Senin, 19 Agustus 2013

Gue Kena Karma - Part 5 (RIFY)

Rio melangkah tak tentu arah. Dirinya benar-benar bingung ingin kemana sekarang. Dia hanya ingin menenangkan fikirannya. Fikirannya sedang kacau. Gara-gara semua yang terjadi hari ini. Sikap sahabatnya yang berubah hari ini, kedatangan anak baru yang membuat satu sekolah geger, dan rencana dia yang ingin berusaha menghilangkan perasaan dia kepada Ify. Huft. Dirinya menghela nafas panjang seraya menatap ke bawah dengan masih berjalan lurus. Dan dirinya tidak menyadari jika ada seseorang di hadapannya yang sedang ……

Bruuk bruk bruk
Suara yang keras itu membuat Rio tersadar. Dirinya merasa menabrak seseorang. Dan setelah melihat apa yang terjadi. Terdapat seorang gadis yang sedang memunguti buku-bukunya yang mungkin terjatuh akibat insiden tabrakan tadi. Dengan gerak cepat, Rio juga ikut membantu.

“Maaf maaf. Gue tadi gak sengaja. Gue …” Ucapan Rio terhenti secara langsung melihat seorang gadis yang ada di hadapannya. Ify. Gadis itu ternyata yang ia tabrak. “Ify.”
“Ck. Loe lagi loe lagi. Kenapa sih hidup gue selalu di ikutin sama loe terus. Dan kenapa juga setiap ada loe gue selalu sial.”
“Maaf. Gue beneran gak sengaja tadi. Gak lihat.”

DEG.
Pemuda tampan di hadapannya berbicara menggunakan kata ‘gue’ daripada aku. ada perasaan tak senang yang langsung memenuhi rongga dadanya. Dan itu membuatnya sesak. Sejak kapan pemuda yang harus ia akui tampan di hadapannya ini mengganti gaya bicaranya kepada dirinya. Bukan menggunakan ‘aku’ lagi seperti biasa.

Tapi dengan segera ia menepis perasaan kecewanya itu. jangan sampai pemuda tampan di hadapannya mengetahui perasaannya yang sekarang sedang menyergapnya. Gak. Dia gak boleh punya perasaan dengan pemuda ini. Ingat Ify, kamu menyukai Gabriel dan membenci Rio, batinya. Lalu dia menegakkan tubuhnya ke sifat angkuh semula dan memandang Rio dengan tatapan kebencian yang sering ia tunjukkan seperti sebelumnya.

“Gak lihat gak lihat. Gak punya mata loe. Pokoknya gue gak mau tahu. loe mesti beresin bukunya dan bawa buku itu ke perpustakaan.” Suruhnya dengan nada ketus seperti biasanya. Dan bertambah marah melihat pemuda di hadapannya yang menatapnya tanpa berkedip.
“Rio. Loe apa-apaan sih.” Bentaknya membuat Rio tersadar.
“Sorry.”
“Maaf mulu bisanya loe. Loe fikir gue badut yang bisa loe lihatin sepuas loe. Loe denger gue ngomong gak tadi.”
“Gue gak denger …”
“Ck, beresin bukunya dan bawa ke perpustakaan.” Suruhnya memaksa.

Mau tak mau harus mau. Rio langsung kembali memberekan buku-bukunya yang berjumlah 10 itu. tapi bukunya sangat tebal. Seperti kamus besar bahasa inggris. Ck. Berat sekali. Tapi dia harus melakukannya. Jika tidak, gadis di hadapannya akan bertambah marah kepadanya.

“Mau di anter ke perpus ??? Mau di kembalikan atau mau pinjam ???”
“Bodoh. Kalau mau minjem gak mungkin buku ini ada sama gue sekarang. Ya mau di kembaliin lah.”
“Iya iya. Jawabnya gak bisa lebih halus lagi apa.”
“Gak bisa. Kalau sama loe harus kaya gini ngomongnya.”
“Terserah deh.” Pasrahnya dan mengangkat buku tebal itu kearah perpustakaan. Jaraknya berada kini dengan perpustakaan sangatlah jauh. Dan gadis ini tidak berniat untuk membantunya. Sekedar untuk membawakan bukunya 2 atau 3 buku. Dengan berat hati pemuda ini menuruti perintahnya.

Sedangkan Ify berjalan mengikuti Rio di belakangnya. Dirinya memang tidak ada niat untuk membantu. Karena sedari tadi gadis ini juga sudah capek membawanya hingga ke tempat itu. cukup jauh juga dari kelasnya. Dan teman-temannya menyuruhnya karena dirinya tidak melaksanakan piket tadi. Akibatnya seperti inilah.

Diam-diam Ify mengamati punggung kokoh Rio dari belakang. Menatap pemuda itu yang sebentar-sebentar berhenti untuk memperbaiki posisi bukunya. Sebenernya dia juga tidak tega melihat dia bersusah payah sendirian. Padahal ini tugasnya. Tapi, dia juga sudah capek membawanya. Dan mengingat kejadian tadi pagi dimana pemuda itu tidak membawakan roti coklat seperti biasanya, Ify jadi merasa ganjil dengan kejadian itu. dan entah mengapa ada perasaan tidak rela menyergapnya kembali saat mengetahui bahwa pemuda yang telah membantunya ini tidak melakukan hal yang biasanya ia lakukan kepadanya.

Entah tidak rela karena apa. Gadis cantik ini juga tidak tahu alasanya. Yang jelas dia merasa ada sesuatu yang ganjil yang membuat dadanya sesak. Tapi lagi lagi dia langsung menepisnya. Mengapa sekarang dia lebih sering memikirkan pemuda itu ??? Bukankah lebih baik jika pemuda itu tidak mengganggunya lagi ??? Iya, dia harusnya senang pemuda itu tidak mengganggunya lagi. Jadi dia bisa punya waktu untuk berduaan dengan Gabriel lebih lama.

Rio langsung menaruh semua buku-bukunya di meja perpustakaan. Tempat untuk meminjam buku atau mengembalikan buku. Ify masih mengamati pergerakan Rio. Setelah menaruh bukunya, pemuda itu langsung mengusap peluh yang keluar dari dahinya. Wajahnya sangat tenang, dan sangat nyaman untuk dipandang seperti itu. Ify terkesiap saat melihat sebuah tangan yang mengibaskannya di depan wajahnya.

“Apa ???” Tanyanya gugup.
“Kartunya mana ??? Ini mbak’nya Tanya. Katanya mau dikembaliin.”
“Oh iya , ini.” Ucap Ify seraya mengambil kartunya di saku rompinya dan langsung menyerahkannya pada Rio.
“Ini mbak. Yaudah mbak. Saya mau naruh buku ini di tempatnya dulu yah.” Pamit Rio seraya mengangkat kembali buku itu dan langsung berjalan menuju ke rak.
“Ify. Ini kartunya.” Ucap mbak’nya seraya menyodorkan kartunya.
“Makasih yah mbak.”
“Oiya Fy. Ini Rio kenapa yang mengembalikan ??? Bukanya yang meminjam kelas kamu ??? Dan Rio tidak satu kelas denganmu kan ???”
“Tadi … tadi itu mbak … tadi …”
“Fy.” Gadis itu menghela nafas panjang karena ada yang menyelamatkannya dari pertanyaan penjaga perpustakaan itu. Dan gadis ini tahu yang memanggilnya Rio. Kemudian Ify membalikan tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Rio. Tiba tiba dirinya menjadi gugup berhadapan dengan pemuda itu. Tidak seperti biasanya.
“Ini tugas gue udah selesai kan ??? Gue langsung pergi yah. Maaf juga buat yang tadi.”
“Rio tunggu.” Ify kaget mendengar ucapannya sendiri tadi. Begitu lembut dan menenangkan. Tidak seperti  biasa. Sementara pemuda di hadapannya hanya mengernyit bingung mendengar ucapan gadis itu. baru kali ini gadis di hadapannya berbicara selembut itu.
“Kenapa Fy ???”
“Makasih buat bantuanya. Lain kali hati-hati kalo jalan. Mata di pake buat ngelihat bukan buat nulis. Jadi konsen kalo jalan.” Nada suara gadis itu kembali dingin dan cuek seperti biasanya. Rio menghela nafas yang terasa sesak itu. dia fikir, gadis itu akan berubah. Tapi itu ternyata Cuma harapannya saja. Harapan yang tidak terkabulkan.
“Iya. Yaudah gue pergi.” Ucapnya seraya keluar perpustakaan. Sedangkan Ify hanya mendesah pelan dan langsung ikut keluar perpustakaan sebelum dirinya kembali ditanya oleh sang penjaga perpustakaan.

***************
Setelah bertemu dengan Ify, Rio langsung menuju ke kelasnya. Dan langsung duduk tanpa menatap sahabatnya yang menatapnya dengan bingung dan anak baru itu yang juga sedang memperhatikannya dengan tatapan menyelidik. Setelah duduk di bangku’nya. Rio langsung membuka handphone’nya dengan berpura-pura sibuk.

“Bro, Kenapa loe ???” Tanya Alvin.
“Gak kenapa-napa. Gue tadi abis ketemu Ify aja.” Jawab Rio singkat tanpa menatap Alvin yang sedang menatapnya dengan menyelidik.
“Tuh siswi baru tadi nanyain loe bro.” Ucap Alvin mengalihkan pembicaraan.
“Terus ???”
“Ya tadi …”
“Hay Alvin, hay Rio.” Sapa siswi baru itu. membuat Alvin menghentikan ucapannya dan membuat mereka mengalihkan pandangannya kepadanya.
“Darimana loe tahu nama gue ???” Tanya Rio bingung.
“Mmm, dari Alvin. Kamu Rio kan ??? Kenalin. Aku Zahra.” Ucapnya seraya menjulurkan tangan kanannya hendak memperkenalkan diri. Tapi Rio diam saja. Dia sama sekali tidak niat untuk membalas uluran tangan itu apalagi membalas ucapannya.
“Maaf yah Zahra. Rio emang gitu. lagi gak mood dia. jadi maklumin yah.” Jawab Alvin mewakili Rio.
“Oh iya gak papa. Nama panjang kamu siapa Yo ???” Tanyanya lagi berharap Rio akan menjawab pertanyaanya.
“Jawab ke’. Di Tanyain tuh.” Bisik Alvin membuat Rio menghela nafas.
“Mario Stevano Aditya Haling.” Jawab Rio singkat dan membuat gadis itu tersenyum senang.
“Nama yang bagus. Aku boleh minta tolong gak Yo ???”
“Apa ???”
“Mmm, mau gak anterin aku keliling sekolah. Aku belum tahu semuanya soalnya.”
“Kenapa gak Alvin aja. Nih anak jago mendiskripsikan daripada gue. Jadi, loe bakal lebih paham sama Alvin.”
“Bro, sorry nih. Bukannya nolak yah. Tapi gue habis ini mau ke ruang guru bro. di suruh ke sana sama wali kelas. jadi, gue gak bisa.” Tolak Alvin langsung. Sebenernya pemuda ini hanya ingin mendekatkan gadis blasteran itu untuk sahabatnya yang satu itu. Jadi, terpaksa dia menolaknya.
“Ck, itu alasan loe aja. Gue tahu apa yang ada dalam otak loe itu.” Balas Rio sinis.
“Tahu ajah. yaudah, good luck bro. Zahra gue keluar dulu yah. Bye.” Ucapnya seraya meninggalkaan kelas tanpa memberi kesempatan kepada Rio yang ingin berbicara. Kemudian, Gadis itu langsung duduk di sebelah Rio, tempat Alvin.
“Gimana Rio ??? Kamu keberatan ??? Yaudah, kalo gak mau juga gak papa.”
“Bukan gitu. tapi kenapa loe minta bantuan itu sama gue ??? Kenapa gak sama yang lain aja. Misalnya si Daud sama si Patton gitu. kan mereka pasti bakalan dengan senang hati menerima ajakan loe.”
“Aku maunya sama kamu. Kalau sama mereka. Aku gak akan bisa memahami penjelasanya. Yang ada, mereka malah memanfaatkan situasi lagi. Aku gak suka.”
“Loe fikir gue gak akan memanfaatkan situasi ???”
“Yah, seenggaknya kamu lebih dingin dari mereka. Jadi, kalaupun kamu memanfaatkan situasi. Aku masih bisa memahami penjelasan kamu.”
“Dingin ??? Maksudnya apa tuh.”
“Ya kan dari pertama aku dateng ke kelas ini, Cuma kamu yang gak tertarik sama kedatangan aku. bahkan Temen temen kamu yang lain pada ngelihatin aku semua. Sampe pengin pulang akunya.”
“Gue emang gak tertarik. Jadi, lebih baik loe ngajak yang lain aja.”
“Jadi kamu gak mau yah Yo. Yaudah deh, aku sendiri aja.” Ucapnya seraya bangkit dari duduknya. Rio pun dengan cepat ikut bangkit dan menjawab “OK deh, gue anterin.”

Zahra tersenyum senang melihat pemuda ini mau mengantarkannya, seenggaknya dia bisa dekat dengan pemuda ini. Satu-satunya pemuda yang tidak tertarik dengan kedatangannya. Membuatnya penasaran. Mereka berdua langsung berkeliling mengitari sekolah itu. dan Zahra dengan patuh mendengarkan penjelasan Rio seraya menunjuk ruangan yang di maksud Rio.

“Ini Perpustakaannya ???” Rio langsung mengangguk dengan cepat. “Terus ruang serbaguna’nya dimana ??? kan biasanya tempatnya gak jauh dari perpustakaan.”
“Kata siapa ??? Justru di sekolah ini perpustakaan sama ruang serbaguna jaraknya sangat jauh. Ruang serbaguna itu berdekatan dengan ruang kelas X.”
“Kok bisa yah. Aku baru tahu, ruang serbaguna terletak di deretan kelas X.”
“Alasanya sih katanya. kalau deket perpustakaan akan mengganggu siswa siswi yang sedang  berkunjung ke sana. Begitupun jika diletakakan di deretan kelas XII dan ruang guru. Itu malah sangat mengganggu.”
“Kenapa gak di letakan di antara kelas XI dan kelas X. Kan itu gak mengganggu.”
“Loe kalo mau Tanya itu jangan sama gue. Tanya aja sama kepala sekolah. Kenapa diletakkin di situ.” Jawab Rio kesal, gimana gak kesel daritadi nanya nanya mulu. Pertanyaanya jauh lagi dari pemikiranya. Masalah sepele aja dia pengin tahu. Kepo banget jadi orang, batin Rio kesal.
“Galak banget. kan aku Cuma nanya.”
“Pertanyaan loe aneh. Di fikir dulu kalo mau nanya.” Ucap Rio dengan nada masih sama dengan sebelumnya membuat gadis cantik di sebelahnya menatapnya takut.
“Kenapa sih Yo. Kamu kayak gak suka gitu sama aku. What I have a false with you ???” Tanya Zahra lirih.
“Salah loe. Loe itu lebih memilih gue buat nganterin loe daripada yang lainnya yang jelas-jelas akan senang jika di pilih sama loe.”
“Kan aku udah ngasih tahu alasanya. Lagian apa salahnya. Aku kan Cuma minta tolong itu sama kamu. Kamu gak suka gitu sama aku.”
“Bukannya gak suka. Gue tahu diri aja. Siapa loe dan siapa gue. Loe itu cantik dan loe gak pantas jalan sama gue yang biasa aja. Gue disini Cuma sekretaris OSIS. Gak ada lagi yang gue ikutin disini selain OSIS. Dan gue juga gak punya apa-apa. Kelebihan gue juga dikit. Dan gue bukan anak orang kaya. Jadi ……”
“Jadi menurut kamu, orang kaya harus berteman sama orang kaya juga gitu ??? Dan menurut kamu orang kaya itu gak berhak berteman sama orang yang biasa aja ???”
“Yaps. Memang kenyataannya gitu kan. Jadi, lebih baik loe minta sama yang lainnya deh. gue gak bisa nganterin loe lagi. Cukup sampe sini. Ok.”
“Rio.” Panggilan itu menghentikan langkah Rio yang ingin beranjak dari sana. “Aku mau temenan sama kamu karena aku lihat kamu orangnya baik. Kamu ramah. Dan kamu beda sama yang lainnya. Bukan karena kamu orang biasa atau apa.”

Pemuda itu langsung merasakan perasaan senang mendengar gadis itu menyebutkan alasan dia mau berteman dengan dirinya. Kalimat ini ingin sekali ia dengar dari semua orang. Termasuk Ify. Tapi Cuma gadis ini yang baru menyatakan seperti itu. bahkan Ify’pun sama sekali tidak pernah mengucapkan pernyataan itu. kemudian Rio kembali menghadap ke arah Zahra dimana gadis itu sedang menunduk.

“Zahra.” Gadis itu langsung menatap Rio. “Aku Cuma orang biasa. Dan kamu gak pantes buat berteman sama aku.” Ucap Rio mengganti kata ‘Elo-Gue’ menjadi ‘Aku-Kamu’
“Aku gak perduli. Yang jelas, Cuma kamu yang menganggap aku sebagai anak biasa disini. dan akupun menganggap kamu anak biasa Yo. Sama seperti aku dan juga yang lainnya. Aku gak perduli tentang latar belakang kamu.”
“kamu yakin. Setelah kamu tahu siapa aku kamu gak bakalan nyesel ??? Aku Cuma punya motor loh Ra.”
“Aku gak perduli. Aku Cuma pengin berteman sama kamu. Semua orang disini menganggap aku karena aku pindahan dari Amerika aja Yo. Dan mungkin karena aku cantik mereka jadi respect sama aku.”
“Kata siapa kamu cantik ???” Tanya Rio bermaksud menggoda gadis di hadapannya.
“Kata kaum adam yang ada disini. kamu juga setuju kan kalo aku cantik.” Jawabnya dengan PD membuat Rio mengacak acak gemas rambut hitam nan lurus milik gadis cantik yang sekarang sedang bersamanya ini.
“Setuju, gak deh kayaknya. Kamu biasa aja. Buktinya aku gak tertarik.”
“Biasa apanya. Bukannya tadi kamu yang bilang sendiri kalau aku cantik. Pake dusta lagi. Kalau masalah kamu yang gak tertarik sama aku mah karena mata kamu gak bener. Atau jangan-jangan ……”
“Jangan-jangan apa.”
“Kamu udah punya pacar lagi. Makanya kamu gak tertarik sama aku yang cantik ini.”
“PD. Yang bilang kamu cantik tuh Cuma kaum adam disini, tentunya bukan aku. dan untuk masalah pacar. Aku gak punya.”
“Serius ??? Kamu gak punya pacar ??? Jahat banget pacar sendiri gak diakuin.”
“Yee, dibilangin gak percaya. Aku tuh emang gak punya pacar. Siapa juga yang tertarik sama aku ??? Cuma rakyat biasa yang gak punya apa-apa. Apa yang di banggain dari aku ??? Gak ada tahu.” (RISE mau banget Yo jadi pacar loe, iya nggak RISE ??? :D #oke gaje. Lupakan)
“Kata siapa ??? Kamu itu pinter kok. Buktinya bisa jadi sekretaris OSIS sama selalu peringkat 5 besar pararel. Dan kamu juga baik.”
“Baik ??? Tahu darimana ??? Kita itu ketemu baru 1 jam yang lalu. Dan kamu itu udah bilang aku baik ???”
“Ya dilihat dari wajah kamu aja udah ketahuan kamu baik. Dan gak ada tampang penjahat di wajah kamu.”
“Masa ??? kaya peramal aja.”
“Emang aku peramal. Peramal cinta.” Jawab Zahra seraya tertawa dan Rio juga ikut-ikutan tertawa mendengarnya. “Eh, bye the way. Ini udah sampe mana yah Yo.”
“Ini udah sampai ………” Rio mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. “Yah, udah jauh Ra. Banyak banget yang ketinggalan tadi.”
“Yah, kamu sih. Daritadi ngobrol terus. Jadi kelewatan kan.”
“Terus gimana ??? Puter balik kita ???”
“Kaya lagi naik mobil atau motor aja puter balik.” Ucapannya berhasil membuat Rio ngakak. “Gak usah deh Yo. Lanjutin besok aja. Cukup mengenal kamu juga udah seneng.”
“Maksudnya ???”
“Yah. Aku jadi tahu kamu siapa. Dan tahu alasan kamu kenapa kamu gak tertarik sama aku dari tadi. Dan tentunya tahu, kenapa kamu bersikap cuek terus sama aku.”
“Terus kamu nyesel ???”
“Nyesel ??? Gak lakh. Cuma orang gila yang nyesel bisa kenal sama kamu. Mmm, aku jadi punya temen yang menganggap aku gak berlebihan. Dan aku punya temen buat nganterin aku pulang.”

‘Cuma orang gila yang nyesel kenal sama kamu’. Kata kata gadis cantik di sampingnya membuat Rio ingin tertawa. Secara gak langsung dia itu menyindir Ify. Gadis cantik yang selama 4 bulan ini ia kejar. Cuma gadis itu yang tidak tertarik dengannya. Kalau sampai Ify tahu Zahra mengucapkan kalimat ini. Dia pasti langsung marah banget. Tapi kan Ify tidak mengenal Zahra, secara dia baru pindah ke sekolah ini hari ini. Dan Zahra juga pasti tidak mengenal Ify.

Zahra menoleh kearah pemuda di sampingnya. Tampan, keren lagi. Gadis blasteran itu masih menatap pemuda di sampingnya dengan senyum paling manisnya. Pemuda di sampingnya tentu gak sadar. Karena fikiran dia juga sedang menjelajah ke mana mana. Sadar jika pemuda di sampingnya juga sedang tersenyum senyum seperti terlihat bahagia, Zahra langsung sadar. Dengan gerakan cepat dia menepuk bahu Rio membuat sang empunya menjadi kaget.

“Apa apaan sih Ra.” Ucapnya dengan nada sedikit kesal.
“Hehehe. Maaf Yo. Ya lagian daritadi ngelamun. Pake senyum senyum lagi. Pasti lagi mikirin aku yang cantik ini yaaaa. Iya kan ??? Ayo ngaku.”
“Mulai lagi.” Gumam Rio tapi masih dapat di dengar oleh Zahra.
“Gak papa dong. Aku kan emang cantik. Kamu aja yang gengsi mengakuinnya.”
“Iya deh yang cantik. Yang banyak fans’nya di sekolah ini. Percaya deh.”
“Kamu juga ganteng Yo.”
“Iya dong. Jelas. Mario Stevano kan emang cowo paling ganteng sejagad raya ini.”
“Ngaku ganteng tapi gak punya pacar.” Sindir Zahra dengan senyum lebarnya.
“Emang kamu punya pacar ???” Zahra dengan cepat menggeleng dan membuat Rio tertawa terbahak bahak.
“Rio. Jahat banget ketawanya.”
“Ada gitu ketawa jahat. Kayaknya Cuma nenek sihir di dongeng snow white deh.” (terinspirasi dari teman saya waktu drama English di sekolah :D)
“Malah ngelawak. Lama lama kamu ngeselin yah Yo.”
“Ya lagian tadi kamu nyindir aku. jelas jelas kamu juga sama.”
“Sama gimana ???”
“Merasa cantik nggak ???” Zahra langsung mengangguk dengan cepat. “Udah punya pacar ???” Kali ini Zahra menggeleng. “Terus kenapa kamu bisa nyindir aku dengan bilang ‘ngaku ganteng tapi gak punya pacar’. Sendirinya gimana emang ???”
“Aku emang cantik kok. Bukannya gak punya pacar. Tapi gak mau pacaran dulu aja. Kalau dari dulu aku nerima semua cowok yang nembak aku mungkin sekarang mantan aku udah gak bisa di itung sama jari.” Ucapnya tambah narsis.
“Tambah narsis aja. Mana ada yang mau sama cewek narsis kaya kamu. Udah narsis, bawel, ngeselin, suka nyindir, apalagi yah … ah ya, PD’nya selangit. Hahaha.” Ucapnya seraya berlari menghindari gadis cantik yang sekarang sedang menatap tajam dirinya.
“Rioooo, ngeselin banget sih. Awas kamu.” Teriak Zahra seraya mengejar Rio yang sudah jauh di hadapannya.

Mereka berdua tertawa bersama sampai tidak menyadari banyak kaum yang memperhatikannya dengan tatapan yang berbeda beda. Termasuk gadis cantik ini, di balik tembok yang tidak jauh dari tempat mereka bercanda tadi, terdapat seorang gadis yang menyenderkan tubuhnya di tembok itu. Dia hanya menjadi pendengar yang baik mendengarkan semua yang di ucapkan oleh Rio dan Zahra itu. termasuk candaan candaan yang keluar dari mulut keduanya dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Antara perasaan marah, kesal, sedih, cemburu, kecewa. Yah semacam itulah yang sekarang sedang merasuki rongga dadanya. Dan itu membuatnya sesak.



To be Continue >>>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar yang positive tentang postingan yang saya buat :)
terima kasih sudah berkunjung ke blog saya teman :*