Sabtu, 23 November 2013

Forever Love 'Versi RIFY' - Part 8 (Repost)


“Kita mau kemana, Nda?” tanya Rafli heran saat Ify memakaikan Rafli jas hitam sertadasi kupu-kupu berwarna merah. Membuat Rafli terlihat menggemaskan.

“Katanya Rafli kangen sama Om Rio, nah sekarang kita mau makan malem sama OmRio. “ sahut Ify lembut. Wajah Rafli langsung berbinar saat tahu dirinya akan bertemu lagi dengan Rio. Anak kecil itu sudah sangat merindukan sosok dewasa tersebut.

“Benelan, Nda? Belalti Lapi boleh bawa si Shilo yah?” tanya Rafli memandang wajah Ify tersenyum. Namun sedetik kemudian berubah kecewa saat melihat Ify menggeleng. Tentu saja Ify tidak membolehkan Rafli membawa kelinci bernamaShiro itu, bisa-bisa pengunjung restoran yang akan mereka kunjungi merasa terganggu dan tak nyaman.

“Kenapa, Nda? Kok Shilo nggak boleh ikut?”

“Nanti kalo Shironya kabur gimana? Memang Rafli nggak mau main sama Om Rio?”

“Mau!!” teriak Rafli semangat khas anak kecil. Bahkan sambil meloncat-loncat riang, membuat Ify tersenyum geli.

“Kalo gitu Shironya ditinggal dulu aja sama Bik Imah, sekarang kita harus berangkat sayang, taksinya udah nunggu di depan tuh,” Ify menuntun Rafli keluar rumah menuju mobil taksi yang sudah terparkir manis di depan pagar rumahnya. Namun sebelumnya Ify dan Rafli berpamitan terlebih dahulu dengan Bik Imah.Setelah Ify dan Rafli masuk ke dalam taksi, supir taksi tersebut langsung membawa keduanya menuju sebuah restauran mewah. Restauran itu bernuansa serba silver, dan terkesan mewah. Ify tersenyum saat mendapati Rio yang berjalan menghampiri dirinya. Wajah laki-laki terlihat sangat bahagia. Senyum kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya.

“Hai jagoan! Apa kabar?” Rio menunduk mensejajarkan pandangannya dengan Rafli, anak kecil itu langsung memekik senang dan memeluk leher Rio erat, membuat laki-laki itu terkejut, namun sedetik kemudian tersenyum geli. Dia melirik Ify, tapi perempuan itu hanya tersenyum mengangkat bahunya. Padahal Ify tau Rafli sangat merindukan Rio, tiada hari terlewatkan Rafli tanpa menanyakan kabar Rio.

“Lapi kangen Om Lio!” kata Rafli masih memeluk leher Rio. Tangan besar Rio langsung menggendong tubuh mungil itu, menopang berat Rafli dengan lengannya yang kuat.

“Sama, sayang. Om Rio juga kangen , Rafli nggak nakal kan selama nggak ketemu sama Om?” tanya Rio sok serius sambil memandang wajah polos Rafli. Kepala mungil Rafli menggeleng,”Nggak, Om. Tanya aja sama bunda, ya kan Bun?” Rafli menoleh kearah Ify, meminta dukungan. Ify tersenyum lalu mengangguk.

“Enggak, Rafli kan anak pintar.” Sahut Ify kalem. Kemudian Rio membawa keduanya menuju sebuah meja khusus yang sudah dirinya persiapkan sejak pagi, makanya Riotidak menjemput Ify dan Rafli di rumahnya, melainkan mengirimkan sebuah mobil taksi.

Perlu waktu beberapa menit untuk sampai di ruangan VIP yang sudah Rio persiapkan untuk ketiganya, dengan lembut Rio mendudukan Rafli di samping kirinya, lalu menarikkan kursi untuk Ify di samping kanannya. Ruangan itu sangat indah dengan desain interior yang membuat pengunjungnya seperti merasa benar-benar berada di Italia. Yah Rio memang membawa Ify dan Rafli ke restaurant khas masakan Italia. Bahkan di hadapan Ify sudah tersaji menu-menu masakan Italia yang bahkan Ify tak tau namanya apalagi merasakannya, hanya ada satu masakan yang dia ketahui, yaitu sphagetti lada hitam di depan Rafli.

“ Ini namanya Costoletta di Vitello, “ Rio meletakan menu masakan berupa daging dengan berbalut tepung serta saus di hadapan Ify, sejenak perempuan itu mengernyitkan dahi mendengar nama masakan tersebut. Sangat aneh di telinganya, dan Ify berharap semoga saja rasa masakannya tidak seaneh namanya. Jujur Ify bukan pecinta masakan luar, tidak seperti Rio, yang sejak dulu Ify kenal senang membawa dirinya ke restauran-restauran dengan menu asing di telinganya.

“ Kalo ini apa Om?” celetuk Rafli polos menunjuk sepiring pasta dengan kacang polong serta potongan daging asap di atasnya, Rio tersenyum mengelus rambut Rafli dengan sayang.

“Ini namanya Eliche , sayang. Rafli mau coba?” tawar Rio yang langsung diangguki oleh Rafli. Rio tersenyum lalu menyendokkan pasta tersebut ke piring Rafli. Anak itu mencicipinya sedikit, kemudian tersenyum dan mengatakan rasanya sangat enak. Sementara untuk dirinya sendiri Rio memilih menu La Bistecca Fiorentina, yaitu masakan berupa daging pipih seperti stik.


Ketiganya kemudian menikmati makanan masing-masing, bahkan Rio memaksa Ify untuk mencicipi makanannya, untungnya Ify dan Rafli menyukai makanan yang Rio pilihkan. Sesekali terdengar tawa ketiganya saat mendengar cerita Rafli mengenai kelincibarunya, Shiro. Rafli dengan lucu menceritakan dirinya ingin membelikan baju untuk Shiro. Agar hewan peliharaanya itu tidak kedinginan. Bahkan dirinya ingin Shiro tidur di kamarnya, yang tentu saja langsung dilarang keras oleh Ify.

Setelah makan malam di restaurant Italia tersebut, Rio membawa Ify dan Rafli kesebuah taman kota yang memang pada malam hari terlihat sangat ramai, banyak para pengunjung yang datang, dari anak kecil sampai orang dewasa. Dan kebanyakan para pengunjungnya adalah sepasang kekasih juga orang yang sudah berkeluarga. Saat Ify menginjakan kakinya di taman itu, wajahnya tiba-tiba pucat. Tubuhnya menegang, apakah ingatan Rio sudah kembali? Pikir Ify. Tempat ini adalah tempat dimana pertama kali mereka berkencan dulu.

“Yo? Kenapa kita ke sini?” tanya Ify tanpa memandang Rio, pandangan matanya mengitari taman tersebut, tidak banyak yang berubah dari taman itu sejak terakhir kali perempuan itu melihatnya. Bahkan kursi taman dekat pohon mahoni yang dulu sering dia duduki menunggu seseorang yang sangat dia cintai pun masih bertengger manis di tempatnya, tak berubah sama sekali. Bunga-bunga serta dekorasi taman tersebut masih sama, hanya ada beberapa tambahan permainan untuk anak kecil, seperti perosotan serta ayunan.

“Kenapa? Kamu nggak suka, Fy?” tanya Rio menyelidik, memandang wajah Ify serius. Dia takut apabila Ify tidak menyukai tempat yang dia pilih.

Ify menggeleng pelan, dia menutup mulutnya berusaha agar bisa menahan tangisnya.”Enggak, aku...aku suka banget kamu ajak aku ke sini. Aku cuma pengin tau alasan kamu kenapa kamu ajak aku dan Rafli ke sini?” tanya Ify serak. Tetap berusaha agar air matanya tak jatuh. Walaupun rasa sesak yang menghimpit dadanya datang kembali.

Rio menurunkan Rafli dari gendongannya,”Aku sendiri nggak tau, setiap aku lewat taman ini, aku ngerasa pernah ada sesuatu di sini, tapi aku sendiri nggak tau itu apa,” gumam Rio, pandanganya menerawang entah kemana. Rio memang sering melewati taman ini saat dirinya pulang kerja. Bahkan sebelum Ify ditemukan Rio pernah mampir ke taman ini untuk beristirahat sejenak, menenangkan pikiranya. Dan dia merasa nyaman dengan tempat tersebut. Seperti pernah duduk di tempat yang sama. Ada sekelebat bayangan yang singgah di kepalanya, namun terlihat samar. Berkali-kali Rio mencoba mengingat, namun hanya bayangan samar yang terlihat.

“Om Lio, Lapi mau itu!” teriakan Rafli menyentakkan Rio kembali ke bumi,pandangnnya beralih kearah Rafli yang menunjuk pedagang gula-gula kapas yang tak jauh dari mereka berdiri. Rio tersenyum lalu mengangguk.

“Kamu juga mau, Fy?” tawar Rio, Ify tersenyum lalu mengangguk. Rio segera pergi menuju penjual gula-gula kapas tersebut, sementara Ify menuntun Rafli duduk dikursi besi di bawah pohon mahoni yang dia lihat tadi. Perempuan itu menghela nafas, dirinya sangat berharap ingatan Rio dapat kembali seperti semula, agar Rio tau bahwa Rafli adalah darah dagingnya. Anak Rio dan dirinya. Tak berapa lama kemudian Rio kembali dengan membawa dua gulung gula-gula kapas untuk Ify dan juga Rafli, laki-laki itu duduk di samping Ify.

“Enak!” gumam Rafli polos sambil terus menikmati gula-gula kapas tersebut sedikit demi sedikit. Ify dan Rio saling pandang lalu tertawa. Ify mencuil sedikit gula-gula kapas tersebut dan memasukknya ke dalam mulut. Mau tak mau dirinya tersenyum. Dia seperti merasakan de javu. Dulu juga ada seseorang yang membelikan gula-gula kapas itu padanya. Bahkan orang yang membelikannya pun sama. Hanya situasinya yang berbeda. Bahkan pelakunya bertambah satu, yaitu kehadiran Rafli.

“Kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Rio membuyarkan lamunan Ify, perempuan itu menoleh ke kanan, dan mendapati mata Rio yang menatapnya dengan intens, membuat Ify kembali memalingkan pandanganya kearah lain. Jujur Ify bisa sangat lemah dengan tatapan intens Rio. Entah kenapa dirinya tiba-tiba saja bisa merasa lemas tak bertenaga. Masih sama seperti dulu, Ify selalu merasa lemah bila laki-laki itu menatapnya dalam seperti itu.

“Nggak apa-apa,” balas Ify cuek, kembali memasukkan secuil makanan manis itu,namun tiba-tiba saja Rio menghentikkan tangannya yang sudah hampir menyentuh bibirnya. Diarahkannya tangan Ify mendekati bibirnya, lalu dengan cueknya memakan cuilan gula-gula kapas tersebut, membuat Ify memelototi dirinya. Rio terkekeh geli melihat wajah Ify yang memasang ekspresi lucu seperti itu.

“Manis... kayak...”

“Kayak apa?” tanya Ify penasaran, karena Rio sengaja menggantung kata-katanya.Yah walau Ify menerka pasti jawabannya tak jauh-jauh dari rayuan gombal Rio.Perempuan itu sudah terbiasa mendengarnya. Sangat sudah biasa. Semua ucapan Rio selalu terdengar gombal ditelinganya.

“Sini aku bisikin,” sahut Rio, Ify menggeleng heran, masih saja sifat gombalnya tak hilang, namun dia menuruti juga ucapan Rio. Perempuan itu mendekatkan telinganya di bibir Rio. Bersiap mendengar gombalan yang keluar dari mulut Rio.

“Manis kayak...” Rio menarik dagu Ify lalu mengecup bibir tipis itu dengan lembut.”bibir kamu,” lanjutnya lalau tertawa penuh kemenangan. Ify langsung memelototi Rio, wajahnya terlihat kesal. Bahkan di tempat ramai pun Rio taksegan-segan menggoda dirinya. Ify memerhatikan sekitarnya, takut ada yang melihat kejadian tadi, untungnya semua orang sibuk dengan dirinya masing-masing. Rafli pun masih asik menikmati gula-gula kapasnya.

“kamu tuh bisa nggak sih nggak usah usil!” dengus Ify kesal. Rio terkekeh geli melihat Ify marah. Dia sangat suka menggoda perempuan itu. Bahkan Rio senang dengan ekspresi malu wajah Ify. Sikap malu-malunya menunjukkan seolah perempuan itu baru berusia tujuh belas tahun. Padahal sudah jelas-jelas Ify memiliki seorang anak berusia empat tahun.

“Maaf, sayang. Abisnya kamu gemesin sih,” sahut Rio enteng mencubit hidung bangir Ify penuh dengan rasa sayang.

“Kalo ketahuan orang gimana coba? Malu tau!”

Rio mengangkat bahunya, tak peduli. Laki-laki itu bahkan sangat cuek, Rio tak peduli orang lain berpandangan apa tentang dirinya.”Who’s care? Yang penting aku nggak nyium pacar orang,” balasnya enteng, semakin membuat mata Ify melebar karena kesal.

Deg

Tiba-tiba saja Rio merasakan sesuatu yang keras menghantam kepalanya, rasanya sangat sakit. Laki-laki itu meringis menahan sakit di kepalanya. Ify menatap bingung Rio yang memegangi kepalanya, “Yo? Kamu kenapa?” tanya Ify khawatir.

Rio diam , masih tetap memegangi kepalanya, kali ini dia merasa ada beribu-ribu jarum menusuk kepalanya. Sangat sakit. Dan lagi-lagi disertai sekelebat bayangan yang sama, bayangan yang tak terlihat jelas. Wajah Rio yang berubah pucat membuat Ify semakin ketakutan.

“Yo, kamu kenapa? Jawab aku jangan bikin aku takut!” tanya Ify ketakutan, air matanya bahkan sudah mengalir membasahi pipinya.

“Om Lio kenapa, Nda?” tanya Rafli kebingungan melihat Rio yang terus menerus memegangi kepalanya.

“Om Rio sakit, sayang. Rafli diam dulu yah,” balas Ify membantu Rio duduk disampingnya.

“Yo, ayo kita ke dokter. Wajah kamu pucet banget,” pinta Ify berusaha menopang tubuh Rio yang besar, dia harus segera membawa Rio secepat mungkin. Dia tidak mau sesuatu terjadi dengan laki-laki itu.

“apartemen, obat...ssh...obat aku di apartemen, Fy,” jawab Rio lirih masih tetap memegangi kepalanya.

Ify mengangguk mengerti, perempuan itu lalu membawa Rio ke pinggir jalan, menyetop taksi, kemudian membantu Rio masuk ke dalam taksi. Setelah memberitahu alamat yang mereka tuju kepada supir taksi tersebut, taksi itu segera meluncur ke alamat yang diberitahukan Ify. Dia harus segera cepat sampai di apartemen Rio.


Walau Rio tak memberitahu dimana alamat apartemen laki-laki itu, tetapi Ify tau dimana apartemen berada, instingnya mengatakan Rio masih tinggal diapartemen miliknya dulu. Ify mengelus rambut Rio dengan lembut, berusaha menenangkan laki-laki itu. Keringat dingin mulai membasahi dahi Rio, laki-lakiitu terlihat pucat dan kesakitan. Nafasnya naik turun dengan cepat. Bahkan rintihannya membuat Ify terisak sedih. Dirinya tak tahan melihat Rio yang kesakitan.

“Sabar, sayang, sebentar lagi kita sampai,” bisik Ify serak. Rafli menatap sedih Rio yang kesakitan, bahkan anak itu menangis.

“Om Lio halus kuat, bental lagi kata bunda kita sampe,” Rafli menggengam tanganRio , bermaksud memberikan kekuatan padanya, Rio berusaha tersenyum, dan menggegam tangan mungil itu.

Tak berapa lama kemudian mereka sudah sampai di lobi apartemen milik Rio, Ify langsung membawa Rio dan Rafli masuk ke dalam lift menuju lantai 5.

“Ting”

Pintu lift tersebut terbuka, Ify berjalan pelan sambil memapah tubuh Rio menuju kamar apartemennya, matanya mencari-cari nomer apartemen milik Rio, dan tepat di depan pintu nomer 123, langkahnya terhenti.

“keycardnya dimana, Yo?” tanya Ify memandang wajah Rio lembut. Rio mengeluarkan keycard dari saku jasnya yang langsung Ify ambil dan cepat-cepat membuka pintu apartemen itu.

Pintu apartemen terbuka, untungnya saja lampunya menyala, jadi Ify tak perlu repot-repot mencari sakelar sementara dirinya sendiri harus menopang tubuh Rio yang berat. Ify langsung membawa Rio ke dalam kamar utama apartemen tersebut dan membaringkan tubuh Rio di atasnya.

“Obatnya dimana, Yo?” bisik Ify.

“di atas nakas,” sahut Rio lirih. Ify melirik nakas di samping tempat tidur Rio, ada sebuah botol kecil dan segelas air di atas nakas, Ify segera mengambil botol obat tersebut, mengeluarkan sebutir obat dan membantu rio meminumnya. Perlahan –lahan nafas laki-laki itu berangsur normal, sepertinya obatnya mulai bekerja. Ify mengelus rambut Rio dengan lembut, Ify duduk di pinggir tempat tidur. Sementara Rafli berdiri di samping dirinya, wajah anak kecil itu juga terlihat sangat khawatir, walau Rafli tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Nda...Om Lio sakit yah?” tanya Rafli pelan.

Ify menoleh memandang wajah Rafli, meraih tubuh mungil itu dan membawanya ke dalam dekapannya,”Iya, sayang. Om Rio lagi sakit, jadi kita harus jagain Om Rio, Rafli mau kan jagain Om Rio?”

Rafli mengangguk mantap, anak kecil itu sangat menyayangi Rio, semenjak kehadiran laki-laki dewasa itu, Rafli tidak pernah mengeluh dan menagih surat palsu yang sering Ify buat untuknya, bahkan Rafli selalu bertanya kapan dirinya bisa bertemu dengan Rio kembali saat Ify membawanya pindah ke kota ini.

Mungkin karena pengaruh obat tadi, Rio mulai tertidur dengan nafas teratur, wajahnya sudah tak pucat seperti tadi. Ify menghembuskan nafas lega karena keadaan Rio sudah membaik. Dalam hati Ify selalu bertanya, apakah laki-laki ini selalu merasakan sakit kepala seperti tadi? Bahkan obat itu sudah tersedia dinakas beserta airnya.


Sejak kapan Rio mengalami sakit seperti itu? Dan penyakit apa yang di derita dirinya? Semua pertanyaan tersebut sekarang mulai berputar di piIfy Ify. Dirinya tidak menyangka bisa melihat Rio dalam keadaan tak berdaya seperti ini. Lelaki itu sepertinya selalu terlihat sehat dimatanya. 

Ify melirik Rafli yang sudah jatuh tertidur di samping Rio. Ify tersenyum melihatnya. Dia tidak mungkin pulang dan meninggalkan Rio yang sedang sakit. Mau tak mau dirinya harus menginap untuk menjaga Rio. Apalagi Rafli juga sudah tertidur. Perempuan itu akhirnya memutuskan untuk menghubungi Bi Imah, memberitahu dirinya menginap di apartemen Rio karena harus menjaga laki-laki itu.

>>>>>>>>>>>>>>>>>

Rio turun dari mobilnya, dia berjalan menuju taman kota yang tak jauh dari tempatnya berhenti. Dia melirik jam tangannya, masih terlalu sore untuk menunggu, tapi dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan pujaan hatinya. Laki-laki itu memilih duduk di kursi taman yang terbuat dari besi, tepatnya di bawah pohon mahoni. Tempat biasa mereka bertemu.

“Maaf, lama yah,” sebuah lengan kecil melingkar di leher Rio, memberikan kehangatan padanya. Rio tersenyum lalu menoleh ke pemilik lengan tersebut.

“Nggk kok, aku juga baru dateng. Kamu udah makan belum?” Rio menarik lengan tersebut, menuntun agar gadis itu duduk di sampingnya. Wangi parfum kesukaannya menguar dari tubuh gadis itu saat dia sudah duduk di samping Rio. Membuat Rio merasa nyaman. Bahkan ingin langsung merengkuh gadis itu andai saja dia tidak ingat dimana dirinya berada.

“Belum, tapi aku belum laper kok,” Sahut gadis itu lembut.

Rio menggengam tangan mungil itu, memberikan kehangatan padanya,” Beneran?Padahal aku mau ngajak kamu ke restauran favorit kita, lho,” Rio mengerling genit membuat gadis itu
mencibir pelan. Mau tak mau Rio terkekeh mendengarnya.

“Yo, aku mau gula-gula itu, yah?” pinta gadis itu manja merangkul lengan besarRio. Tangannya menunjuk kepada pedagang gula-gula kapas yang tak jauh dari tempat mereka duduk.

Rio mengernyitkan dahi,”gula-gula kapas? Nggak salah?”

Gadis itu menggeleng pelan lalu tesenyum,”Nggak. Nggak tau kenapa, aku pengin makan gula-gula itu. Pleaseee....” jawab gadis itu dengan wajah memohon.

“Iya, sayang. Semua yang kamu mau, aku pasti bakal lakuin. Tunggu sebentar yah,” Rio mengelus rambut gadis itu lembut, lalu mendekati pedagang gula-gula kapas tersebut. Gadis itu tersenyum lalu mengangguk. Tak lama kemudian Rio kembali dengan gula-gula kapas di tangan kanannya.

“Makasih, sayang!” seru gadis itu senang, lalu mengambil gula-gula kapas itu dari tangan Rio. Rio memerhatikan gadis disampingnya yang dengan cerianya memakan gula-gula kapas itu secuil demi secuil. Membuatnya terlihat seperti anak kecil. Tiba- tiba saja ada bayangan hitam yang datang menarik gadis itu menjauh dari dirinya, gadis itu berteriak minta tolong. Rio berusaha menahan lengan gadis itu dengan susah payah.

“Yo, tolong aku!!!!” teriak gadis itu ketakutan, wajahnya memohon ketakutan. Rio semakin berusaha mempererat pegangannya, namun tenaganya kalah jauh dari bayangan hitam itu. Perlahan genggaman tangan Rio terlepas dari gadis itu,membuat tubuhnya terpental kebelakang. Dan gadis itu menghilang entah kemana. Hilang seperti tertelan bumi bersama bayangan hitam tersebut.


“TIDAKKKKK!!!!”

“Yo, Rio bangun!” Ify menepuk pipi Rio pelan, berusaha membangunkannya dari mimpi buruk. Laki-laki itu langsung membuka matanya , nafasnya terengah-engah, tubuhnya dipenuhi keringat dingin. Wajahnya terlihat pucat.

“Yo... kamu nggak apa-apa, kan? “ tanya Ify lirih, perempuan itu menatap Rio dengan wajah cemas. Tangan mungilnya menggengam tangan Rio yang besar. Rio menoleh kearah Ify dan langsung memeluk perempuan itu. Ify mengelus-elus punggung Rio, memberikan ketenangan pada laki-laki itu.

“Tenang, yah. Ada aku disini,” bisik Ify lembut. Rio semakin mengeratkan pelukannya. Menyeruakan kepalanya dirambut Ify, menikmati wangi tubuh perempuan itu. Tiba-tiba ingatannya kembali pada mimpinya tadi, dirinya baru ingat bahwa wangi tubuh Ify mirip dengan wangi tubuh gadis yang ada di dalam mimpinya. Namun Rio tidak bisa mengingat wajah gadis itu, semakin dia mengingat, semakin rasa sakit di kepalanya timbul.

“Fy...” bisik Rio lirih.

“Iya, Yo? Kenapa?” tanya Ify lembut , tangannya masih terus mengelus punggung besar Rio.

“Aku mimpi buruk, dalam mimpi itu aku sedang bersama seorang gadis, tapi aku nggak bisa mengingat wajahnya. Tapi wangi tubuhnya sama seperti wangi tubuh kamu” Sahut Rio lirih.

“Deg!” Ify merasakan sesuatu yang hangat menghinggapi hatinya. Apakah Rio mulai mengingat kembali dirinya. Entah kenapa Ify merasakan kebahagiaan yang tak terkira apabila mimpi itu adalah mimpi tentang dirinya.

“ Memangnya kamu mimpi apa, Yo?” tanya Ify lembut, melepaskan pelukan Rio lalu menatap wajah laki-laki itu yang terlihat gusar. Rio menghela nafas sejenak.

“Aku mimpi sedang berada di taman kota bersama seorang gadis remaja, saat itu sepertinya aku masih kuliah dan gadis itu masih SMA. Dalam mimpi itu dia meminta padaku untuk dibelikan gula-gula kapas , dan aku membelikannya. Tapi tiba-tiba saja bayangan gelap datang dan menarik gadis itu menjauh dariku. Aku sudah berusaha menahannya , namun gagal. Kemudian aku langsung terbangun dari tidurku.”

Ify memerhatikan wajah Rio yang sepertinya terlihat sedih karena tidak bisa mengingat wajah gadis itu. Dan ternyata dugaan perempuan itu benar, laki-laki itu mulai memimpikan dirinya. Sepertinya perlahan-lahan ingatan Rio mulai kembali. Mimpi yang baru saja dialaminya adalah kejadian nyata yang pernah terjadi saat keduanya masih berpacaran. Dan Ify sangat berharap, ingatan Rio akan bernagsur-angsur pulih seperti sedia kala.

“Suatu saat kamu pasti akan tau seperti apa wajah gadis itu, Yo. Percaya sama aku?” Ify tersenyum menyentuh wajah Rio yang pucat. Sejenak Rio menatap Ify ragu, kenapa perempuan ini tidak cemburu karena pacarnya memimpikan gadis lain?

“Kamu nggak cemburu?” tanya Rio penuh selidik.

Ify menggeleng lalu tersenyum, mana mungkin dia cemburu dengan dirinya sendiri. Hanya orang bodoh yang akan melakukan hal seperti itu.

“Karena aku percaya kamu,” sahut Ify kemudian mencium sudut bibir Rio. Laki-laki itu terperangah dengan sikap Ify yang dinilainya lumayan berani. Membuat Rio merasakan gairah dalam tubuhnya bangkit. Perempuan itu membangkitkan kembali gairahnya.

“Ify!” geram Rio menatap tajam Ify. perempuan itu memandang Rio dengan bingung. Seolah bertanya ‘ada yang salah?’

Tiba-tiba saja tubuh Ify terdorong ke belakang membuatnya terbaring di tempat tidur, tatapan Rio berubah menjadi sensual. Tersenyum melihat keterkejutan perempuan itu.

“Yo...kamu...kamu mau ngapain?” Ify mulai panik karena Rio mulai mengurung dirinya dengan kedua tangannya yang kokoh. Apalagi posisi tubuh Rio yangmenimpa tubuhnya.

“Menurut kamu aku mau ngapain?”

“Yo jangan macem-macem, ka...kamu kan lagi sakit!” Ify berusaha mendorong tubuh besar Rio. Namun hasilnya nihil. Tenaga Rio lebih kuat dari dirinya.

Rio menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ify. Laki-laki itu meniup leher Ify lembut. Membuat tubuh Ify merinding, merasakan sensasi aneh dalam dirinya.

“Cium aku! “ perintah Rio tiba-tiba yang langsung mendapat pelototan dari ify.dia langsung menggeleng kuat. Ify sudah bisa menebak apa yang selanjutnya akan terjadi apabila dia mencium Rio. Laki-laki itu pasti akan meminta lebih dari sekedar ciuman.

“Fy..” geram Rio. Mengancam Ify dengan tatapan tajamnya seolah berbicara ‘cepat lakukan’.

“Aku nggak mau !” Ify tetap menolak untuk mencium Rio. Dia tidak ingin laki-laki itu bertindak lebih jauh lagi. Apalagi ada Rafli yang bisa saja muncul dan memergoki keduanya. Membayangkan hal itu membuat Ify ketakutan.

“Oke, biar aku yang ambil alih kalo gitu,” Rio langsung membungkam mulut Ify sebelum Ify berbicara lagi. Dia mencium bibir Ify dengan lembut dan pelan.Menggoda perempuan itu agar membalas ciumannya. Dan tanpa Ify sadari, dirinya membalas tiap kecupan yang Rio berikan. Keduanya saling mencium satu sama lain. Melampiaskan hasrat yang sudah lama mereka pendam. Rio menggigit pinggir bibir Ify, mulut perempuan itu refleks terbuka. Dan Rio tak mensia-siakannya, lidah laki-laki itu langsung masuk mencari-cari lidah Ify untuk dilumatnya. Tangan Rio menelusuri setiap tubuh langsing Ify.

Merasakan kelembutan tubuh kekasihnya. Ciuman Rio berpindah ke leher Ify. Membuat Ify mengerang pelan merasakan sensasi yang ditimbulkan Rio. Laki-laki itu tersenyum senang melihat reaksi kekasihnya yang mulai terhanyut akan permainan panasnya.

Perlahan tangan Rio mulai menelusuri paha mulus Ify. mengelusnya dengan lembut. Sedangkan mulutnya kembali membungkam bibir Ify sebelum perempuan itu memprotes tindakannya.

“Yo! Jangan! Kita nggak boleh melakukan ini!”

“Akhh!” Rio tiba-tiba berhenti. Dia memegangi kepalanya. Bayangan samar dan suara gadis itu kembali datang.

“Nggak apa-apa sayang, aku akan tanggung jawab,” Rio mencium leher gadis itu penuh nafsu. Merasakan kelembutan dari kulit gadis itu. Wangi tubuh gadis itu membuat Rio lupa akan segalanya.

“Yo! Jangan! Kamu mabuk, kita harus berhenti!” teriak gadis itu lagi, berusaha mendorong tubuh Rio. Namun Rio malah mencium bibir gadis itu untuk membungkam suaranya.

“Akhh!” suara erangan kembali keluar dari mulut Rio menahan kembali rasa sakitnya. Bayangan itu kenapa kembali. Namun wajah gadis itu masih terlihat tak jelas. Siapa gadis itu sebenarnya. Dan apa yang dia lakukan pada gadis itu?

Ify terkesiap lalu menatap Rio khawatir. “Yo, kamu kenapa? Kepala kamu sakit lagi?” Ify menyentuh lengan Rio. Mengelus pelan lengan kekar itu. Berusaha menenangkan Rio. Dada Rio naik turun, terlihat seperti baru saja berlari berkilo-kilo jauhnya. Dia menatap Ify sendu. Lalu menggeleng pelan.

Ify menangkup wajah Rio dengan tangan mungilnya. Menatapnya penuh kelembutan,”Jangan bohong sama aku, apa yang kamu lihat barusan?”

Rio menyentuh kedua tangan Ify yang menempel di wajahnya, memberikan kehangatan kepada tangan Ify yang dingin. Rio tau Ify sangat khawatir. Sampai-sampai tangannya menjadi sedingin es seperti sekarang.

“Kamu mau tau apa yang aku lihat tadi?” tanya Rio pelan.

Ify mengangguk lalu tersenyum lembut.

“gadis itu, Fy. Gadis itu hadir lagi dalam kepala aku .Setiap kali kepalaku terserang rasa sakit. Dan lagi-lagi wajah gadis itu tak jelas. Aku nggak bisa melihat gadis itu. Dalam bayangan itu, aku mencumbunya. Bahkan aku terlihat memaksanya, Fy. Seolah-olah aku ingin memerkosanya,” Rio terlihat sangat tersiksa. Matanya memancarkan kesedihan yang mendalam. Pasti Rio tersiksa dengan rasa sakit serta bayangan-bayangan masa lalunya itu. Membuat Ify tidak tega melihatnya.

“Kamu mau tau siapa gadis itu?” Ify menatap kedua manik mata Rio. Mata coklat itu menatapnya bingung.”Maksud kamu?”

“Aku tau siapa gadis yang selalu hadir dalam mimpi dan pikiran kamu,Yo.”

“Siapa?”

“Dia...”


TBC teman teman :))
Nantikan part selanjutnya :))
Tinggalkan jejak kalian kalau mau lanjuuttt :D
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.
Jangan lupa Follow teman :*

3 komentar:

Silahkan berkomentar yang positive tentang postingan yang saya buat :)
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya teman :*