Selasa, 14 April 2015

Ketidakadilan yang dialami oleh Nenek Renta

KELOMPOK  8
Kasus Nenek Asyani masih dalam Persidangan



Sekarang ini, kasus yang dialami oleh Nenek Asyani masih dalam persidangan, karena kasusnya belum terbukti kebenarannya. Kasus yang dialami oleh nenek renta berusia 63 tahun ini masih mengalami pro dan kontra dari beberapa pihak.

Ada beberapa pihak yang berada di pihak nenek Asyani, salah satunya adalah Ketua Tim Kuasa Hukum nenek Asyani dari LBH Nusantara Situbondo yang bernama Supriyono. Menurut beliau, Nenek Asyani tidak terkait pasal UU yang telah disebutkan oleh Dewan Kehutanan Nasional yang memberikan penjelasan bahwa Nenek Asyani terkait UU No.18 tentang Pencegahan, 

Pemberantasan dan Pengrusakan Hutan. Tetapi menurut Supriyono, pasal yang digunakan jaksa penuntut umum untuk menjerat nenek Asyani tidak sesuai dengan fakta yang ada.

Menurut Mahkamah Agung, kasus yang dialami nenek Asyani adalah kasus Tipiring (Tindak Pidana Ringan). Tetapi menurut Jaksa Agung yang bernama Prasetyo sebuah kasus bisa dikategorikan tipiring apabila nilai kerugiannya tidak lebih dari 2,5 juta.

Tetapi menurut kronologis kejadian yang telah diceritakan oleh Abdul Gani, salah seorang anggota humas KRPH dari Perhutani, akibat dari hilangnya beberapa batang kayu jati dipetak 43 milik Perhutani pada tanggal 14 Juli 2014 mengakibatkan Perhutani mengalami kerugian sebesar 4 juta lebih.

Jadi dari cerita yang dipaparkan oleh Adbul Gani, Nenek Asyani dituduh melakukan kasus pencurian, dan kasusnya itu bukan hanya kasus tipiring, karena menurut perumtani sendiri mereka telah mengalami kerugian sebesar 4 juta lebih.

Kasus yang dialami oleh nenek Asyani hampir serupa dengan kasus yang dialami oleh seorang pemuda yang bernama Yusman Telaumbanua, pemuda yang berusia 16 tahun ini telah divonis mati oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sitok, Nias, Sumatera Utara.

Yusman dituduh melakukan pembunuhan berencana dan dari tuduhan tersebut, dia divonis mati secara langsung oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Gunung Sitok. Padahal menurut UU No.11 tahun 2011, tentang Peradilan anak, seharusnya anak dibawah umur tidak boleh dihukum lebih dari 10 tahunatau setengah dari hukuman orang dewasa.

Berbeda lagi dengan kasuss yang dialami olehh Aiptu Labora Sitorus, anggota Polres Sorong, Papua. Dia telah divonis 15 tahun penjara dan denda 5 miliar atas kepemilikan rekening gendut senilai 1,5 trilliun. Tetapi berita terbarunya, muncul remisi atau keringanan hukuman bagi para koruptor.

Jadi, benarkah hukum itu tajam dibawah namun tumpul diatas ?? Berpihak pada Si kaya namun kerap menyudutkan si miskin ??


Sejatinya, setiap orang itu mempunyai derajat yang sama di mata hukum, tetapi apa jadinya jika hukum sendiri bukannya berpihak kepada siapa yang benar, tetapi berpihak kepada yang kaya ?? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar yang positive tentang postingan yang saya buat :)
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya teman :*