Sabtu, 08 November 2014

Benci Jadi Cinta - Part 15 / END ( YOSHILL )

Alhamdulillah, selesai sudah cerbung ini. 
Walaupun dari part yang satu ke part yang lain jaraknya jauh banget post'nya tapi gak apa - apakan ?? kalian memaafkan saya kan ??
Ya kalian tahu lah, kalau kehidupan saya itu bukan sekedar tulis menulis, tapi masih banyak yang harus saya lakukan :))
So, let's read this story. Hope you like it :))



Tidak ada yang menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini.

Semuanya mengira jika kenegatifan yang akan terjadi.

Tapi lihatlah.

Senyuman, pelukan dan ucapan penuh ketulusan yang diterima.

Bukankah itu sebuah keajaiban ??

***********

            Shilla menggigit bibirnya dengan perasaan gelisah. Dia hanya diam dengan berdiri di depan segerombolan anak yang juga sepertinya ingin tahu apa yang sedang terjadi. Kedua tangan gadis itu asyik meremas rok seragam sekolahnya. Matanya masih fokus menatap kearah kedua pemuda yang sedang berdiri di hadapannya dengan penuh kebencian.

“Mereka berantem Cuma gara – gara Shilla ??”

“Shilla lagi ?? Gue gak tahu mesti komentar apa.”

“Kenapa mesti Shilla yang diperebutkan. Apa hebatnya tuh cewe, coba.”

            Shilla hanya menatap sinis ke orang – orang yang membicarakan dirinya di belakangnya. Nggak tahu malu. Kalau mau gosipin orang ya dihadapannya langsung dong, jangan jadi pecundang. Batin Shilla merasa kesal.

            Entah mengapa dia jadi merasa tidak nyaman berada disana. Perasaannya menyuruhnya untuk tetap berdiri disana. Tapi pikirannya memerintahkan untuk pergi dari sana. Dia bingung. Apa yang harus dia lakukan ??

“Shilla.”

            Shilla mendesah kasar saat ada seseorang yang sangat ia kenali hanya dari suaranya memanggilnya saat dia sudah memutuskan untuk mengikuti perintah otaknya. Tapi dengan sukses dihancurkan oleh pemuda itu.

“Loe balik badan sekarang.”

            Shilla dengan kesal membalikan tubuhnya. Dia menatap sekeliling dan langsung melihat semua pasang mata menatap kearahnya dengan pandangan yang berbeda beda. Shilla tidak perduli dan kembali menatap ke fokus utamannya, siapa lagi kalau bukan dua pemuda tampan di hadapannya yang sekarang juga tengah menatap kearahnya.

“Gue kasih pilihan sama loe.” Ucap salah satu dari mereka dengan wajah datar plus mata tajamnya yang menembus bagian dalam retina mata Shilla, dia Debo.

Shilla menelan salivanya dengan susah payah. Ini pertanda bahaya.

“Pilih gue, atau Rio.”

            Shilla mengernyit bingung. Pilihan apa itu ?? Bukannya Shilla sudah berkali kali bilang bahwa dia hanya mencintai Rio. Dan Debo sudah mendengarnya sendiri dari mulut Shilla. Tapi sekarang dia berani untuk memberikan dirinya pilihan yang pastinya pemuda itu sudah tahu jawabannya.

            Shilla mengalihkan pandangannya kearah Rio.

            Pemuda itu dengan santai menatap Shilla. Tidak ada tatapan tajam ataupun mengancam disana. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya dan memasang ekspresi datar tanpa senyum di wajahnya yang tampan itu.

“Gue ....”

            Tiba – tiba lantunan sebuah lagu kebangsaan indonesia terdengar di penjuru ruangan menandakan bahwa bel masuk telah berbunyi. Shilla mendesah lega karena bisa terbebas dari tontonan teman – temannya maupun seniornya itu.

            Dia bukannya tidak bisa memberikan jawaban, dia hanya tidak ingin Debo malu karena jawaban yang akan dia berikan. Dia bisa membicarakan dengan kedua pemuda tampan itu secara pribadi nanti tanpa harus semua orang tahu permasalahan yang terjadi diantara mereka bertiga.

            Mario berjalan kearah Ashilla setelah sebelumnya memberikan peringatan kepada Debo untuk tidak menunjukkan batang hidungnya di hadapannya lagi. Dia berhenti sebentar di depan Shilla yang tidak menyadari kedatangannya dengan muka datar. Kemudian dia tersenyum sinis seraya melirik keberadaan Debo di belakangnya yang tentunya masih melihat kearahnya.

            Dengan cepat, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla, dan Mario mempertemukan bibirnya dengan bibir gadis itu. Hanya mengecup tanpa melakukan lebih, kemudian dia menjauhkan wajahnya dan berjalan menjauh sebelum Ashilla benar – benar mengamuk padanya.

            Shilla masih sibuk menyadari keadaan yang sebenarnya, setelah sadar bahwa objek yang menjadi pikirannya pergi, dia segera menyusulnya tanpa tahu bahwa ada seseorang disana yang sedang melihatnya dengan perasaan terluka.

“Mungkin memang sebaiknya gue mundur. Hati loe emang bukan buat gue Shill.”

***********

“Mario.”

            Shilla terus berlari mengejar Rio yang menurutnya berjalan sangat cepat, padahal menurut Rio sendiri, langkah Shilla saja yang kekecilan, jalan dia wajar, jalan gadis itu yang tidak wajar.

“Berhenti atau gue bikin semua orang yang ada di sekolah ini melihat kejadian ini.”

            Mario menghembuskan nafasnya secara kasar. Dia berhenti melangkah, menunggu Shilla untuk bisa mensejajari langkahnya. Sebenarnya, bukan ancaman gadis itu yang membuatnya berhenti melangkah, tapi karena dia sedang malas meladeni gadis satu itu.

“Dasar gak punya hati.”

“Apa loe bilang ??”

Shilla mengangkat dagunya angkuh. “Apa ?? Gak terima ??”

“Ngapain nyuruh gue berhenti ??” Tanya Rio mengalihkan pembicaraan.

Shilla mendelik seraya melipat kedua tangannya di depan dada. “Ngapain ?? Kakak masih tanya ngapain ?? Setelah nyuri ciuman aku kakak tanya ngapain ??”

            Rio tidak menjawab, dia mendekat kearah Shilla dan meraih pinggang gadis itu untuk lebih dekat dengannya. Shilla hanya bisa menahan nafas dengan perlakuan pemuda itu. jantungnya sudah bekerja jauh lebih cepat dari biasanya.

“Mau lagi ??” Goda Rio seraya memeluk pinggang ramping Shilla lebih erat lagi.

“Apa ?? Enggak.”

            Rio terus mendekatkan wajahnya membuat Shilla menutup matanya rapat – rapat. Pemuda itu justru tersenyumm misterius dan mendekatkan wajahnya ke samping wajah Shilla.

“Pulang bareng gue nanti, orang tua gue katanya mau ketemu sama loe.”

            Shilla memejamkan rapat – rapat dan dia bisa merasakan bahwa mereka berdua sudah tidak bersentuhan fisik. Dia membuka matanya pelan dan yang dilihatnya sekarang adalah punggung kokoh Rio yang bergerak semakin jauh. Shilla kembali mengingat apa yang dibicarain oleh pemuda itu.

“Pulang bareng ?? Kak Rio ngajakkin gue pulang bareng ??” Shilla tersenyum gembira seraya memberikan kiss bye kepada Rio yang nyatanya sudah tidak ada di hadapannya. Teman – teman yang melewatinya hanya tersenyum geli melihat tingkah seorang Ashilla.

***********

            Shilla mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. Sekarang ia sedang duduk berdua dengan Rio di dalam mobil. Mereka sedang menuju ke kediaman keluarga Haling. Tapi raut wajah Shilla terlihat sangat tidak bersemangat, dia mengerucutkan bibirnya seraya melipat tangannya di depan dada.

“Udah kenapa sih Shill. Jangan seperti anak kecil.”

            Shilla mendengus kemudian menatap Rio dengan raut wajah yang sama. Dia menatap tajam tepat pada mata Rio.

“Gue Cuma tanya, kita ke rumah loe ngapain, kenapa orang tua loe ingin ketemu sama gue. Tapi loe gak mau jawab kak Rio. Kurang nyebelin apa sih loe.”

“Makanya loe sabar. Ntar juga tahu sendiri.”

“Mau bikin orang kepo, malah jadinya bikin orang emosi.” Gumam Shilla sebal seraya memandang keluar jendela mobil – lagi.

            Rio hanya tersenyum kemudian mengacak – acak rambut Shilla penuh kasih sayang. Kemudian dia fokus kembali untuk menyetir. Mobil Rio sudah berada di depan rumah pemuda itu sekarang.

“Turun.” Perintah Rio seenaknya.

“Gak mau.”

            Rio hanya geleng – geleng kepala kemudian membuka pintu mobilnya dan dengan cepat memutar mobil dan membukakan pintu samping kemudi tempat Shilla duduk. Dia mengulurkan tangannya kepada Shilla, namun gadis itu masih diam di tempatnya. Dengan gemas, Rio meletakkan tangannya di bawah leher Shilla dan di bawah lutut gadis itu kemudian mengangkatnya.

“Kak Rio turunin gue sekarang juga.” Teriak Shilla dengan perasaan kesalnya yang sudah mencapai ke titik maksimal. Untung saja dia menggunakan baju olahraga setelah ia selesai pelajaran yang diakhiri dengan pelajaran olahraga, bukan pakai rok yang nantinya akan terbang kemana mana.

“Diem, atau gue jatuhin loe sekarang juga.” Ancam Rio.

            Shilla hanya mengerucutkan bibirnya seraya melingkarkan tangannya di leher pemuda itu agar tidak benar – benar jatuh.

“Kamu udah pulang nak ??”

            Mereka berdua mengalihkan pandangannya pada ruang keluarga. Dan matanya membelalak kaget melihat semuanya sudah berkumpul di ruangan itu. Dan jangan lupakan bahwa Shilla sekarang sedang berada di dalamm gendongan Rio. Dengan cepat, dia meronta disana agar bisa terlepas.

            Rio hanya terkekeh kemudian benar – benar menurunkan Shilla dari gendongannya dengan pelan. Dan dia mengacak – acak melihat senyum malu plus canggung yang diperlihatkan oleh gadis itu untuk keluarganya.

“Kenapa Shilla kamu gendong begitu Yo ?? Dia sakit ??”

“Iya pah, sakit hati.” Ucap Rio asal membuat Shilla refleks mencubit lengannya yang langsung membuat Rio memekik kesakitan.

“Udah jangan berantem. Shill, sini duduk di sebelah tante.”

            Shilla dengan canggung mengangguk pelan, kemudian dia mendekat ke arah mama Rio kemudian duduk di samping kirinya.

“Kamu ngapain Yo ngumpulin mama papa disini ??” Ucap papahnya. Membuat Rio melangkah mendekat dan duduk di sebalah Ray yang sedang asyik dengan ponselnya.

“Tahu nih kak Rio gak punya kerjaan.” Cibir Ray yang membuat Rio memelototkan matanya kearah pemuda kecil itu.

“Gini pah, sebenernya Rio mau minta restu sama mama papa.”

“Restu ??” Ucap mama papanya bebarengan.

“Iya pah, mah, jadi Rio berniat untuk menjadikan Shilla menjadi istri Rio. Apa mama sama papa merestui kami ??”

            Shilla langsung menegakkan tubuhnya dengan perasaan campur aduk, matanya melihat kearah Rio dengan pandangan bermacam macam, kaget itu jelas karena Rio tidak memberitahunya sebelumnya, kecewa karena Rio melamarnya disaat dia sedang dalam keadaan tidak ‘mewah’, lihat saja pakaiannya Shilla yang masih memakai pakaian olahraga dengan keringat dimana mana yang telah mengering, dan pandangan bahagia karena akhirnya setelah beberapa bulan bahkan sudah mencapai tahun dia menunggu akhirnya pemuda itu melamarnya juga.

            Mama papanya juga langsung membelalakan matanya mendengar penuturan anaknya itu. Ray yang sedari sibuk dengan ponselnya langsung menjatuhkan ponselnya ke samping dan memutuskan untuk mendengarkan lebih lanjut.

“Kamu masih sadar kalau kamu masih kelas 3 SMA kan Rio ??” Tanya Mama Rio dengan pandangan kaget mendengar penuturan putra sulungnya itu.

Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. ‘benar juga kata Mama’, bahasa gue salah sepertinya’.
“Maksud Rio, Rio tunangan dulu sama Shilla mah, biar dia keiket gitu.” Jawab Rio.

“Bahasa loe apaan deh kak. Kalau mau, iket aja kak Shilla di ranjang loe, biar dia gak bisa kemana mana tapi loe bisa ketemu dia setiap hari.” Ucap Ray asal.

            Mama mereka berdua yang mendengarnya langsung menjewer telinga Ray dengan tatapan tajam yang ditunjukkan untuk putra bungsunya itu. Ray yang terkena amukan dari mamanya hanya bisa meringis kecil seraya berusaha melepaskan jeweran yang sangat pedas dari mamanya itu.

“Belajar darimana kamu kata – kata begitu. Mama sama Papa gak pernah ngajarin kamu untuk ngomong begitu Ray.”

“Maaf mah, maaf. Ray khilaf. Lepasin mah, sakit.”

“Sekali lagi mama denger kamu ngomong begitu, semua yang udah mama kasih sama kamu mama sita. Ngerti.” Ucap Mamanya tajam membuat Ray mengangguk pasrah dan mengusap telingannya yang sudah dilepas oleh mamanya.

‘telinga gue jadi gak seksi lagi pasti, pedes’. Batin Ray.

            Shilla yang melihat itu hanya tertawa. Dia suka jika sedang berkumpul di tengah keluarga Haling, pasti membuat hatinya berbunga bunga. Dia melirik kearah Rio yang sedari tadi hanya diam. Dan ternyata pemuda itu sedang menatapnya, dan melalui gerakan tangannya dia menyuruh Shilla untuk mendekat, untuk duduk di sebelahnya.

“Ya deh papa ngalah. Sini Shilla pindah, biar om yang disitu.”

            Papanya yang menyadari kode yang diberikan tangan Rio untuk Shilla segera mengalah. Shilla hanya mengangguk canggung dan malu, Rio yang melihatnya hanya terkekeh melihat sikap peka papanya. Shilla yang sekarang sudah duduk di sebelah kanan Rio langsung disambut pemuda itu dengan rangkulan di pinggangnya erat.

“Kok gak bilang bilang dulu kalau mau ada acara beginian.” Bisik Shilla merajuk.

“Ya memangnya kenapa kalau aku gak bilang.”

“Aku – kamu ??” Tanya Shilla hati – hati.

“Why ?? Kamu gak suka ??”

Shilla menggeleng membuat Rio tersenyum. “Yaudah jawab.” Ucap Rio – lagi.

“Ya seenggaknya kalau kakak bilang, aku bisa persiapin semuanya dulu.”

“Emang apa yang kamu akan siapin Shill ??”

“Aku kan bisa tampil pake pakaian yang lebih bagus, bukannya malah pake baju olahraga yang keringatnya udah nempel semua disini.”

“Kamu tahu ?? Aku suka bau keringet kamu.” Ucap Rio gombal membuat Shilla langsung mendorong wajah pemuda itu membuat Rio terkekeh.

“Ehem ehem, udah dong mesranya. Nih, udah jamuran kami disini Yo.” Ucap papanya.

            Shilla menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dengan muka salting. Jelas saja, dia juga tidak sadar jika dari tadi sibuk sendiri dengan Rio.

“Jadi gimana mah, pah. Rio udah boleh ngiket cewe di sebelah Rio apa enggak ??”

“Tunangan dulu, nikahnya kalau kamu udah punya kerjaan tetap.”

“Pah, itu kan masih lama, gak bisa gitu dong, masa jarak tunangan sama nikah jauh banget pah.” Protes Rio membuat Shilla mencubit lengannya.

“5 tahun Rio, dan itu gak lama. Terserah, mau iya atau enggak sama sekali.”

            Rio langsung menekuk wajahnya. Shilla yang menyadari itu langsung menghadap kearah pemuda itu, tangannya sudah bertengger di pipi pemuda itu dan mengusapnya pelan.

“Gak usah lebay. Gak ada bedanya nikah 3, 4, 5, atau 6 tahun lagi. Toh kita juga bakalan bareng – bareng. Lagian apa sih yang kamu pengin.”

“Seenggaknya gak ada cowo yang berani deketin kamu karena kamu udah keiket sama aku. Kamu tahu ?? Aku udah frustasi banget dengan kehadiran Debo yang selalu aja ganggu hubungan kita. Belum nanti kalau kita udah di kampus. Pasti banyak banget orang – orang yang ganggu hubungan kita.”

“Kan perasaan yang berperan Mario Stevano. Kita harus percaya satu sama lain buat menghindari hal hal seperti itu.”

“Tapi ...”

“Ssssttt, gak ada tapi tapian atau semuanya batal.”

“Yo, mama sama papa sama Ray keatas dulu yah, daripada disini ngelihat kalian berdua mesra mesraan terus.”

“Maafin Shilla tante.”

“Gak apa – apa Shill, anak tante lagi terpesona banget tuh sama kamu. Yaudah tante tinggal yah, nanti kalau Rio ngapa – ngapain kamu, teriak aja. Biar tante suruh dia tidur diluar malam ini.”

“Ide bagus mah, ntar Rio bisa tinggal sama Shilla.”

“Hush. Awas aja kalau kamu berani tinggal berdua sama Shilla dirumahnya. Mama pecat kamu jadi anak. Mau ??”

            Rio meringis dan menggeleng gelengkan kepalanya. Mama dan papa Rio Ray langsung berlalu dari situ, Ray yang sedari tadi diam langsung memeletkan lidahnya kearah Rio kemudian berlari menyusul mama papanya.

“Cium aku Shill.”

“Apaan sih.” Shilla langsung membuang wajahnya cemberut mendengar permintaan pemuda itu yang terdengar sedikit mesum.

            Rio menghembuskan nafasnya pelan, dia sudah yakin, gadis itu pasti tidak mau menciumnya terlebih dahulu, maka dari itu, dia yang harus turun tangan.

            Rio memeluk Shilla dari belakang karena gadis itu sudah membelakanginya. Dagunya ia letakkan di bahu Shilla. Tangan satunya ia gunakan untuk menggenggam tangan Shilla dan mengelusnya.

“Maaf okey ?? Aku Cuma kebawa suasana aja tadi.” Ucap Rio seraya menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Ashilla.

“Iya, tapi sekarang lepasin.” Rio masih tidak mau melepaskan pelukannya, dia malah semakin erat memeluk gadis itu. “Rio aku serius.” Ucap Shilla penuh penekanan.

            Rio dengan berat hati langsung melepaskan pelukannya. Dia menatap Shilla dengan raut wajah tidak bersahabat.

“Sekarang aku harus ke rumah Agni buat ngerjain tugas. Jadi, aku harus pergi sekarang kak.” Ucap Shilla sambil mengelus pipi Rio.

“Okeh aku anterin. Yuk, pamit ke mama papa dulu.”

            Shilla mengangguk kemudian mereka pamit kepada kedua orang tua Rio dan langsung melesat menuju ke rumah Agni. Shilla sepanjang perjalanan hanya diam seraya melihat ke luar jendela. Rio melirik ke arah depan yang menampakkan pemandangan lampu lalu lintas berwarna merah. Dia lantas melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada Shilla.

“Nih pake sayang, kamu kedinginan kan.” Ucap Rio.

“Enggak, aku gak kedinginan.” Sangkal Shilla, padahal dari bahasa tubuhnya sudah memperlihatkan bahwa dia kedinginan.

“Udah gak usah protes atau aku cium kamu sekarang, tuh liat, lampunya masih merah. Kesempatan emas kan.” Goda Rio membuat Shilla mendengus kemudian memakai jaketnya dengan ogah – ogahan.

“Dasar pemaksa.”

“Maksa ke calon istri mah gak apa – apa.”

Shilla tersenyum malu. “Apaan sih.”

            Rio hanya terkekeh seraya mengacak – acak rambut Shilla, kemudian dia kembali menjalankan mobilnya saat lampunya sudah berubah menjadi warna hijau. Mobil Rio berhenti tepat di depan sebuah rumah yang sangat asri karena terdapat banyak tanaman di depan rumah itu yang dibuat taman bunga oleh pemilik rumah. Rio dan Shilla langsung masuk ke dalam setelah mendapat pesan singkat dari Agni yang menyuruhnya untuk langsung masuk ke dalam.

“Weiss, ada bos kita nih guys, gue kira loe gak ikutan Yo.”

            Rio memandang ke penjuru ruangan, dan terlihatlah ketiga sahabatnya yang sedang tertawa bersama seraya melihat kearahnya.

“Yaudah aku ngerjain tugas dulu, kamu ke sana aja gih.”

            Rio mengangguk kemudian mengecup kening Shilla dan setelahnya di lanjut mengecup bibir gadis itu sekilas dan langsung berlari darisana menghindari amukan dari gadis itu. Rio hanya tertawa melihat Shilla yang benar – benar menahan marah seraya menatap tajam kearahnya. Kemudian gadis itu membuang muka dan berjalan kearah teman – temannya dengan menghentakkan kakinya kesal.

“Kenapa loe ?? Dicium bukannya seneng malah cemberut begitu.” Goda Sivia.

“Udah ah, kita fokus aja biar cepet selesai.”

            Suara tawa yang tertahan terdengar dari kerumunan pemuda pemuda tampan itu. Gadis gadis itu mengernyit bingung melihat mereka yang sepertinya asyik menonton sesuatu yang berada di laptop Cakka. Tunggu. Laptop Cakka ??

“Guys, ayo.” Para gadis itu mendekati mereka karena pemikirannya pasti benar.

            Shilla, ify, Sivia dan Agni yang sudah ada di belakang para pemuda itu hanya bisa menahan amarahnya. Kalian bisa tau sendiri apa yang para laki – laki tonton jika sudah berkumpul dengan mata yang menatap penuh minat ke layar laptop seperti yang dilakukan oleh keempat pemuda tampan itu.

Video yang tidak pantas untuk dilihat oleh orang – orang yang tidak bisa menahan nafsunya. Apalagi anak SMA seperti mereka.

“Ehem.” Dehem Agni dengan keras, mereka masih menahan amarahnya.

            Rio, Gabriel, Alvin dan Cakka yang mendengar suara deheman itu langsung menatap ke sumber suara. Dan nafas mereka tercekat serta matanya melebar melihat para wanita cantik itu sedang menatap mereka dengan tajam, tangan Alvin yang paling dekat dengan laptop Cakka reflek menutup laptop itu sedikit keras membuat Cakka mendelik kearah Alvin.

“Sorry bro, gue reflek.” Ringis Alvin karena merasa bersalah.

“Oh jadi gitu yah kelakuan kalian selama ini.” Omel ify. “Kamu juga, maksudnya apa coba sampai nonton video begituan, aku udah larang kamu udah dari dulu ya Gab, tapi kamu gak mau nurut sama aku.” Lanjutya dengan sebal.

“Fy gak gitu, tadi aku Cuma ngikut mereka aja. Aku gak ada niat buat nonton kok. Beneran deh gak boong.” Jawab Gabriel dengan nada meyakinkan.

            Ify hanya mendengus kemudian menghentakkan kakinya lalu pergi menjauh, Gabriel yang menyadari ada yang tidak beres langsung berlari untuk mengejar kekasihnya itu. Agni sudah mengambil laptop Cakka kemudian membawanya menjauh sehingga Cakka juga mengikuti gadis itu.

            Alvin ?? Jangan ditanya, dia sudah meringis kesakitan karena telingannya sudah ditarik Sivia sekuat tenaga gadis itu. Dan Sivia langsung membawa Alvin menjauh dengan tidak melepas jewerannya.

“Apa ??” Tanya Shilla galak karena Rio dengan tidak berdosanya malah melihat penderitaan teman – temannya. Rio hanya meringis kemudian mengusap usap tengkuknya dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

“Barusan aja kamu minta aku buat jadi tunangan kamu bahkan istri kamu, tapi kamu udah kaya gini.” Ucap Shilla sebal.

“Itu kan wajar Shill buat cowo yang seumur kita. Kamu tahu kan kalau cowo itu punya nafsu yang jauh lebih besar dari cewe. Lagian kan aku sama yang lainnya gak melampiaskan nafsu kita sama cewe di luar sana. Kita kan Cuma lampiasin ke kalian aja.” Jawab Rio asal karena tidak punya alasan lain selain itu.

“Terserah, gue benci sama loe.” Jawab Shilla ketus, gadis itu berniat untuk pergi dari sana tapi tangan Rio menariknya hingga gadis itu duduk di atas pangkuannya dalam keadaan menyamping.

“Kak, lepasin aku sekarang, ntar kalau ada yang lihat gimana ??”

“Ya biarin aja, biar mereka bisa melihat kalau kamu Cuma punya aku.”

            Rio mendekatkan wajahnya pada Shilla, sehingga sekarang wajah mereka berhadapan. Shilla hanya bisa menahan nafasnya melihat jarak wajah mereka yang benar – benar dekat. Rio terus terusan mendekatkan wajahnya kearah gadis itu membuat Shilla mau tak mau menutup matanya, Rio menyeringai nakal sebelum mempertemukan bibirnya dengan bibir Shilla. Dan mereka mulai berciuman mesra.

            Tangan Shilla langsung terangkat dan melingkar sempurna di leher pemuda itu, tangannya meremas rambut Rio hingga membuat rambut pemuda itu berantakan. Tangan Rio sudah mulai masuk ke dalam baju olahraga yang dipakai Ashilla, dan mulai mengusap perut rata gadis itu, membuat Ashilla menggelinjang geli.

            Rio melepaskan ciuman mereka saat dirasanya nafasnya sudah mulai habis, wajahnya ia sandarkan ke bahu Shilla kemudian membisikannya ke telinga gadis itu.

“I Love You Mrs. Mario.”

Shilla tersenyum dan mengangkat wajah Rio kemudian menatap di manik mata pemuda itu. “Loe you too Mr. Mario.”

            Rio juga tersenyum mendengarnya kemudian mencium Ashilla lagi. Mereka sekarang sudah tidak memikirkan apapun di sekitar mereka lagi. Yang mereka pikirkan adalah mereka sedang bersama dan selamanya akan terus bersama.

            Cinta itu membutakan segalanya, Cinta itu mengubah segalanya, dan cinta itu membuat orang kehilangan pikirannya. Itu terbukti pada remaja saat ini yang sudah mengenal apa itu cinta. Dan seperti kisah Yoshill diatas. Mereka bersama sama membangun cinta agar tercipta diantara mereka.

Awalnya pahit, dan berakhir dengan manis.

Penuh jalan yang berkelok, tapi akhirnya menemukan jalan yang lurus.

Penuh teka – teki, tapi akhirnya bisa menemukan jawabannya.

Awalnya banyak perasaan yang terluka, yang akhirnya berakhir dengan perasaan bahagia.

************



Selesai guys, gimana ???
Saya tahu ceritanya gak jelas, saya juga tahu ceritanya gak bagus.
tapi please, tunjukkin kalau kalian memang masih punya hati.
Please like this or little comment in this part :))
Thanks banget buat kalian yang udah mau bersedia membaca sampai akhir :)) Love you so :*
Bye bye ^^