang. Mengenai masalah Damanik Company. Entah bagaimana jika Gabriel atau pegawainya yang lain mengetahui mengenai saham mereka yang sudah berada di tangan bosnya di markas. Alyssa benar-benar melupakan hal itu.

            Dan mengenai hal ini, dia harus secepatnya keluar dari perusahaan itu. Jika bisa mulai besok dia harus sudah memberikan surat pengunduran dirinya ke perusahaan itu.

            Bukan hanya masalah Gabriel, masalah Rio juga salah satu alasanya. Mengenai panggilan dari Bunda yang dijawab oleh Mario. Pasti laki-laki itu berpikiran yang tidak-tidak mengenai dirinya. Tetapi memang benar, dia sedang tidak bisa untuk menjelaskan semua itu kepada Mario. Belum bisa. Setidaknya tidak untuk saat ini.

            Jika bukan karena seseorang yang sangat berharga untuknya yang masih berada di tangan seseorang yang ia sebut Bunda itu, pasti Alyssa sudah tidak pernah perduli dengan Ayah dan Bundanya itu. Tetapi seseorang yang berharga itu yang membuatnya tidak bisa lepas dari cengkraman mereka.

            Dia ingin bisa menikmati hidup. Dia ingin bahagia bersama dengan orang yang menyayanginya. Kapan Tuhan akan mendengar permohonanku ini ?? Gue Cuma ingin bahagia di umur gue yang sudah hampir memasuki kepala tiga. Ingin menikah, mempunyai anak dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecilnya. Kapan hal itu akan terjadi dalam kehidupannya ??

            Alyssa kembali dari lamunanya saat dirasanya ada getaran dari handphone’nya yang ia letakkan di atas meja makan. Wanita cantik ini hanya meliriknya sekilas. Kemudian menghela nafasnya kembali secara frustasi. Terpampang jelas nama Mario disana. Dan Alyssa tidak berniat untuk menjawab panggilan tersebut.

            Setelah getarannya berhenti, Alyssa mengambil handphone’nya kemudian mengetik pesan singkat untuk seseorang. Selanjutnya Alyssa langsung bersiap untuk pergi ke suatu tempat yang baginya sangat menyenangkan untuk dirinya tempati. Karena disana, Alyssa merasa tidak sendirian. Siapapun tidak akan ada yang bisa berhentiin keinginan wanita cantik ini. Untuk Mario sekalipun. Karena Alyssa akan pergi ke Melody’s Club.

*********

            Gabriel menyandarkan tubuhnya yang terasa sangat pegal karena melakukan pekerjaan seharian ini yang tidak ada habisnya. Dia melirik jam tangannya sekilas kemudian menghela nafas karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

            Seraya membereskan pekerjaannya untuk dikerjakan lebih lanjut di apartement’nya nanti, dia jadi teringat dengan wanita itu. Shilla. Seharian ini, wanita itu benar-benar tidak ada dalam penglihatannya. Benar-benar menhilang dalam penglihatannya.

            Tetapi mengingat hukuman yang ia berikan untuk wanita itu tentang waktu lemburnya. Dia mempunyai kesempatan untuk kesana. Entah mengapa, Gabriel ingin melihat wanita itu walaupun hanya sekilas.

            Saat di lift, Gabriel memikirkan 1 hal, entah mengapa dia menjadi merasa bersalah kepada Shilla. Wanita itu sudah sering mendapat perlakuan yang tidak baik darinya. Padahal, Shilla tidak pernah berbuat kesalahan fatal kepada dirinya maupun pada pekerjaannya.

            Gabriel berhenti tepat di depan ruangan yang didalamnya beberapa ruangan milik karyawannya. Matanya terfokus pada Shilla, satu-satunya orang yang berada disana. Masih berkutat pada pekerjaannya tanpa memperdulikan waktu yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.

            Gabriel berjalan mendekat tanpa menimbulkan suara apapun. Setelah hampir dekat, laki-laki ini bisa melihat dengan jelas wajah pucat wanita itu. Sangat pucat, bibirnya juga kelihatan kering. Apa wanita itu sedang sakit ??

“Shilla.” Panggilnya dengan suara otoriternya seperti biasa.

Shilla mendongak kemudian menundukkan wajahnya tanda hormat kepada atasanya itu. “Selamat malam pak Gabriel.”

“Pekerjaannya belum selesai ??” Tanya Gabriel, suaranya lebih lembut dari sebelumnya karena tidak tega juga melihat wajah pucat wanita itu.

“Belum pak. Tapi saya janji akan meneruskan pekerjaan saya hingga selesai sebelum pulang.”

“Beresin pekerjaan kamu. Kamu bisa melanjutkannya besok pagi.”

            Shilla menatap Gabriel dengan pandangan tidak percaya. Tetapi kemudian dia langsung tersadar dan menggumam “Baik pak, terima kasih”. Bisa dilihatnya Gabriel yang berjalan menjauh dari ruangannya. Shilla bergegas merapikan pekerjaannya kembali untuk dikerjakan keesokan harinya.

            Dia merasa tidak enak badan saat ini. Padahal tadi pagi dia merasa baik-baik saja. Mungkin karena dia belum makan malam. Jadi tidak mempunyai tenaga untuk melakukan apapun. Mungkin setelah ini, dia akan mencari makan terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya.

“Pak Gabriel.” Gumam Shilla saat sudah berjalan keluar dan melihat Gabriel sedang duduk di salah satu sofa ruang tamu disana.

“Selama itukah hanya membereskan pekerjaan, Shilla ??” Desis Gabriel.

“Maafkan saya Pak. Saya benar-benar tidak tahu jika pak Gabriel sedang menunggu di luar. Bapak mengapa menunggu disini ?? Menunggu siapa pak ??”

“Pura-pura bego lagi. Loe lah. Gila aja gue biarin karyawati gue sendirian saat semua orang udah gak ada disini.”

            Shilla hanya diam. Gabriel mendesah kasar kemudian berjalan terlebih dahulu ke dalam lift. Shilla masih berdiam diri di tempat semula membuat Gabriel gemas sendiri. Dengan cepat dia kembali dan menarik tangan Shilla untuk masuk ke dalam lift yang sama dengannya.

“Lain kali kalau kerja itu dipercepat Shilla. Perusahaan ini tidak membutuhkan karyawan yang tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan cepat. Mengerti.”

“Mengerti Pak.”         

            Setelah itu mereka diam, Shilla tidak berniat untuk membuka percakapan. Sedari tadi dia hanya menundukkan wajahnya. Sedangkan Gabriel berkali-kali melirik wanita itu. sepertinya memang benar, ada yang tidak beres dengan Shilla. Wajahnya benar-benar pucat.

“Loe udah makan ??”

“Sudah pak.”

“Makan apa ?? Pagi ?? Gue nanya loe udah makan malem apa belum ?? Bukan pagi atau siang.” Sentak Gabriel membuat Shilla berjengit karena kaget.

“Maaf pak. Saya belum makan malam. Mungkin setelah ini saya akan mencari makan malamnya.” Jawab Shilla lirih. Tubuhnya benar-benar tidak bisa diajak bekerjasama. Dia hanya ingin istirahat saja, tidak ingin membuat keributan dengan siapapun.

            Gabriel menarik tangan Shilla kembali setelah pintu lift terbuka. Dia terus menyeret wanita itu kemudian mendudukan wanita itu di kursi di samping kemudi mobilnya.

“Pak, saya bisa pulang sendiri.”

            Gabriel hanya memberikan tatapan tajamnya kepada wanita itu yang membuat Shilla tidak bisa berkutik. Mereka langsung membelah jalanan ibu kota dengan aksi saling diam mereka. Entah mengapa Gabriel ingin melihat Shilla makan malam dan sampai di rumah dengan selamat.

“Sebentar.”

            Shilla hanya melihat apa yang dilakukan oleh direkturnya itu. Gabriel memasuki sebuah restaurant terkenal di ibu kota itu. Sudah lama Shilla ingin mencicipi makanan disana, tetapi melihat daftar harganya yang tidak bisa di toleransi akhirnya dia memilih untuk memakan makanan biasanya.

“Nih. Makan.” Ucap Gabriel datar seraya menaruh bungkusan di atas paha Shilla. Shilla hanya menatap bingung dengan bungkusan itu.

“Maksudnya pak ??”

“Itu buat loe, gue gak mau ada berita tentang karyawati Damanik’s Company masuk rumah sakit gara-gara kelaparan. Gak elite banget.”

“Terima kasih Pak.”

            Gabriel tidak perduli dengan ucapan wanita itu. Dia juga tidak mengerti mengapa dia melakukan hal ini kepada Shilla. Menurutnya, ini bukan dia banget. Tetapi entah mengapa, dia ingin melihat wanita itu baik-baik saja. Setidaknya, saat bersamanya fisik wanita itu baik-baik saja. Walaupun hati atau organ dalamnya merasakan sakit karena perlakuannya.

            Membicarakan masalah pekerjaan, dia jadi teringat dengan Mario dan Alyssa. Gabriel baru mendapatkan kabar bahwa 2 orang itu sudah menjadi pasangan. Dalam artian, Mario yang dicap dirinya sebagai musuh sudah menjadikan Alyssa sebagai kekasihnya. Gabriel merasa bodoh, karena baru menyadari hal itu.

            Dia akan melakukan sesuatu dulu keesokan harinya. Hubungan Mario dan Alyssa pasti berhubungan dengan kembalinya Alyssa ke perusahaannya. Dalam artian negatif. Karena tidak mungkin jika mereka terlibat dalam pasangan kekasih, tetapi Ify lebih memilih bekerja dengannya daripada kekasihnya sendiri. Ini pasti ada yang tidak beres. Dan Gabriel akan menyelidikinnya esok hari.

            Tekadnya sudah bulat. Dia akan melibatkan wanita yang sekarang sedang duduk di sampingnya dalam mobilnya. Untuk melancarkan rencananya, dia tidak akan melakukan persekongkolan dengan Ashilla. Dia hanya ingin melibatkan wanita itu saja. Tanpa Shilla tahu bahwa dia sudah dilibatkan.

            Gabriel memang merasa kejam dengan pemikirannya itu. Tetapi itu juga dia lakukan untuk keberhasilan perusahaannya. Dia sangat mencintai pekerjaannya sekarang. Maka dari itu, dia tidak ingin perusahaanya kenapa-kenapa. Ada satu saja karyawannya yang melakukan pengkhianatan kepada perusahaannya, maka habislah dia.

            Jika itu Alyssa sekalipun, dia tidak akan mentolerir. Intinya, dia lebih mencintai pekerjaannya daripada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Jika memang dugaannya terbukti. Dia tidak akan segan-segan untuk membuat perhitungan yang lebih kejam kepada si pelaku. Entah siapapun itu.

“Maafin gue Shill.” Gumam Gabriel sangat lirih seraya menatap wanita itu yang sedang menatap ke luar jendela.

*********

Alhamdulilllah clear juga :D 
Guys, gue minta maaf sekali lagi. bener bener gak ada niat buat PHP'in kalian. 
Maapin gue yak.
Jaringannya disini bener-bener lagi susah. Gak ada kuota internet lagi. Ngenes -_-
Haha. yaudah, like and comment gue tunggu ;)
see you next time ;)