KELOMPOK 8
Sekarang ini, kasus yang dialami oleh
Nenek Asyani masih dalam persidangan, karena kasusnya belum terbukti
kebenarannya. Kasus yang dialami oleh nenek renta berusia 63 tahun ini masih
mengalami pro dan kontra dari beberapa pihak.
Ada beberapa pihak yang berada di pihak
nenek Asyani, salah satunya adalah Ketua Tim Kuasa Hukum nenek Asyani dari LBH
Nusantara Situbondo yang bernama Supriyono. Menurut beliau, Nenek Asyani tidak
terkait pasal UU yang telah disebutkan oleh Dewan Kehutanan Nasional yang
memberikan penjelasan bahwa Nenek Asyani terkait UU No.18 tentang Pencegahan,
Pemberantasan dan Pengrusakan Hutan. Tetapi menurut Supriyono, pasal yang
digunakan jaksa penuntut umum untuk menjerat nenek Asyani tidak sesuai dengan
fakta yang ada.
Menurut Mahkamah Agung, kasus yang
dialami nenek Asyani adalah kasus Tipiring (Tindak Pidana Ringan). Tetapi
menurut Jaksa Agung yang bernama Prasetyo sebuah kasus bisa dikategorikan
tipiring apabila nilai kerugiannya tidak lebih dari 2,5 juta.
Tetapi menurut kronologis kejadian yang
telah diceritakan oleh Abdul Gani, salah seorang anggota humas KRPH dari
Perhutani, akibat dari hilangnya beberapa batang kayu jati dipetak 43 milik
Perhutani pada tanggal 14 Juli 2014 mengakibatkan Perhutani mengalami kerugian
sebesar 4 juta lebih.
Jadi dari cerita yang dipaparkan oleh
Adbul Gani, Nenek Asyani dituduh melakukan kasus pencurian, dan kasusnya itu
bukan hanya kasus tipiring, karena menurut perumtani sendiri mereka telah
mengalami kerugian sebesar 4 juta lebih.
Kasus yang dialami oleh nenek Asyani
hampir serupa dengan kasus yang dialami oleh seorang pemuda yang bernama Yusman
Telaumbanua, pemuda yang berusia 16 tahun ini telah divonis mati oleh Majelis
Hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sitok, Nias, Sumatera Utara.
Yusman dituduh melakukan pembunuhan
berencana dan dari tuduhan tersebut, dia divonis mati secara langsung oleh
Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sitok. Padahal menurut UU No.11 tahun
2011, tentang Peradilan anak, seharusnya anak dibawah umur tidak boleh dihukum
lebih dari 10 tahunatau setengah dari hukuman orang dewasa.
Berbeda lagi dengan kasuss yang dialami
olehh Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Sorong, Papua. Dia telah divonis 15
tahun penjara dan denda 5 miliar atas kepemilikan rekening gendut senilai 1,5
trilliun. Tetapi berita terbarunya, muncul remisi atau keringanan hukuman bagi
para koruptor.
Jadi, benarkah hukum itu tajam dibawah
namun tumpul diatas ?? Berpihak pada Si kaya namun kerap menyudutkan si miskin
??
Sejatinya, setiap orang itu mempunyai
derajat yang sama di mata hukum, tetapi apa jadinya jika hukum sendiri bukannya
berpihak kepada siapa yang benar, tetapi berpihak kepada yang kaya ??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar yang positive tentang postingan yang saya buat :)
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya teman :*